DUA MOMENTUM KEJADIAN PENTING BANGSA PAPUA BARAT, MENJADI LANDASAN STRATEGIS PERJUANGAN MENUJU HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI.
By : Kristian Griapon, 19 Feb 2019.
Menjadi pertanyaan misteri, apakah angka 25 menjadi angka keberuntungan bagi orang asli Papua?
Dua momentum kejadian penting menjadi landasan strategis perjuangan
bangsa Papua menuju hak penentuan nasib sendiri. Setelah tanggal, 25
Januari 2019, dibawah kawalan Vanuatu, ketua ULMWP Benny Wenda atas nama
rakyat papua Barat menyerahkan petisi 1,8 juta tanda tangan orang asli
Papua “Gugatan PEPERA 1969” kepada Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi
Manusia di Jenewa, Swiss. Dan sebulan kemudian pada tanggal, 25 Februari
2019 yang akan datang, akan diumumkan pendapat hukum internasional
tentang status Papua Barat yang dihubungkan dengan PEPERA 1969, di Den
Haag, Belanda. Dua kejadian penting di satu benua, di dua negara yang
terpisah.
SIARAN PERS: pada hari Senin 25 Februari 2019 pukul 3
sore (Den Haag), # ICJ akan memberikan Pendapat Penasihatnya sehubungan
dengan Konsekuensi Hukum dari Pemisahan Kepulauan # Chagos dari
Mauritius pada tahun 1965 https: // bit.ly/2DRLXXt . Tonton langsung di @ UNWebTV. (Ralph.Regenvanu-Twitter-06.00 - 15 Feb 2019).
Pendapat Penasihat Hukum ICJ, terakomodir masalah Papua Barat yang
telah diajukan bersamaan status Mauritius pada, Kamis 6 september 2018.
Masing-masing Mr.Robert McCorquodale (Vanuatu) memohon pendapat hukum
mengenai Chagos dari Mauritius kasus tahun 1965, dan Ms.Jennifer
Robinson (Vanuatu) memohon pendapat hukum mengenai status Papua Barat
kasus PEPERA tahun1969.
Skenario efek atau dengan kata lain
dampak yang berkembang dari keputusan pendapat hukum internasional
tentang masalah status Papua Barat yang dihubungkan dengan PEPERA tahun
1969, akan mempengaruhi kredibilitas Indonesia di kancah dunia
Internasional, dan memposisikan Vanuatu sebagai salah satu negara di
dunia yang diperhitungkan dalam diplomasi politik luar negeri.
Keputusan pendapat hukum internasional yang dikeluarkan ole
International Court of Justice (ICJ), akan menjadi dasar rujukan Vanuatu
untuk mendaftarkan masalah ‘Dekolonisasi Papua Barat’ di Komite
Dekolonisasi PBB melalui sidang Majelis Umum PBB.
Dua langkah
strategi politik luar negeri Vanuatu untuk mendukung perjuangan
kemerdekaan bangsa Papua Barat melalui pintu dekolonisasi PBB.
OPINI YURIS PAPUA BARAT, DIADOPSI DELEGASI VANUATU DALAM KASUS KEPULAUAN CHAGOS
AKHIR PERTIKAIAN KEKAISARAN KEPULAUAN CHAGOS
Meskipun Inggris mengatakan akan menyerahkan pulau-pulau itu kembali ke
Mauritius ketika mereka tidak lagi diperlukan untuk tujuan pertahanan,
pemerintah Mauritius tampaknya kehilangan kesabaran.
Baru-baru ini memulai kampanye diplomatik untuk memenangkan dukungan internasional untuk kepulangan kepulauan itu.
Tahun lalu, Inggris mengalami kekalahan memalukan di majelis umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa ketika banyak anggota memberikan suara untuk
mengirim masalah tersebut ke ICJ di Den Haag.
Menjelang
pemungutan suara itu - di mana sekutu tradisional Eropa Inggris,
termasuk Prancis dan Jerman, memilih untuk abstain - Mr Johnson dituduh
memanggil perdana menteri Mauritius.
"Setelah pemungutan suara
Brexit, dukungan untuk Inggris runtuh," kata Philippe Sands, pengacara
Inggris yang mewakili Mauritius.
"Inggris telah jatuh dari
alasnya. Saya pikir kita melihat sebuah cerita di sini tentang ... akhir
kekaisaran dan akhir kolonialisme di sebagian kecil Afrika di Samudra
Hindia, bertepatan dengan momen ketika [Britania] tampaknya menjadi
berbalik ke dalam. "
Kasus Chagossians, yang berdampak pada peninjauan hukum internasional
melalui pendapat hukum International Court of Justice (ICJ) adalah
masalah “Integritas Wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri dan
batas-batas wilayah jajahan sebelum wilayah itu diberi kemerdekaan oleh
negara penjajah (Uti Possidetis)”.
