Selasa, 30 Juni 2020

DIPLOMASI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA GAGAL DI PASIFIK SELATAN

Cuplikan Peristiwa-By: Kristian Griapon


 

ULMWP menjadi member MSG, walaupun hanya sebatas Observer, namun Membuka Jalan Diplomasi Politik Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat

 

Resolusi KTT-ACP Nairobi, 10 Desember 2019, Memperjelas Posisi Perjuangan Kemerdekaan 
Bangsa Papua Barat di Dunia Internasional



Dasar-Dasar Pemahaman Politik

id.wikipedia.org

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

14-18 minutes


Bagian dari seri tentang

Politik


Topik utama[tampilkan]

Sistem politik[tampilkan]

Disiplin akademik[tampilkan]

Administrasi publik[tampilkan]

Kebijakan[tampilkan]

Organ pemerintahan[tampilkan]

Topik terkait[tampilkan]

Subseri[tampilkan]

Portal politik

Politik (Yunani: Politikos; Arab: سياسة, siyasah) (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles).
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
  • politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota).

Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan politis, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.

Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota atau negara kota. Turunan dari kata tersebut yaitu:

  • polites berarti warga negara.
  • politikos berarti kewarganegaraan.
  • politike tehne berarti kemahiran politik.
  • politike episteme berarti ilmu politik.

Kata ini berpengaruh ke wilayah Romawi sehingga bangsa Romawi memiliki istilah ars politica yang berarti kemahiran tentang masalah masalah kenegaraan. Politik pun dikenal dalam bahasa Arab dengan kata siyasah yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Pengarang kamus al Muhith mengatakan bahwa sustu ar-ra’iyata siyasatan berarti saya memerintahnya dan melarangnya.

Sedangkan politik secara terminologis dapat diartikan

  1. Menunjuk kepada satu segi kehidupan manusia bersama dengan masyarakat. Lebih mengarah pada politik sebagai usaha untuk memperoleh kekuasaan, memperbesar atau memperluas serta mempertahankan kekuasaan (politics). Misal: kejahatan politik, kegiatan politik, hak-hak politik.
  2. Menujuk kepada “satu rangkaian tujuan yang hendak dicapai” atau “cara-cara atau arah kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu”. Lebih mengarah pada kebijakan (policy). Misal: politik luar negeri, politik dalam negeri, politik keuangan.
  3. Menunjuk pada pengaturan urusan masyarakat dalam segala aspek kehidupan. Pemerintah mengatur urusan masyarakat, masyarakat melakukan koreksi terhadap pemerintah dalam melaksanakan tugasnya (siyasah).

Di antara ketiga definisi tersebut, tentunya definisi pertama lebih memiliki konotasi negatif dibandingkan definisi kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan orientasi yang pertama adalah politik kekuasaan, untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dalam jalan apapun entah baik entah buruk, dapat menghalalkan segala cara dan lebih berorientasi pada kepentingan pemimpin atau elit yang berkuasa. Sedangkan definisi politik yang kedua dan ketiga lebih berorientasi pada politik pelayanan terhadap masyarakat, dimana posisi pemimpin merupakan pelayan masyarakat bukan penguasa aset-aset strategis

Ilmu politik[sunting | sunting sumber]

Teori politik[sunting | sunting sumber]

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut dan segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.

Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.

Lembaga politik[sunting | sunting sumber]

Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.

Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.

Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah mengubah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.

Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.

Konsep-konsep politik[2][sunting | sunting sumber]

Ada beberapa konsep politik dasar yang bersumber dari para ahli, yaitu:

