Uti Possidetis menjadi benten Indonesia menjaga West Papua tetap menjadi bagian Indonesia
By:Kristian Griapon-Jumat, 18 Januari 2019
Prinsip Uti possidetis yuris negara yang sebelumnya dijajah, yakni, batas wilayahnya mengikuti batas wilayah ketika negara tersebut masih dijajah. Artinya, untuk konteks Indonesia, batas wilayahnya mengikuti batas wilayah ketika masih berstatus Hindia Belanda (Nederlands Indie).
Logika konteks diatas untuk Papua Barat menjadi klaim Indonesia termasuk dalam wilayah Hindia-Belanda,yaitu: Papua Barat telah merdeka ketika Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, itu berarti dengan sendirinya, atau kata lain secara otomatis Papua Barat ikut merdeka konsekuensi dari wilayah Jajahan Hindia Belanda (Nederland Indie).
Selain itu, right to self determination (hak menentukan nasib sendiri) hanya boleh dilakukan sekali dan untuk selamanya. (menurut pandangan Indonesia).
Uti possidetis (dalam bahasa Latin berarti seperti yang Anda miliki) adalah prinsip dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa teritori dan properti lainnya tetap di tangan pemiliknya pada akhir konflik, "kecuali jika hal yang berbeda diatur oleh suatu perjanjian".
Papua Barat Menjadi daerah pengecualian dalam kedudukan klaim Uti possidetis yuris Indonesia terhadap Belanda, atas pertimbangan bahwa “Rakyat Papua mempunyai hak hak sipil, politik, sosial, ekonomi, dan budaya bersifat melekat tidak dapat digugurkan dan, atau dipindah tangankan. Hak-hak itu dijamin oleh hukum internasional berdasarkan piagam PBB, hak-hak sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.” Dasar inilah yang menjadi acuan hukum internasional melahirkan New York Agreement, 15 Agustus 1962, antara Indonesia-Belanda ditengahi PBB dalam kategori daerah sengketa. Dan inti dari perjanjian New York adalah “Penentuan Nasib Sendiri Bangsa Papua di atas tanah leluhur mereka Papua Barat” sebagaimana terurai dalam pasal XVIII perjanjian itu, dan disisi lain keharusan jaminan terhadap hak-hak pribumi Papua sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal XXII, perjanjian itu.
Apakah PEPERA yang dilaksanakan oleh Indonesia di Papua Barat dapat dikategorikan referendum hak penentuan nasib sendiri berdasarkan standar hukum Internasional?
Suatu pertanyaan yang hingga saat ini belum terjawabkan untuk Orang Asli Papua.
MANIFEST POLITIK BANGSA PAPUA, 19 Oktober 1961 MENYATAKAN BAHWA:
(1) Berdasarkan pasal 37 piagam PBB, ayat (1) Jika negara-negara yang terlibat dalam perselisihan sebagaimana diatur dalam pasal 33 (ttg keterlibatan Dewan Keaman PBB),dan jika tidak dapat diselesaikan berdasarkan pasal 33, maka kedua belah pihak harus menjelaskan masing-masing alasan kepada Dewan Keamanan. Ayat (2) Jika Dewan Keamanan berpendapat bahwa, perselisihan itu dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, maka Dewan Keamanan harus memutuskan, apakah harus mengambil keputusan, apakah harus bertindak sebagaimana ditetapkan dalam pasal 36, atau mengajukan syarat penyelesaian yang dianggap layak.
(2) Berdasarkan maklumat PBB untuk kemerdekaan daerah-daerah yang belum berpemerintahan sendiri, sebagaimana termuat dalam Resolusi PBB No.1514 (XV) yang diterima oleh Sidang Pleno PBB dalam sidangnya ke-15 tanggal, 20 September 1960.
(3) Berdasarkan hak mutlak dari kita penduduk tanah Papua bahagian Barat atas tanah air kita.
(4) Berdasarkan hasrat dan keinginan bangsa kita untuk kemerdekaan kita sendiri, maka kami dengan perantaraan Komite Nasional dan Dewan Perwakilan Rakyat kita Nieuw Guinea Raad mendorong Gobernemen Nederlands Nieuw Guinea menetapkan terhitung tanggal, 1 November 1961, (a).Bendera kami dikibarkan disamping bendera Belanda Nederland, (b).Nyanyian kebangsaan kami “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan disampin nyanyian kebangsaan Belanda “Wilhemus”.
(5) Nama tanah kami menjadi “Papua Barat”, dan
(6) Nama bangsa kami menjadi “Papua"
Atas dasar-dasar ini kami bangsa Papua menuntut untuk mendapatkan tempat kami sendiri, sama seperti bangsa-bangsa merdeka, dan diantara bangsa-bangsa itu kami bangsa Papua ingin hidup sentosa dan memelihara perdamaian dunia.
Dengan manifest ini kami mengundang semua penduduk yang mencintai tanah air dan bangsa kita Papua menyetujui manifest ini dan mempertahankannya. Oleh karena inilah satu-satunya dasar kemerdekaan bagi kita bangsa Papua.
Holandia, 19 Oktober 1961. Tertanda:
(1).W.Inury, (2).J.S. Dekeniap, (3).D. Sarwom, (4).S.L.Rumadas, (5).F.Poana, (6).T.S.Akwan, (7).A.Onim, (8).H.Jomungga, (9).F.J.S.Rumainum, (10).M.Burotabui, (11).E.Itaar, (12).F.Torey, (13).M.Suwae, (14).M.W.Kaisepo, (15).J.J.Rumbiak, (16).B.Gebse, (17).J.Jaab, (18).Th.Meset, (19).M.Ongge, (20).J.E.Bonay, (21).P.H. Jochu, (22).M.Tanggahma,(23).Iz.Menufandu, (25).H.I.Bauw, (26).M.Wai, (27).Sp.Malibela, (28).N.Jouwe, (29).T.Dansidan, (30).H.Mori Muzendi,(31).W.Giay, (31).P.Koejab, (32).Nemnay, (33).W.Zonggonao, (34).A.sefa, (35).F.Jufuway, (36).J.Matori, (37).A.J.A.Rumtuboy, (38).L.Ajamiseba, (39).E.Numbery, (40).M.Rumainum, dan 12 nama lainnya tidak dibaca dari arsip dokumen(rusak).
-------Jalan menuju kemerdekaan Papua Barat tetap terbuka, tidak ada kata tertutup-------
(Referensi:Alexander Griapon, Manifesto Politik Komite Nasional Papua, Risalah Perdebatan di Nieuw Guinea Raad 30 Oktober 1961,Tabura,2017. Wikipedia bebas, Pemahaman Uti possidetis. /Kgr)