Republik of Mauritius adalah
negara kepulauan yang terletak di barat daya samudera Hindia termasuk
dalam kaukus negara di Afrika Timur, negara ini termasuk dalam negara
condominium (jajahan Perancis dan jajahan Inggris) seperti Vanuatu.
Pada awal September 2018, digelar kasus Pendapat Hukum Internasional
tentang kepulauan Chagos yang menjadi sengketa Mauritius-Inggris. Kasus
ini, menyeret berbagai wilayah bermasalah di dunia dalam pendapat hukum
(Opinio yuris), diantaranya: Papua Barat (Indonesia), Namibia (Afrika
Selatan), Sahara Barat (Spanyol),dan Palestina (Israel).
Kepulauan Chagos adalah tujuh atoll yang terdiri lebih dari 60 pulau
tropis di Samudra Hindia yang terletak sekitar 500 kilometer di sebelah
selatan Maladewa. Gugusan kepulauan ini merupakan kepulauan paling
selatan di Bubungan Chagos-Lakadewa yang merupakan pegunungan bawah laut
terpanjang di Samudra Hindia.[1]
Secara resmi kepulauan ini
merupakan bagian dari Teritori Samudra Hindia Britania. Kepulauan ini
pernah menjadi tempat tinggal orang Chagos yang menuturkan bahasa Kreol
Chagos. Mereka merupakan keturunan budak yang dibawa ke kepulauan
tersebut oleh Prancis, tetapi mereka dipaksa pindah oleh pemerintah
Britania Raya dari tahun 1967 hingga 1973 agar Amerika Serikat dapat
mendirikan pangkalan militer di Diego Garcia, pulau terbesar di
Kepulauan Chagos. Semenjak tahun 1971, hanya atoll Diego Garcia yang
dihuni oleh manusia, dan para penghuninya hanyalah personil militer dan
petugas yang berwenang.
Kedaulatan Kepulauan Chagos
dipersengketakan oleh Britania Raya dan Mauritius. Britania Raya
memisahkan kepulauan ini dari Mauritius tiga tahun sebelum kemerdekaan
negara tersebut.
Tersingkir dari tanah air sendiri tentu seperti
tercerabut dari budaya leluhur. Setelah tiga dasawarsa (>30tahun)
terusir, penduduk kepulauan Chagos di Samudra Hindia kini dapat kembali
ke tanah leluhur mereka. Keputusan Pengadilan Tinggi Inggris, Jumat
(3/11/2000) memberi hak untuk kembali menempati tanah mereka.
Awal terusirnya penduduk yang wilayahnya terletak di antara Samudra
Hindia, Asia Tenggara, serta Afrika ini, terjadi 1960. Pada saat perang
dingin mencapai puncaknya, Perdana Menteri Inggris saat itu, Harold
Wilson melakukan kesepakatan rahasia dengan Presiden Amerika Serikat,
Lyndon B. Johnson. Isi kesepakatan tersebut berupa izin kepada AS untuk
mendirikan pos militer besar di pulau Diego Garcia, salah satu dari
kepulauan Chagos.
Konsekuensi kesepakatan tersebut, antara tahun
1967 hingga 1973 terjadi relokasi besar-besaran seluruh penduduk
kepulauan Chagos. Sebagian penduduk ditransmigrasikan ke Seychelles dan
sebagian besar ke pulau Mauritius. Pemerintah Inggris melarang penduduk
kembali ke tempat semula tanpa izin. Para penduduk secara yuridis masih
tercatat sebagai warga negara Inggris.
Putusan pengadilan tersebut mempersulit posisi pemerintah Inggris karena masih terikat kontrak tiga dasawarsa silam dengan AS.
OPINI YURIS PAPUA BARAT
Dalam argumentasi pendapat penasehat hukum internasional delegasi
Vanuatu yang disampaikan oleh dua penasehat hukum masing-masing:
Mr.McCorquodale dan Ms.Robinson, teradopsi pendapat hukum (opini yuris)
tentang Papua Barat yang disetarakan dengan kasus Kepulauan Chagos.