  1. Klasik. Pada pandangan klasik (Aristoteles) mengemukakan bahwa politik digunakan masyarakat untuk mencapai suatu kebaikan bersama yang dianggap memilki nilai moral yang lebih tinggi daripada kepentingan swasta. Kepentingan umum sering diartikan sebagai tujuan-tujuan moral atau nilai-nilai ideal yang bersifat abstrak seperti keadilan, kebenaran dan kebahagiaan. Pandangan klasik dianggap kabur seiring banyaknya penafsiran tentang kepentingan umum itu sendiri. kepentingan umum dapat diartikan pula sebagai general will, will of all atau kepentingan mayoritas.
  2. Kelembagaan. Menurut Max Weber, politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Max Weber melihat negara dari sudut pandang yuridis formal yang statis. Negara dianggap memiliki hak memonopoli kekuasaan fisik yang utama. Namun konsep ini hanya berlaku bagi negara modern yaitu negara yang sudah ada differensiasi dan spesialisasi peranan, negara yang memiliki batas wilayah yang pasti dan penduduknya tidak nomaden.
  3. Kekuasaan. Robson mengemukakan politik adalah kegiatan mencari dan mempertahankan kekuasaan ataupun menentang pelaksanaan kekuasaan. Kekuasaan sendiri adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik pikiran maupun perbuatan agar orang tersebut berpikir dan bertindak sesuai dengan orang yang mempengaruhi. Kelemahan dari konsep ini adalah tidak dapat dibedakannya konsep beraspek politik dan yang non politik dan juga kekuasaan hanya salah satu konsep dalam ilmu politik, masih ada konsep ideologi, legitimasi dan konflik.
  4. Fungsionalisme. David Easton berpendapat bahwa politik adalah alokasi nilai-nilai secara otoritatif berdasarkan kewenangan dan mengikat suatu masyarakat. Sedangkan menurut Harold Lasswell, politik merupakan who gets, what gets, when gets dan how gets nilai. Dapat diketahui bahwa politik sebagai perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelemahan dari konsep ini adalah ditempatkannya pemerintah sebagai sarana dan wasit terhadap persaingan diantara pelbagai kekuatan politik untuk mendapatkan nilai-nilai terbanyak dari kebijakan umum tanpa memperhatikan kepentingan pemerintah itu sendiri.
  5. Konflik. Pandangan konflik mendeskripsikan bahwa politik merupakan kegiatan untuk memengaruhi perumusan dan kebijaksanaan umum dalam rangka usaha untuk memengaruhi, mendapatkan dan mempertahankan nilai. Oleh karena itu sering terjadi perdebatan dan pertentangan antara pihak yang memperjuangkan dan pihak yang mempertahankan nilai. Kelemahan konsep ini adalah tidak semua konflik berdimensi politik.

Partai dan Golongan[sunting | sunting sumber]

Hubungan Internasional[sunting | sunting sumber]

Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.

Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.

Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.

Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jenderal PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.

Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan memengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

Masyarakat[sunting | sunting sumber]

adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.

Kekuasaan[sunting | sunting sumber]

Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

Negara[sunting | sunting sumber]

Negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933

Tokoh dan pemikir ilmu politik[sunting | sunting sumber]

Pemikir-pemikir politik[sunting | sunting sumber]

Mancanegara[sunting | sunting sumber]

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

Indonesia[sunting | sunting sumber]

Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.

Perilaku politik[sunting | sunting sumber]

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:

  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/4a/Commons-logo.svg/30px-Commons-logo.svg.png

Wikimedia Commons memiliki media mengenai Politics.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ KBBI daring
  2. ^ Surbakti, R. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo

 


Sabtu, 27 Juni 2020

WEST PAPUA PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL



West Papua Wilayah Tidak Berpemerintahan Sendiri di Kawasan Pasifik Selatan
Published online by Cambridge University Press: 22 May 2009

Pengalaman yang diperoleh dari berfungsinya Komisi Karibia memberikan dasar kerja untuk pembentukan Komisi Pasifik Selatan, karena empat dari enam pemerintah yang berpartisipasi di Konferensi Laut Selatan sudah menjadi anggota Komisi Karibia, sebuah organisasi regional yang serupa. Delegasi yang mewakili pemerintah yang mengelola wilayah tanpa pemerintahan sendiri di wilayah Pasifik Selatan (Australia, Prancis, Belanda, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat) bertemu di Konferensi Laut Selatan di Canberra dari 28 Januari hingga 6 Februari , 1947, untuk menyiapkan kesepakatan untuk pembentukan komisi regional yang dapat membantu mempromosikan kemajuan sosial dan ekonomi 2.000.000 orang di Pasifik Selatan. Konferensi ini didukung oleh pemerintah Australia dan Selandia Baru untuk memenuhi Pakta Canberra Januari 1944.(.)

Pandangan Wilayah/Teritorial menurut Politik Internasional

Suatu wilayah adalah istilah untuk bentuk pembagian administratif, dan itu biasanya untuk suatu wilayah yang berada di bawah yurisdiksi suatu negara. Dalam terminologi sebagian besar negara, misalnya Amerika Serikat dan Nigeria, mengacu pada pembagian terorganisir, dari suatu wilayah yang berada di bawah kendali negara itu, namun tidak secara resmi dikembangkan menjadi, atau dimasukkan ke dalam unit politik kekuasaan negara yang statusnya sama dengan unit politik lainnya, seperti negara bagian atau provinsi. 
"Dalam Politik Internasional, istilah Wilayah atau Teritorial digunakan terutama mengacu pada wilayah geografis yang tidak berdaulat, yang telah berada di bawah wewenang pemerintah lain; yang belum diberikan kekuasaan pemerintahan sendiri, yang biasanya diserahkan ke divisi teritorial sekunder; atau keduanya."(..)

