Kamis, 31 Agustus 2023

Indonesia Kalah Dilpomasi Papua Barat Di Kawasan Regional Pasifik


Resolusi OACP Akan Menjadi Peta Jalan Penyelesaain Konflik Papua Barat.

Ulasan-by :Kristian Griapon, 31 Agustus 2023

Kedudukan MSG

Dari segi teknis hukum internasional dan hubungan antar negara, dan politik internasional, “MSG adalah Kelompok Negara- Negara yang dikategori , Negara-negara blok  (block countries),  yang dibentuk dalam kawasan sub regional pasifik selatan berdasarkan “Wilayah Geografi, Etnik dan Budaya Melanesia” dan MSG bagian yang tidak dapat dipisahkan dari organisasi induknya di tingkat regional pasifik, yang disebut Forum Kepulauan Pasifik (PIF).

MSG memiliki tujuan dan kepentingan politik yang sama, serta bertindak bersama dalam merumuskan berbagai isu  yang dihahapinya di dalam kawasan pasifk selatan, melalui  Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antar para pemimpin (kepala pemerintahan), untuk mengadopsi komunike yang menjadi kesepakatan bersama.

Komunike yang diadopsi memiliki kekuatan hukum yang mengikat semua  negara anggota MSG di dalam kawasan sub regional pasifik selatan. Dan walaupun tidak mengikat negara negara di luar MSG, namun keberadaan negara asosiasi (negara rekan) di dalam ruang lingkup protokoler MSG, secara otomatis menerima konsekuensi etis dan moral, yaitu harus menghormati dan mematuhi protokoler yang belaku di MSG.

Status asosiasi Indonesia di MSG adalah negara rekan tidak lebih dari itu, karena tidak termasuk dalam kualifikasi kenegaraan yang berada di dalam kawasan sub regional pasifik selatan, yang memiliki hubungan etnik dan budaya Melanesia, atau dengan kata lain status dari sebuah entitas yang menjadi subyek dari hukum internasional, berdasarkan pada Internasional Political Sociologi. 

MSG adalah kelompok negara-negara di dalam kawasan sub regional pasifik selatan dengan batas wilayah luarnya di pasifik barat daya, meliputi di bagian timur kepulauan Fiji dan di bagian barat Papua Barat, serta di bagian dalam kawasam regional pasifik, di bagian utara Kaledonia Barau. yang termasuk dalam  etnik dan budaya Melanesia.

Indikator Kekalahan Indonesia Dalam Diplomasi Papua Barat

Dinamika Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat telah berada dalam situasi politik kontemporer, yang sedang dimainkan lewat masyarakat regional pasifik, dan telah melebar luas ke penjuru dunia. Artinya perjuangan kemerdekaan bangsa Papua Barat telah melewati tantangan. hambatan dan rintangan yang di bangun dan dikawal ketat otoritas negara, di dalam negeri Indonesia, namun kini telah melewati tapal batas negara, memasuki zona dunia internasiaonal, yang diadvokasi dan dikawal negara-negara kepulauan pasifik (PIF).

Indikator, atau alat ukur yang menjelaskan Indonesia kalah diplomasi Papua Barat di regional pasifik, dapat diamati dari dinamika perkembangan dukungan negara terhadap situasi HAM di Papua Barat, yang diungkap sbb::


1.  Deklarasi Saralana, Port Vila Vanuatu, 6 Desember 2014, bersatunya faksi-faksi pejuang politik kemerdekaan bangsa Papua Barat ke dalam wadah politik ULMWP menjadi ujung tombak perjuangan kemerdekaan bangsa Papua Bara di dunia internasional.

 

2. ULMWP telah diakomodir ke dalam MSG melalui KTT-MSG 20 dengan status Observer, pada tanggal, 26 Juni 2015, merupakan wujud pengakuan Negara-negara Melanesia terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa Papua Barat.

