Dua Tokoh Penting Dalam Perjuangan Rakyat Timor-Timur, Ramos Horta Dan Xanana Gusmao
Perjuangan Bangsa Papua Barat setidaknya harus belajar dari perlawanan
rakyat Timor –Timur merebut kemerdekaannya dari Indonesia, dibawah payung
perlawanan politik Front Revolusi
Independen Timor Leste atau yang memiliki nama resmi Frente
Revolucionária de Timor Leste Independente (Fretilin) sebuah gerakan
pertahanan yang berjuang untuk kemerdekaan Timor
Timur, pertama dari Portugal dan kemudian dari Indonesia.
Perlawanan yang dimulai sejak tahun 1974 sampai
dengan tahun 1998, yang pada akhirnya membawa rakyat Timor-Timur keluar dari
penjajahan Indonesia melalui referendum pada, 30 Agustus 1999.
Pada awalnya, Fretilin bernama Associação
Social Democrática Timorense (ASDT). Setelah Timor Timur mendapatkan
kemerdekaan dari Indonesia, Fretilin menjadi salah satu partai
politik yang berusaha mendapatkan kuasa dalam sistem multi-partai.
Pemimpin penting Fretilin adalah José Ramos Horta, yang pada Desember 1996 menerima
Penghargaan Perdamaian Nobel bersama
saudara senegaranya, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo.
Fretelin didukung oleh sayap pemuda, yaitu
Organisasi pemuda dan pelajar Timor-Timur di dalam negeri dan di luar negeri.
Selain itu di dalam negeri Timor-Timur perlawanan rakyat Timor-Timur diperkuat
oleh sayap paramiliter, yaitu Falintil yang terbentuk pada tahun 1975, satu
tahun setelah Fretelin terbentuk pada tahun 1974. Dan pada tahun 2001 setelah
Timor-Timur merdeka, Falintil dilebur menjadi angkatan bersenjata Timor Leste.
Komandan pertama FALINTIL adalah Nicolau dos Reis
Lobato. Lobato tewas dalam pertempuran dengan pasukan bersenjata Indonesia pada
tahun 1978 dan Xanana Gusmao terpilih sebagai penggantinya melalui konferensi nasional
rahasia di Lacluta, Viqueque Timor Leste pada tahun 1981.
(sumber:ensiklopedia bebas)
Mengapa Timor-Timur yang tofografi wilayahnya tidak sebanding tofografi wilayah Papua Barat yang medannya menantang, namun rakyat Timor-Timur tetap kuat bertahan dalam perlawanan politiknya dari tahun 1974 setelah mengkudeta otoritas portugis yang berkuasa di Timor-Timur dan menghadapi invasi militer Indonesia yang menduduki wilayah itu sejak tahun 1975, dan berhasil mengusir keluar militer Indonesia dari negerinya melalui referendum pada, 30 Agustus 1999?
Rakyat Timor-Timur sendirilah yang bisa menjawab, bagaimana mereka menghadapi kekejaman pendudukan militer Indonesia diatas tanah air pusaka mereka dan mereka berhasil mengusirnya keluar melalui campur tangan masyarakat internasional.
Rakyat Papua Barat mengalami kekejaman yang sama dihadapi dan dirasakan rakyat Timor-Timur. Jumlah korban jiwa penduduk asli Papua sejak militer Indonesia menguasai wilayah Papua Barat pada, 1 Mei 1963 hingga saat ini, dalam angka perkiraan diatas setengah juta jiwa. Namun dalam kenyataannya dianggap biasa-biasa saja dan tidak menarik perhatian masyarakat internasional. Mengapa demikian?
Dari pengamatan penulis, terhadap perjuangan rakyat Timor-Timur, teramati tiga catatan penting penulis, sebagai berikut:
Pertama:
Ketokohan dalam kepemimpinan perlawanan rakyat Timor-Timur menjadi titik sentral dalam menjaga persatuan dan mengendalikan perjuangan rakyat Timor-Timur, artinya semua komponen perjuangan menyadari dan mengerti dimana arena perjuangan mereka dan dengan siapa mereka berhadapan, saling dukung mendukung dalam perjuangan merebut kemerdekaan, tidak mempetak-petakkan kelompok juang yang satu dengan lainnya dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Itu menjadi landasan utama yang memperkuat rakyat Timor-Timur berhasil terlepas dari genggaman penjajahan Indonesia.