West Papua tercatat Wilayah Dekolonisasi, Berdasarkan Canberra Agreement, 6 Februari 1947.
[By: Kristian Griapon, 26 Juni 2020]


West Papua Berdasarkan Hukum Internasional Tidak Termasuk (diluar) Integritas Teritorial / Wilayah Kedaulatan Negara Republik Indonesia, berdasarkan pada :


Pertama : Cmd. 8539
PERJANJIAN PEMBENTUKAN KOMISI PASIFIK SELATAN

Canberra, 6 Februari 1947. Pemerintah Australia, Republik Prancis, Kerajaan Belanda, Selandia Baru, Inggris Raya dan Irlandia Utara, dan Amerika Serikat (selanjutnya disebut sebagai "Pemerintah yang berpartisipasi" ), yang ingin mendorong dan memperkuat kerja sama internasional dalam mempromosikan kesejahteraan ekonomi dan sosial serta memajukan masyarakat di wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri di wilayah Pasifik Selatan yang dikelola oleh mereka, telah melalui perwakilan resmi mereka yang telah bertemu di Canberra, membuat Perjanjian yang termuat XXI pasal terdiri 67 poin (ayat), dengan ketentuan sebagai berikut:


PASAL I
Pembentukan Komisi

1. Dengan ini dibentuk Komisi Pasifik Selatan (selanjutnya disebut "Komisi").

PASAL II
Lingkup Teritorial

2. Cakupan wilayah Komisi terdiri dari semua wilayah yang tidak berpemerintah di Samudra Pasifik yang dikelola oleh Pemerintah yang berpartisipasi dan yang terletak seluruhnya atau sebagian di selatan Khatulistiwa dan di sebelah timur dari dan termasuk Belanda New Guinea.

3. Ruang lingkup teritorial Komisi dapat diubah dengan persetujuan semua Pemerintah yang berpartisipasi... Pasal XXI Berlakunya 67. Pemerintah Australia, Republik Perancis, Kerajaan Belanda, Selandia Baru, Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara dan Amerika Serikat, akan menjadi pihak dalam Perjanjian ini dengan
(a) tanda tangan tanpa syarat, atau...


Kedua : Mengacu pada Pendapat Advisory International Court of Justice (ICJ), tentang Konsekuensi Hukum Internasional terhadap Pemisahan Kepulauan Chagos dari Mauritius pada tahun 1965, ICJ mempertegas Hak Penentuan Nasib Sendiri ter-urai dalam paragraf 154, 155, 156, serta Konsekuensi Hukum Internasional tentang pemisahan kepulauan Chagos dari Mauritius oleh Inggris terurai pada paragraph, 177 s/d, 182.


HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI DIPERTEGAS DALAM PARAGRAF 154, 155, 156
154. Pasal 1, umum untuk Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan untuk Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, diadopsi pada 16 Desember 1966, berdasarkan resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI), menegaskan kembali hak semua orang untuk penentuan nasib sendiri, dan memfasilitasinya, antara lain, bahwa:
“Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, termasuk yang memiliki tanggung jawab untuk administrasi di Wilayah Tidak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Kepercayaan, harus mempromosikan realisasi hak penentuan nasib sendiri, dan menghormati secara benar, sesuai dengan ketentuan Piagam PBB. "

155. Sifat dan ruang lingkup hak penentuan nasib sendiri rakyat, termasuk penghormatan terhadap "Persatuan nasional dan integritas teritorial suatu Negara atau negara", ditegaskan kembali dalam Deklarasi tentang Prinsip - prinsip Hukum Internasional tentang Hubungan Persahabatan dan Kerjasama antar Negara sesuai dengan Piagam PBB. Deklarasi ini dilampirkan pada Jenderal Resolusi Majelis 2625 (XXV) yang diadopsi oleh konsensus pada tahun 1970. Dengan mengakui hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai salah satu "prinsip dasar hukum internasional", Deklarasi membenarkan karakter normatifnya di bawah hukum kebiasaan internasional
.
156. Cara untuk menerapkan hak menentukan nasib sendiri dalam wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri, digambarkan/dijelaskan, adalah "Suatu daerah yang terpisah secara geografis dan. . . berbeda secara etnik dan / atau budaya dari negara yang mengelolanya ”, ditetapkan dalam Prinsip VI Majelis Umum resolusi 1541 (XV), diadopsi pada 15 Desember 1960: Dan“Wilayah Non-Pemerintahan Sendiri dapat dikatakan telah mencapai ukuran penuh berpemerintahan sendiri, apabila:
(a) Telah menjadi Negara merdeka berdaulat;
(b) Asosiasi bebas/Daerah Otonomi dengan Negara merdeka; atau
(c) Integrasi dengan Negara merdeka. "

