Sabtu, 26 Agustus 2023

Dinamika Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat Telah Berada Dalam Situasi Politik Kontemporer Yang Sedang Dimainkan Lewat Masyarakat Regional Pasifik.


By: Kristian Griapon, 26 Agustus 2023

Tulisan ini penulis menanggapi opini pengamat lokal Papua maupun nasional Indonesia, tentang walks out delegasi Indonesia di KTT-MSG 22, 2023 di Vanuatu, dan juga merespons permintaan pengguna FB atas pandangan penulis, tentang  proposal ULMWP untuk menjadi anggota penuh tidak dijawab oleh para pemimin negara-negara MSG dalam KTT-MSG 22, 2023 di Vanuatu

Tanggapan Untuk Opini Pengamat Lokal/Nasional

https://www.odiyaiwuu.com/2023/08/24/papua-bukan-timor/?fbclid=IwAR1T0i--zHLyJxYOq5PuZcVjQ_jHR85TWkX1FLlAfi8Wnjli6OG3wPiIJ0M

https://news.detik.com/berita/d-6893200/benny-wenda-bicara-di-forum-melanesia-internasional-delegasi-ri-walk-out

Pertama, Penulis mencermati, bahwa telah terjadi “Kerancuan Berpikir Untuk Tujuan Propaganda Publik Melalui Media Pro Indonesia”, yang sifatnya mendisinformasi sebuah fakta kebenaran yang sedang diperjuangkan oleh Bangsa Papua Barat.

Bahwa kerancuan atau kekeliruan dalam menafsir hukum internasional terhadap suatu masalah internasional, terjadi karena subtansi masalahnya tidak dikaji secara bersistem, artinya, tidak hanya melihat masalahnya saja, namun harus mengkaji latar belakang sebab akibat yang menimbulkan masalah dari berbagai aspek yang bersentuhan langsung dengan masalah dimaksud.

jika masalah Papua Barat disamakan dengan Taiwan wilayah semi negara yang mempunyai hubungan sejarah masa lalu dengan Tiongkok daratan (China), masalahnya tidak relevan, alias tidak nyambung untuk disamakan dengan masalah Papua Barat dengan Indonesia. Terkecuali masalah Papua Barat dapat dihubungkan dengan daerah otonom China Xinjiang, yang mayoritas penduduknya beretnis Uighur. Karena subtansi masalahnya ada kesamaan,  yaitu, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh otoritas negara.

Kedua, Pernyataan Papua Barat bukan Timor Leste. 

Memang benar, Papua Barat adalah Papua Barat, dan Timor Leste adalah Timor Leste,  dua wilayah geografi yang secara etnik dan budaya berbeda dan terpisah dari Melayu Jawa maupun melayu nusantara yang membentuk Negara Republik Indonesia. Dikaji berdasarkan prinsip hukum internasional “erga omnes”

“Subtansi Masalah Orang-orang Papua Barat dibawah Otoritas Negara Republik Indonesia dengan Orang-orang Timor Leste sebelum merdeka dari Indonesia sama, yaitu dua bangsa belum merdeka, yang memiliki hak menentukan nasib sendiri”.

Status Wilayah Timor leste  beda  dengan status wilayah Papua Barat berdasarkan hukum internasional.

Timor Leste daerah bekas koloni Portugal yang diinvasi militer Indonesia dan tidak menjadi daerah sengketa setelah perang dunia ke-2 antara Portugal dan Indonesia. Sehingga Timor Leste masuk dalam kategori daerah dekolonisasi, yang proses penentuan nasib sendiri melalui panitia khusus dekolonisasi PBB.

Sedangkan status wilayah Papua Barat adalah daerah sengketa kekuasaan setelah perang dunia ke-2, antaran Negara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda. Sehingga penyelesaiannya harus melalui perjanjian internasional  yang disebut New York Agreement, 15 Agustus 1962, dibawah hukum perjanjian internasional. Dan Wilayah Papua Barat diberi tanggungjawab dan kewenangan pengelolaan kekuasannya kepada negara anggota PBB Indonesia, menjalankan administrasi PBB dan mempersiapkan penentuan nasib sendiri bangsa Papua Barat sesuai dengan klausul perjanjian.

