Status Papua Barat Dalam Hukum Perjanjian Internasional
Sebuah Ulasan:-Oleh: Kristian Griapon, Agustus 28, 2024
Status wilayah Papua Barat adalah daerah sengketa kekuasaan setelah perang dunia ke-2, antara Negara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda, sehingga penyelesaiannya harus melalui perjanjian internasional, dan pelaksanannya yang disebut New York Agreement, 15 Agustus 1962, dibawah hukum perjanjian internasional. Dan Wilayah Papua Barat diberi tanggungjawab dan kewenangan pengelolaan kekuasannya kepada negara anggota PBB Indonesia, menjalankan administrasi PBB dan mempersiapkan penentuan nasib sendiri bangsa Papua Barat sesuai dengan klausul perjanjian New York, 15 Agustus 1962.
Seharusnya suatu wilayah tidak berpemerintahan sendiri seperti Papua Barat, yang menjadi wilayah sengketa kekuasaan antar negara Indonesia dan Kerajaan Belanda, setelah mengadakan perjanjian internasional statusnya harus berada dibawah pengawasan Dewan Perwalian PBB, sesuai dengan aturan dasar PBB yang termuat dan tertera dalam piagam PBB Bab XII dan XIII.
Perjanjian Internasional antara Indonesia dan Belanda menghendaki penyelesaian sengketa Papua Barat dan pelaksanaan penentuan nasib sendiri bangsa Papua Barat diluar pengawasan Dewan Perwalian PBB, ditangani langsung dibawah kewenangan dan tanggung jawab Sekjen PBB berdasarkan Resolusi MU-PBB 1752 (XVII), 21 September 1962. Dan sekjen PBB menyerahkan tanggungjawanya kepada Indonesia, negara anggota PBB yang di percayakan menjalankan administrator PBB di Papua Barat, mempersiapkan penentuan nasib sendiri bangsa Papua Barat pada tahun 1969 (sesuai dengan klausul perjanjian New York, 15 Agustus 1962, artikel II s/d VIII).
Indonesia menjadi negara anggota PBB secara otomatis (ipso facto) menjadi pihak pada statuta mahkamah Internasional (ICJ) berdasarkan pasal 93 ayat (1) piagam dasar PBB, serta sebagai administrator PBB yang menjalankan kewajiban internasional di Papua Barat, telah melanggar klausul perjanjian yang dibuatnya dalam pelaksaan Act of Free Choice 1969. Oleh karena itu, berdasarkan pasal 93 ayat (1) dan pasal 103 piagam dasar PBB, Indonesia dapat diminta pertanggungjawaban melalui Majelis Umum PBB dan, atau Mahkamah Internasional berdasarkan negara..
Resolusi MU;PBB 1752 (XVII), 21 September 1962 mempunyai kekuatan hukum tetap dalam hukum perjanjian internasional, sehingga New York Agreement, 15 Agustus 1962 menganulir/membatalkan perjanjian-perjanjian lainnya. Dengan diratifikasi New York Agreement melalui Resolusi MU-PBB 1752 (XVII), 21 September 1962, maka berlakulah prinsp-prinsip perjanjian internasional, diantaranya "Facta Sunt Serpanda" yaitu hak dan kewajiban semua pihak dalam perjanjian internasional yang harus ditaati untuk diakukan atau dijalankan, dan pelanggarannya akan dikenakan konsekuensi sesuai hukum internasional yang belaku.
Nah pelanggaran PEPERA 1969 termasuk dalam pelanggaran prinsip=prinsip perjanjian internasional, dan penyelesaiannya berdasarkan negara melalui yuridiksi mahkamah internasional (ICJ).
Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.