Kedua:
Rakyat Timor-Timur yang pro kemerdekaan memiliki motivasi juang yang tinggi, ditengah-tengah perlawanannya terhadap militer Indonesia dan juga menghadapi saudaranya yang pro Integrasi dengan Indonesia. Menunjukkan landasan mental dan spirit juang yang tinggi dalam menghadapi situasi dan kondisi darurat militer.
Ketiga:
Perjuangan rakyat Timor-Timur dapat dimanage dengan baik, terutama perlawanan sipil dan para militer di dalam negeri, serta membangun kepercayaan komunitas internasional melalui kampanye politik, propaganda politik dan menyebar luas isu kejahatan kemanusiaan lewat International Non Goverment Organisation (INGO), serta lobi politik dukungan International Goverment Organisation's (IGO's di dunia internasional.
Masalah Ketokohan, Beda Pendapat Menjadi Dasar Perpecahan Dalam Tubuh OPM, Sehingga Mempersulit Dukunngan Politik Masyarakat Internasional.
Perbedaan
pendapat kedua tokoh eksil politik Papua Barat Markus Wonggor.Kaisiepo dan
Nicolaas.Youwe mengenai strategi yang harus ditempuh oleh OPM untuk mencapai
tujuannya melalui diplomasi poltik di dunia internasional, sangat mempengaruhi
faksi-faksi pejuang dalam negeri di Papua Barat, yaitu garis keras diibawah
komando Markus Wonggor Kaisiepo dan yang berhaluhan moderat dibawah komando
Nicolaas Youwe..
Markus Kaisiepo adalah presiden pertama dari pemerintah Papua Barat di pengasingan menganut garis keras, dimana ia berpendapat bahwa OPM harus menggunakan senjata untuk mencapai tujuannya, oleh karena itu Kaisiepo mendorong OPM untuk bekerja sama dengan sebuah yayasan di negeri Belanda yang selama ini membiayai pemeritahan RMS di pengasingan dibawah pimpinan Ir.Manusama. Dan sebaliknya Youwe berusaha menjauhkan OPM dari RMS dan menempuh jalan diplomasi di dunia Internasional.
Setelah dibentuk pemerintahan Sorong-Samarai di Port Moresby ibukota PNG pada tahun 1972, dibentuk juga “Komite Kemerdekaan Papua Barat” yang di ketuai oleh “Nicolaas Youwe” dan bersamaan dengan itu dibentuk “Front Nasional Papua Barat” yang diketuai oleh “Markus Kaisiepo”. Tujuan Youwe untuk mendirikan Negara Papua Barat dan tujuan Kaisiepo untuk mendirikan Negara Federasi Melanesia yang meliputi Papua Barat dan Maluku, kedua organisasi ini berkedudukan di Belanda.
Benih perpecahan itu diturunkan kepada genersasi pejuang berikutnya, Kaisiepo menurunkan kepada Pimpinan TPN,Seth Jafeth Rumkorem. Dan Youwe menurunkan kepada pemimpin PEMKA Yacob Hendrik Prai, yang kemudian berkembang menjadi sentimen kesukuan yang dirawat hinga kini, walaupun ULMWP dibentuk untuk mengakomodir semua faksi kelompok pejuang kemerdekaan Papua Barat.
Sentimen kesukuan di Papua Barat adalah faktor dasar sosial-budaya, yang telah diamati oleh Badan Intelijen Negara Indonesia yang selama ini melakukan operasi intelijen di Papua Barat dan diproses melalui pendekatan politik, diantaranya kebijakan pemekaran wilayah Papua Barat, untuk tujuan utama menghancurkan "Stelsel/Ideologi Gerakan Kemerdekaan Papua Barat".(Kgr)