Seharusnya suatu wilayah tidak berpemerintahan sendiri seperti Papua Barat, yang menjadi sengketa kekuasaan antar negara Indonesia dan Kerajaan Belanda, setelah mengadakan perjanjian penyelesaianya melalui perjanjian internasional, statusnya harus berada dibawah pengawasan Dewan Perwalian PBB, sesuai dengan aturan dasar PBB yang termuat dan tertera dalam piagam PBB Bab XII dan XIII.

Perjanjian Internasional antara Indonesia dan Belanda menghendaki penyelesaian sengketa Papua Barat dan pelaksanaan penentuan nasib sendiri bangsa Papua Barat diluar pengawasan Dewan Perwalian PBB, ditangani langsung dibawah kewenangan dan tanggung jawab Sekjen PBB. Dan sekjen PBB menyerahkan tanggungjawanya kepada Indonesia, negara anggota PBB  yang di percayakan menjalankan administrator PBB di Papua Barat, mempersiapkan penentuan nasib sendiri bangsa Papua Barat pada tahun 1969 (sesuai dengan klausul perjanjian New York, 15 Agustus 1962, artikel II s/d VIII).

Indonesia menjadi negara anggota PBB secara otomatis (ipso facto) menjadi pihak pada statuta mahkamah Internasional (ICJ) berdasarkan pasal 93 ayat (1) piagam dasar PBB, serta sebagai administrator PBB yang menjalankan kewajiban internasional di Papua Barat, telah melanggar klausul perjanjian yang dibuatnya dalam pelaksaan Act of Free Choice 1969. Oleh karena itu, berdasarkan pasal 93 ayat (1) dan pasal 103 piagam dasar PBB, Indonesia dapat diminta pertanggungjawaban melalui Majelis Umum PBB dan, atau Mahkamah Internasional berdasarkan negara.

Tangapan Posisi ULMWP di MSG 

ULMWP sebagai ujung tombak perjuangan kemerdekaan bangsa Papua Barat menjadi full member MSG atau tidak bukan tujuan akhir dari perjuangan kemerdekaan bangsa Papua Barat, yang terpenting dan perlu dicatat, bahwa kedudukan ULMWP sebagai Observer di dalam blok organisasi negara-negara MSG adalah symbol pengakuan terhadap wilayah dan orang-orang Papua Barat  bagian integral dari Bangsa-bangsa Melanesia yang mendiami kawasan pasifik selatan.

Secara politik internasional dalam hubungan antar negara, Indonesia telah mengadakan hubungan bilateral dengan tiga negara anggota MSG, yaitu,  PNG, Fiji dan Kepulauan Solomon yang didasari atas asas non intervensi masalah dalam negeri masing-masing negara. Dan selain itu, keterlibatan langsung Indonesia dalam MSG sebagai anggota asosiasi dan memberikan kontribusi finansial dalam mendukung organisasi MSG, menjadi pertimbangan tersendiri atas keluhan Indonesia terhadap posisi ULMWP di MSG. Namun demikian para pemimpin MSG tetap konsisten mengakomodir berbagai masalah dikawasan Melanesia, termasuk masalah Papua Barat yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab internasionalnya.

Dillihat dari kacamata politik internasional, bahwa para pemimpin MSG mencermati masalah Papua Barat adalah masalah kawasan regional Pasifik, sehingga masalahnya harus diangkat lewat Forum Kepulauan Pasifik (PIF) untuk dicari jalan penyelesaiannya melalui pendekatan persuasif, atau dengan cara damai, dan mengungkap akar masalah, mencari jalan penyelesaiananya yang berprinsip pada piagam dasar PBB Bab VIII.

Jadi Orang-orang Papua Barat jangan berkecil hati apabila keanggotaan penuh di MSG ditunda atas pertimbangan rasional para pemimpin MSG, dan Indonesia jangan berbesar hati merasa unggul dalam percaturan politik kepentingannya di MSG, karena masalah Kejahatan Kemanusiaan di Papua Barat telah menjadi tematik HAM PBB berdasarkan Negara atas dasar Resolusi PIF Tuvalu, 2019 dan diperkuat Resolusi ACP Nairobi, 2019, wasalam.(Kgr)

Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.

Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...