Gambaran Bentuk Pembebanan Biaya Politik Indonesia Untuk Negara-Negara MSG, Dibalik Kepentingan Terselubung Masalah Papua Barat.(*) Nota Protes Pemerintah Indonesia Terhadap Pemerintah Fiji Adalah Bentuk Pemaksaan Dalam Hubungan Internasional, Dampak Dari Pembebanan Biaya Politik Indonesia kepada Fiji. By: Kristian Griapon |
Dalam
Hubungan Internasional “Paksaan” mengacu pada pembebanan biaya oleh suatu negara
kepada negara lain dan atau aktor diluar negara, untuk mencegah atau memaksa
negara yang menerima biaya pembebanan melakukan tindakan politik maupun
kewajiban hukum internasionalnya guna pembelaan, atau mendukung kepentingan
negara pembebanan biaya dalam kepentingan Internasionalnya. Pembebanan biaya
pada umumnya dilakukan dalam bentuk bantuan hibah.
Jadi bantuan hibah sebenarnya bentuk politisasi internasional yang dilakukan oleh sebuah negara yang mempunyai motivasi terselubung terhadap negara penerima hibah. Motivasi kepentingan terselubung pada umumnya bermotif kepentingan Politik dan ekonomi pada ranah hubungan internasional.
Dari
berbagai kasus bantuan hibah Indonesia kepada negara-negara MSG, mengajar
penulis untuk melihat lebih jauh daripada sekedar memahami konsep dasar paksaan
dalam pemahaman hubungan internasionl.
Fiji
dan Papua New Guinea dua negara penerima bantuan hibah berkelanjutan dari Pemerintah
Republik Indonesia di kawasan sub regional pasifik selatan. Tentu saja hal
tersebut tidak bisa dipisahkan dari dukungan kedua negara itu untuk memperkuat “pengakuan
diplomasi politik internasianal” terhadap Kedaulatan Negara Republik Indonesia
atas Wilayah Geografi New Guinea Bagian Barat (Papua Barat).
Pemerintah Papua New Guinea yang kemudian disusul Kepulauan Solomon memilih menutup mulut untuk
masalah Papua Barat karena takut kehilangan bantuan hibah dari Indonesia, yang
oleh masyarakat akar rumput di kawasan regional pasifik menyebut dengan istilah
“Blood Money” yang pemahamannya, "sogokan uang darah dari Papua Barat". Beda dengan Fiji
yang sebelumnya penerima bantuan hibah terbesar dari Indonesia dibawah
kepemimpinan PM Frank Bainimarama seorang berdarah Indo-pasifik, yang memilih
membela Indonesia dalam kepentingan politiknya di Pasifik selatan (MSG). Ketika
Kepemimpinan PM Frank Bainimarama diganti oleh PM Sitiveni Rabuka yang adalah
seorang berdarah Melanesia Asli, teramati terjadi perubahan yang mendasar
terhadap pandangan politik luar negeri pemerintah Fiji, terhadap perjuangan pembebasan bangsa Papua Barat.
Penyematan Noken Berlogo Bendera Kebangsaan Papua Barat, oleh Benny Wenda kepada PM Sitiveni Rabuka/Feb,2023. |
Perkembangan
aspirasi masyarakat akar rumput di Fiji yang memihak kepada penderitaan
orang-orang Melanesia di Papua Barat telah meningkat, hal itu ditangkap oleh partai oposisi Fiji Social Democratic Liberal Party (SODELPA) yang mengemban prinsip dasar "Kebebasan untuk Kebenaran, keadilan dan Perdamaian". Partai oposisi yang dipimpin oleh Sitiveni Rabuka pada saat kepemimpinan PM Frank Bainimarama.
Jadi bukan hal yang luar biasa ketika pemimpin gerakan kemerdekaan Papua Barat
Benny Wenda melangkah mulus memasuki ruangan perkantoran PM Fiji,Sitiveni
Rabuka, serta menyematkan noken symbol bintang kejora padanya.
Yang
perlu dicatat dan di pahami oleh para diplomat Indonesia dan segenap orang
Indonesia, bahwa “orang-orang Melanesia masih terikat oleh adat budaya dan
kepercayaan yang melekat dan terbawa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara”. Jadi ketika
orang-orang Melanesia berkomitmen terhadap masalah Papua Barat, itu adalah
suatu dorongan moral yang tinggi terhadap rumpun budaya dan ras Melanesia, bukan
dorongan politik maupun ekonomi.
Sitiveni
Rabuka salah satu politikus senior di MSG, memperlihatkan bentuk wajah MSG
yang asli setelah diporak-poranda oleh kepentingan Indonesia di Pasifik
Selatan.
Mengutif
pernyataan PM Vanuatu Ismail Kalsakau (Feb/2023): Biarlah ULMWP menjadi anggota penuh di MSG, agar
bisa membicarakan masalah Papua Barat secara langsung, dan PM Sitiveni Rabuka (Feb/2023):
FLNKS menjadi preseden dalam mengakomodir ULMWP menjadi anggota penuh di MSG.
Pernyataan
Kunci:
Nota Protes Pemerintah Indonesia yang ditujukan kepada Pemerintah Fiji sangat berlebihan, sebagai bentuk ancaman terhadap PM Fiji untuk merobah pendiriannya berkaitan dengan dukungan Pemerintah Fiji terhadap Gerakan Pembebasan Nasional Papua Barat (ULMWP). Nota Protes itu bentuk tindakan diluar norma hukum internasional dan hubungan internasional, yaitu:"Tindakaan pemaksaan dan mengintervensi hak konstitusi kedaulatan negara lain".(Kgr)
Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.