3. Status observer Indonesia yang diperjuangkan untuk menjadi anggota blok MSG pada KTT-MSG 20 2015 di Kepulauan Solomon, dalam lobi intensif Delegasi Indonesia yang mengikutkan perwakilan dari 5 Provinsi bercorak budaya Melanesia Indonesia, (Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat) tidak berhasil meyakinkan para pemimpin MSG menerima Indonesis menjadi anggota blok MSG, namun diakomodir menjadi anggota asosiasi (rekan), yang sebatas hubungan ekonomi, non politik, sosial dan budaya.

.

4. KTT-MSG 21, 2018 di PNG, terjadi intervensi Indonesia yang berdampak pada penundaan pengajuan peningkatan status ULMWP dari observer menjadi anggota blok MSG (full member).


5. Isu sensitif kejahatan kemanusiaan di Papua Barat yang tidak diakomodir pada KTT 21, 2018 di PNG,.menjadi isu yang berkembang diluar kontrol Indonesia, setahun kemudian masuk dalam agenda KTT-PIF 50, 2019 di Tuvalu, lewat delegasi Vanuatu di dukung NGO dan masyarakat sipil Pasfik, berhasil melobi dan medorong isu kejahatan kemanusiaan di Papua Barat menjadi item berdiri sendiri didalam komunike bersama para pemimpin Pasifik dan diajukan dalam KTT-OACP 2019 di Nairobi Kenya pada tanggal, 9-10 Desember 2019, dan disambut oleh semua pemimpin negara dan kepala pemerintahan menjadi resolusi.OACP 2019 Nairobi, tentang situasi HAM di Papua Barat dan mencari jalan penyelesaiannya..


6. Menindak lanjuti Resolusi OACP 2019, Dewan Menteri OACPS, pada Sidang ke- 111 yang diadakan secara virtual pada 14, 15 dan 17 Desember 2020, di bawah kepresidenan HE. Prof. Palamagamba John Ai dan HE. Mwaluko Kabudi, Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Afrika Timur, Republik Bersatu Tanzania , mengadopsi Keputusan Nomor. 9, “Keputusan tentang situasi Hak Asasi Manusia di Papua Barat”, yang mengacu pada Resolusi Nomor. 3, Sidang ke- 110 Dewan Menteri di Nairobi, Kenya pada 7 Desember 2019.


7. Pada pertemuan di Brussels, 1 September 2021/OACPS, melalui Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-negara Afrika, Karibia dan Pasifik (OACPS), HE. Georges Rebelo Pinto Chikoti menyatakan, sesuai dengan Keputusan Dewan Menteri OACPS pada Sidang ke -111, pada Desember 2020, telah menyampaikan melalui surat tertulis kepada Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (UNHCHR) atas nama OACPS, yang isinya, mengeluarkan Pernyataan tentang implementasi Keputusan.OACP tentang situasi HAM di Papua Barat.

 

8. Pada KTT-MSG 22, 2023 di Vanuatu, disimak dari pernyataan dua Perdana Menteri (PM):

Pertama Pernyataan PM Papua New Guinea, masalah Papua Barat akan diangkat ke Forum Kepulauan Pasifik, karena telah menjadi kewenangannya. Dan Indonesia dikenakan moratorium atas kedudukannya sebagai anggta asosiasi di MSG guna membuka jalan kunjungan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengujungi wilayah Papua Barat.

Kedua, Pernyataan PM Kepulauan Solomon mendesak Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia segera mengunjungi Papua Barat berdasarkan Resolusi PFI Tuvalu 2019.

Menyimak bahasa dalam politik internasional yang diungkapkan Sekjen OACP, HE. Georges Rebelo Pinto Chikoti: “OACPS mengakui bahwa Indonesia menjalankan kedaulatan penuh atas provinsi Papua Barat, namun Sekjen Chikoti, menegaskan kembali komitmen yang tak tergoyahkan dari Oacps, tentang Hak Asasi Manusia, supremasi hukum dan prinsip-prinsip demokrasi, yang harus ditegakkan di Papua Barat", wasalam. (Kgr)

Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.

Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...