Opini yuris MR.McCorquodale yang disampaikan dalam paragraf (25) lembaran pendapat hukum menyatakan:
25. Britania Raya juga berusaha menimbulkan rasa takut bahwa keputusan
ini dalam pendapat ini akan berdampak pada prinsip uti possidetis37. Ini
adalah penyerahan Vanuatu bahwa integritas teritori dari wilayah yang
tidak berpemerintahan sendiri tidak boleh digabung dengan prinsip 33
Lihat UNGA res. 108 (II) “Penerimaan Yaman dan Pakistan ke Keanggotaan
di Perserikatan Bangsa-Bangsa” (A / RES / 108 (II) tanggal 30 Desember
1947) (mengakui Pakistan sebagai Anggota baru Perserikatan
Bangsa-Bangsa); UNGA res. 448 (V) “Pengembangan Pemerintahan Sendiri di
Wilayah yang Tidak Memerintah Sendiri” (A / RES / 448 (V) tanggal 12
Desember 1950) (tentang kemerdekaan Indonesia). Memang, UNGA res. 448
dari 29 Juni 1950 secara khusus menyebutkan bahwa Papua Barat (saat itu
disebut Netherlands New Guinea) akan tetap menjadi koloni Belanda
setelah kemerdekaan Indonesia. Majelis Umum mencatat "komunikasi
tertanggal 29 Juni 1950 dari Pemerintah Belanda di mana dinyatakan bahwa
Belanda tidak akan lagi menyajikan laporan sesuai dengan Pasal 73 (e)
tentang Indonesia dengan pengecualian Papua Barat" (penekanan
ditambahkan). Resolusi tersebut juga meminta agar “Komite Khusus
Informasi yang ditransmisikan berdasarkan Pasal 73 (e) Piagam untuk
memeriksa informasi tersebut yang mungkin dikirimkan di masa depan
kepada Sekretaris Jenderal [dalam kaitannya dengan wilayah
non-pemerintahan di Papua Nugini ] dan melaporkannya ke Majelis Umum ”.
Ini secara eksplisit mengakui bahwa Belanda harus terus melaporkan
sesuai dengan Pasal 73 (e) Piagam PBB tentang Papua Barat, mengakui
Papua Barat sebagai wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri. 34 Lihat
mis. StAU, parag. 74-128; StMU, paras. 6.20-6.38. 35 Pengajuan lisan
dari Belize: CR 2018/23, hlm. 11, para. 17 (Juratowitch). 36 UNGA res.
2066 (XX) “Pertanyaan Mauritius”, A / RES / 2066 (XX) tanggal 16
Desember 1965) (menyesalkan kegagalan administrasi yang mengelola untuk
sepenuhnya mengimplementasikan resolusi 1514 sehubungan dengan Kepulauan
Chagos). 37 Lihat mis. StGB, paragraf. 8,29 dan seq., 9.18; StMU, para.
6.58. - 35 - uti possidetis. Uti possidetis adalah prinsip yang
menyangkut pemeliharaan batas-batas kolonial pada saat kemerdekaan
wilayah kolonial. Ini tidak menyangkut batas-batas sah suatu wilayah
kolonial sebelum menjadi Negara atau menggunakan hak untuk menentukan
nasib sendiri. Karenanya, penerapan uti possidetis terhadap perbatasan
Mauritius pada kemerdekaan pada tahun 1968 tidak dapat diterapkan,
karena batas tersebut didasarkan pada divisi yang melanggar hukum pada
tahun 1965 dari batas kolonialnya oleh Inggris, yang bertentangan dengan
integritas teritorial wilayah kolonial .(Translat:Kgr)
Opini yuris yang disampaikan Ms.Robinson dalam paragraf (13, 14, dan 16) lembaran pendapat hukum menyatakan:
13. Dalam hal ini, Vanuatu ingin menyampaikan keprihatinannya, bahwa Amerika Serikat dalam upaya untuk berargumen
bahwa tidak ada aturan hukum kebiasaan internasional, mengutip kasus
Papua Barat. Pada tahun 1962, Papua Barat adalah wilayah tanpa
pemerintahan sendiri yang dikenal sebagai Netherlands New Guinea.
14. Vanuatu ingin mengklarifikasi, bahwa Perjanjian 1962 di mana Belanda
Nugini dipindahkan dari Belanda pertama, ke administrasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan kemudian ke administrasi Indonesia mensyaratkan
bahwa penduduk Papua Barat akan memiliki kesempatan untuk
mengekspresikan mereka kebebasan memilih apakah akan berintegrasi dengan
Indonesia atau menjadi mandiri48. Perjanjian itu, yang dicatat oleh
Majelis Umum dalam resolusi 175249, mensyaratkan konsisten dengan
hukum kebiasaan internasional bahwa kebebasan akan dipastikan dengan
hak pilih universal dari penduduk wilayah tersebut, sesuai dengan
praktik internasional50.
