By: Kristian Griapon, Mei 22, 2023
PBB Salah Menangani Sengketa Wilayah Geografi Papua Barat antara Indonesia-Belanda melalui resolusi majelis umum PBB 1752 (XVII) 21 September 1962, akibatnya terjadi Act of Free Choice Kontroversial 1969 di Papua Barat, melanggar hak pilih bangsa Papua Barat dan ditindak lanjuti melalui resolusi majelis umum PBB 2504 (XXIV), 19 November 1969, membawa Papua Barat ke dalam “Extraterritorial Jurisdiction (EJT)” dibawah Kontrol Pemerintah Republik Indonesia.
Definisi Extraterritorial Jurisdiction, yaitu, Ditujukan pada “Kemampuan hukum suatu pemerintah dalam menjalankan otoritas di wilayah yang menjadi daerah kontrolnya, telah melebihi batas normal kekuasaan (kewenangan) negara”.
Papua Barat di kategori extraterritorial jurisdiction diperjelas oleh berbagai kebijakan pemerintah Repulik Indonesia yang kontroversial di Wilayah Papua Barat, yang paling menonjol adalah kebijakan otonomi khusus untuk wilayah Papua Barat yang dibuat sepihak melanggar hak-hak Sipol dan Ekosob penduduk asli Papua, serta penggunaan alat pertahanan negara (militer) Indonesia yang berlebihan di wilayah Papua Barat diluar prosedur hukum yang berlaku di Indonesia oleh rezim yang berkuasa, selain itu melabeling perlawanan orang asli Papua Barat dengan sebutan terorisme, tanpa melalui proses edukasi politik yang baik dan benar, sebagaimana yang telah dirumuskan dan diperjelas oleh Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI).Meliputi empat akar masalah, yaitu, kegagalan pembangunan, marjinalisasi dan diskriminasi orang asli Papua, kekerasan negara dan tuduhan pelanggaran HAM, serta sejarah dan status politik wilayah Papua.
Papua Barat telah salah diartikan menurut narasi pribadi oleh berbagai kalangan di Indonesia, dengan menggunakan kedok resolusi majelis umum PBB 2504, menyatakan Papua Barat sudah final didalam NKRI.
Sebenarnya take notes yang sifatnya dispositif dari majelis umum PBB dalam bentuk resolusi PBB 1752 yang mengaplikasikan New York Agreement 15 Agustus 1962, diserah terimakan pada sidang ke-24, 21 September 1962 dari majelis umum PBB kepada Sekjen PBB, yang kemudian diserah terimakan kembali kepada Indonesia melalui resolusi PBB 2504 oleh majelis umum PBB pada sidang ke 24, 19 September 1969. Mengapa diserahkan kembali? Itu artinya masalah Papua Barat belum dieksekusi (executory), menjadi keputusan akhir PBB, seperti penyelesaian konflik Timor-Timur melalui referendum dibawah standar hukum kebiasaan internasional.
Yang perlu dicatat Papua Barat beda dengan daerah konflik lainya di dalam NKRI. Papua Barat berdasarkan resolusi PBB 448 1950, statusnya sama dengan Timor-Timur, wilayah di luar Pengakuan Negara Kerajaan Belanda atas Kemerdekaan Negara Federasi Republik Indonesia Serikat yang kini dijelma menjadi NKRI, dan MoU Helsinki 15 Agustus 2005 antara Indonesia-GAM, beda dengan New York Agreement 15 Agustus 1962 antara Indonesia-Belanda, ditinjau dari kedudukan kekuatan hukum internasionalnya dibawah hukum perjanjian internasional.
Papua Barat kapan saja bisa diintervensi oleh PBB, atas dasar EXTRATERRITORIAL JURISDICTION yang berdampak pada meningkatnya perlawanan penduduk asli Papua Barat, baik itu melalui perlawanan bersenjata di dalam negeri, maupun perlawanan politik di dunia internasional dan juga kejahatan kemanusiaan yang terjadi secara sistimatis dan meluas di Wilayah Geogafi Papua Barat.
Kata Kunci: "Perlawanan Bangsa Papua Barat yang semakin kuat dan meningkat, akan memperlemah kedudukan dari kekuatan hukum resolusi PBB 2504, yang adalah politik internasional uji coba PBB membangun sosial ekonomi di wilayah terbelakang Papua Barat, melalui negara mandat Indonesia". Jadi resolusi PBB 2504 dapat dicabut hanya melalui perlawanan Bangsa Papua Barat, wasalam.(Kgr).