https://riaupos.jawapos.com/nasional/09/04/2021/248740/papua-akan-jadi-enam-provinsi.html
By:
Kristian Griapon, Januari 20, 2022
Otonomi Khusus yang
diberlakukan untuk Wilayah Geografi New Guinea Bagian Barat diluar terminologi
otonomi, artinya diluar standar otonomi yang benar menurut praktek internasional,
yang selama ini diterapkan terhadap sebuah wilayah geografi di luar kedaulatan
sebuah negara yang menjadi daerah kontrol dibawah tanggung jawab negara yang
mengelolanya. Sehingga Wilayah New Guinea Bagian Barat tidak bisa disamakan
dengan daerah otonom yang menjadi bagian sub entitas nasional Indonesia
(Melayu).
Otonomi Khusus Papua
yang diterapkan di wilayah geografi New Guinea Bagian Barat, dapat dipahami
sebagai bentuk kamuplase (tameng) politik kekuasaan Jakarta, untuk mengelabui
sorotan masyarakat internasional terhadap kewajiban konstitusional
internasional yang tertuang dalam poin dua (2) Resolusi PBB 2504 (XXIV)
tertanggal, 19 November 1969, tentang Pembangunan Soial-Ekonomi di Wilayah
Geografis New Guinea Bagian Barat, yang menjadi tanggung jawab Negara Republik
Indonesia sebagai negara pengelola.
Pemekaran daerah otonom
baru merupakan perluasan tata kelola administrasi negara Republik Indonesia di
wilayah Geografi New Guinea Bagaian Barat, wilayah pendudukan Indonesia yang
dikenal dengan nama Papua Barat. Langkah itu adalah untuk tujuan politik dan
ekonomi dibawah kendali kekuasaan Jakarta yang adalah Pengelola Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), sehingga langkah itu bukan untuk mensejahterakan
Pribumi Papua, karena inkasinya jelas, yaitu menggunakan pendekatan intelijen
bukan pendekatan akademisi (ilmiah), dalam arti lebih mengutamakan tujuan
kepentingan politik dan ekonomi kekuasaan Jakarta, dari pada kesejahteraan
Pribumi Papua.
Berdasarkan pengamatan
dari kenyataan masa lalu sejak Negara Republik Indonesia mengambil alih
kekuasaan atas wilayah geografi New Guinea Bagian Barat dari PBB (UNTEA) pada 1
Mei 1963, bukannya membangun sosial-ekonomi Pribumi Papua, namun memperpuruk
keadaan, atau dengan kata lain mencipakan “kondisi tidak aman dan
marginalisasi” terhadap Pribumi Papua di wilayah geografi New Guinea Bagian
Barat.
Pemekaran Daerah Otonom
Baru (DOP) di wilayah geografi New Guinea Bagian Barat telah memperlemah
keberadaan penduduk asli Papua yang adalah masyarakat adat yang masih
mempertahankan hidupnya pada system budaya lokalnya dan memberi ruang hidup
bagi para migran non Papua yang susah hidup di daerah asalnya.
Dikaji dari makro
sektoral atau berdasarkan kontribusi sektor-sektor produksi dalam membentuk
Produk Domestik Bruto (PDB) guna pendapatan negara (APBN), Wilayah Geografi New
Guinea Bagian Barat merupakan salah satu wilayah yang mempunyai potensi ekonomi
terbesar, menyimpan berbagai sumber daya ekonomi, terutama mineral dan migas,
perairan dan perhutanan, serta nilai ekonomis tanah, yang mempunyai nilai jual
tinggi kepada para Insvestor baik itu dalam negeri maupun luar negeri, guna
meningkatkan kontribusi PDB dalam upaya mengatasi kesenjangan perekonomian
Negara yang sedang terjadi, yaitu “Pembelanjaan (pengeluaran) Negara lebih
besar dari pada Pendapatan Negara (NI)”, terutama untuk menutup beban utang
luar negeri Indonesia.
Tidak ada pilihan lain
bagi Jakarta, sehingga suka atau tidak suka bagi pribumi Papua, dua kebijakan
strategis Otonomi Khusus (OTSUS) dan Pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) harus
diterapkan oleh Jakarta, bagian dari langkah strategis untuk mendukung dan
menyelamatkan perekonomian Negara yang sedang berada pada posisi defisit,
indikatornya jelas posisi keuangan Negara sangat tergantung pada utang luar
negeri, wasalam.(Kgr)
Penulis adalah Aktivis
Pemerhati Masalah Papua Barat.