16. Telah diterima oleh Pengadilan ini
dalam kasus Timor Timur, bahwa merupakan prinsip erga omnes bahwa
orang-orang di wilayah yang tidak memerintah sendiri adalah “bangsa”
untuk keperluan hak untuk melihat perjanjian antara Republik Indonesia.
dan Kerajaan Belanda Mengenai Papua Nugini Barat (Irian Barat), 15
Agustus 1962, 437 UNTS 273. Perjanjian tersebut menyatakan dalam Pasal
XVIII bahwa salah satu tujuannya adalah “untuk memberi orang-orang di
wilayah tersebut kesempatan untuk menggunakan kebebasan pilihan ", yang
akan didasarkan pada" (d) kelayakan semua orang dewasa, pria dan wanita,
bukan warga negara asing untuk berpartisipasi dalam tindakan penentuan
nasib sendiri yang akan dilakukan sesuai dengan praktik internasional ".
49 UNGA res. 1752 (XVII), “Perjanjian antara Republik Indonesia dan
Kerajaan Belanda tentang West New Guinea (Irian Barat)”, A / RES / 1752
(XVII) pada 21 Sep 1962. Majelis Umum “mencatat” perjanjian antara
Belanda dan Indonesia. 50 AS mengakui bahwa pemungutan suara tidak
dilakukan sesuai dengan proses demokrasi: lihat StUS, para. 4,71, dan
khususnya fn.
180. - 40 - penentuan nasib sendiri51.(Translate:Kgr)
PAPUA BARAT DISEJAJARKAN DALAM KASUS PENDAPAT HUKUM KEPULAUAN CHAGOS DI ICJ
Papua Barat masalahnya terpisah, namun disejajarkan dalam Pendapat
Hukum International Court of Justice, tentang Kepulauan Chagos yang
menjadi sengketa Mauritius – Inggris.
Dan jika termohon pendapat hukum delegasi Mautirius dikabulkan oleh
International Court of Justice, maka pintu dekolonisasi PBB terbuka, dan
akan bermunculan daerah-daerah penjajahan baru yang dikategorikan
“tidak berpemerintahan sendiri” salah satunya adalah Papua Barat.
Catatan:
Jika ditolak Permohonan Pendapat Hukum ttg Kepulauan Chagos atas klaim
Mautirius terhadap Inggris oleh International Court of Justice (ICJ),
tidak mempengaruhi perjuangan rakyat Papua Barat.
Mengapa?
Karena dalam Kasus Permohonan Pendapat Hukum Kep Chagos , Berkembang
Opini Penasehat Hukum tentang daerah–daerah bermasalah (tidak
berpemerintahan sendiri) yang disejajarkan dengan klaim Mautirius
terhadap Inggris atas Kepulauan Chagos, diantaranya “Papua Barat
(Indonesia), Namibia (Afrika Selatan), Sahara Barat (Spanyol), dan
Palestina (Israel)”.
Opini Penasehat Hukum itu akan menjadi
catatan dalam Keputusan Pendapat Hukum Internasional oleh ICJ, dan tidak
tutup kemungkinan dibuka kasusnya, atau ditelusuri.
Resume Penulis:
(1).Untuk pertama kalinya dalam Sejarah Perjuangan Rakyat Papua Barat,
Vanuatu melalui Delegasi Penasehat Hukum Internasional mengangkat
(mengekspos) lewat lembaga peradilan internasional (ICJ), tentang
Dekolonisasi dan Hak penentuan nasib sendiri rakyat Papua Barat sebagai
suatu bangsa berdasarkan standar hukum internasional.
(2).Mempertegas kemerdekaan Indonesia yang sah diberikan oleh kolonial
Belanda menurut hukum internasional adalah, 27 Desember 1949. Berarti
Uti Possidetis wilayah Republik Indonesia ditetapkan berdasarkan
Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, yang meliputi Sabang (Aceh)
sampai Maluku, dan Papua Barat adalah Integritas Wilayah yang tidak
berpemerintahan sendiri.
(3). Dan masalah Papua Barat secara
tidak langsung telah terekam dalam jejak kasus masalah Hukum
Internasional, di International Court of Justice (ICJ).(Kgr)
(Referensi: Catatan penulis.Transkrip terjemahan Naskah opini hukum-delegasi Vanuatu, kamis 6 Sep 2018- dokumen ICJ. Editorial BBCNews-Mauritius-Inggris,25/2/2019,Warga Chagos kembali menepati tanah mereka Liputa6.com-home global-4 Nov 2000. Wikipedia, ensiklopedia bebas.).