KONSEKUENSI HUKUM PEMISAHAN KEPULAUAN CHAGOS DARI MAURITIUS PADA TAHUN 1965,TERTUANG PADA PARAGRAF, 177 s/d, 182
177. Pengadilan menemukan bahwa Dekolonisasi Mauritius tidak dilakukan dalam suatu cara konsisten dengan hak masyarakat untuk menentukan nasib sendiri, maka mengikuti Kelanjutan administrasi Britania Raya di Kepulauan Chagos merupakan tindakan yang salah meminta pertanggungjawaban internasional dari Negara tersebut (lihat Corfu Channel (Inggris Raya v. Albania), Merit, Judgment, I.C.J. Laporan 1949, hlm. 23; Proyek Gabčíkovo-Nagymaros (Hongaria / Slovakia), Judgment, I.C.J. Laporan 1997, hlm. 38, para. 47; lihat juga Pasal 1 Artikel tentang Tanggung Jawab Internasionan atas Tindakan Negara yang Salah). Ini adalah tindakan melanggar hukum dari a karakter berkelanjutan yang muncul sebagai akibat dari pemisahan Kepulauan Chagos dari Mauritius.

178. Oleh karena itu, Britania Raya berkewajiban untuk mengakhiri administrasi Kepulauan Chagos secepat mungkin, dengan demikian memungkinkan Mauritius menyelesaikan dekolonisasi wilayahnya dengan cara yang konsisten dengan hak masyarakat untuk penentuan nasib sendiri.

179. Modalitas yang diperlukan untuk memastikan penyelesaian dekolonisasi Mauritius termasuk dalam Majelis Umum PBB, dalam menjalankan fungsinya berkaitan dengan dekolonisasi. Seperti yang telah dinyatakan Pengadilan di masa lalu, bukan untuknya “menentukan apa langkah-langkah yang mungkin akan diambil Majelis Umum setelah menerima pendapat Pengadilan atau apa pengaruhnya pendapat mungkin terkait dengan langkah-langkah itu ”(Sesuai dengan Hukum Internasional Unilateral Deklarasi Kemerdekaan sehubungan dengan Kosovo, Opini Penasihat, I.C.J. Laporan 2010 (II), hal. 421, para. 44).

180. Karena menghormati hak untuk menentukan nasib sendiri adalah kewajiban erga omnes, semua Negara memiliki kepentingan hukum dalam melindungi hak itu (lihat Timor Timur (Portugal v. Australia), Putusan, I.C.J. Laporan 1995, hlm. 102, para. 29; lihat juga Barcelona Traction, Light and Power Company, Limited (Belgia v. Spanyol), Fase Kedua, Penghakiman, I.C.J. Laporan 1970, hlm. 32, para. 33). Itu Pengadilan mempertimbangkan bahwa, sementara itu untuk Majelis Umum untuk mengumumkan modalitas yang diperlukan untuk memastikan selesainya dekolonisasi Mauritius, semua Negara Anggota harus bekerja sama dengan PBB untuk menerapkan modalitas tersebut. Seperti yang diingat dalam Deklarasi tentang Prinsip - prinsip Hukum Internasional tentang Hubungan Persahabatan dan Kerjasama antar Negara sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa: "Setiap Negara memiliki kewajiban untuk mempromosikan, melalui tindakan bersama dan terpisah, realisasi prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri rakyat, disesuai dengan ketentuan Piagam, dan untuk memberikan bantuan kepada PBB dalam melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya oleh Piagam tentang implementasi prinsip ”(Majelis Umum resolusi 2625 (XXV).

181. Sehubungan dengan pemukiman kembali di Kepulauan Chagos, warga negara Mauritius, termasuk yang berasal dari Chagossian, ini adalah masalah yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia dari mereka yang terkait, yang harus ditangani oleh Majelis Umum selama penyelesaian dekolonisasi Mauritius.

182. Menanggapi Pertanyaan (b) Majelis Umum, terkait dengan konsekuensinya berdasarkan hukum internasional yang timbul dari kelanjutan administrasi oleh Kerajaan Inggris Kepulauan Chagos, Pengadilan menyimpulkan bahwa Inggris memiliki kewajiban untuk membawa ke mengakhiri administrasi Kepulauan Chagos secepat mungkin, dan semua Negara Anggota harus bekerja sama dengan PBB untuk menyelesaikan dekolonisasi Mauritius.(Kgr)

Referensi: Presented by the Secretary of State for Foreign Affairs to Parliament by Command of Her Majesty, AGREEMENT ESTABLISHING THE SOUTH PACIFIC COMMISSION, 1952. International Court of Justice (ICJ), Legal Consequences of the Separation of the Chagos Archipelago from Mauritius in 1965 Summary of the Advisory Opinio, On 25 February 2019.
_____________________________________________________________________

Catatan Penulis

1).Untuk West Papua, Kita semua, baik Orang Asli Papua atau Orang Indonesia, kita tidak bisa berspekulasi tentang Isu Hak Penentuan Nasib Sendiri melalui penafsiran kita masing-masing, baik itu melalui Hukum Politik Negara (Hukum Nasional) maupun pendapat masing-masing (pribadi).

Harus mengacu sesuai dengan yang diterapkan oleh kebiasaan hukum internasional sebagaimana tertera pada paragraph, 156. Cara untuk menerapkan hak menentukan nasib sendiri dalam wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri, digambarkan/dijelaskan, adalah "Suatu daerah yang terpisah secara geografis dan. . . berbeda secara etnis dan / atau budaya dari negara yang mengelolanya ”, ditetapkan dalam Prinsip VI Majelis Umum resolusi 1541 (XV), diadopsi pada 15 Desember 1960: Dan“ Wilayah Non-Pemerintahan Sendiri dapat dikatakan telah mencapai ukuran penuh berpemerintahan sendiri, apabila: (a) Telah menjadi Negara merdeka berdaulat; (b) Asosiasi bebas/Daerah Otonomi dengan Negara merdeka; atau
(c) Integrasi dengan Negara merdeka. "

2). Resolusi PBB Nomor. 2504 yang termuat dua poin tidak menjelaskan Statuta West Papua di dalam Negara Republik Indonesia, sebagaimana terurai dalam paragraph 156 poin (a), (b), dan (c). Namun terurai West Papua menjadi “Wilayah Kepercayaan”, yang dijelaskan bahwa, MU-PBB Memperhatikan bahwa Pemerintah Indonesia, dalam mengimplementasikan rencana pembangunan nasionalnya, memberikan perhatian khusus pada kemajuan Irian Barat, dengan mengingat kondisi spesifik penduduknya, dan bahwa Pemerintah Belanda, dalam kerja sama erat dengan Pemerintah Indonesia, akan terus memberikan bantuan keuangan untuk tujuan ini, khususnya melalui Bank Pembangunan Asia dan lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dan dikunci dengan poin (2). Menghargai setiap bantuan yang diberikan melalui Bank Pembangunan Asia, melalui lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa atau melalui cara lain kepada Pemerintah Indonesia dalam upayanya untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial (masyarakat) Irian Barat.

Pemerintah Indonesia tidak bisa mengurangi atau membuat tafsiran lain sebagimana yang terurai pada paragraph 154. Pasal (1), umum untuk Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan untuk Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, diadopsi pada 16 Desember 1966, berdasarkan resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI), menegaskan kembali hak semua orang untuk penentuan nasib sendiri, dan memfasilitasinya, antara lain, bahwa:
“Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, termasuk yang memiliki tanggung jawab untuk administrasi di Wilayah Tidak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Kepercayaan, harus mempromosikan realisasi hak penentuan nasib sendiri, dan menghormati secara benar, sesuai dengan ketentuan Piagam PBB. "

Artinya Hak Asasi Manusia Rakyat Papua dari Generasi HAM ke-III, Hak Kelompok, yaitu "Hak menentukan nasib sendiri dan Hak Pembangunan" harus dihormati, dan dijunjung tinggi oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai anggota tetap PBB yang diberikan kepercayaan dan tanggungjawab, "kewajiban erga omnes." semua Negara memiliki kepentingan hukum dalam melindungi hak-hak itu.(Kgr)

Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...