FILOSOFI SOSIAL “PAPUA BARAT BUKAN TANAH KOSONG”
Sekilas Melihat Pola Kejahatan Genosida, Ekosida Dan Tuntutan Kemerdekaan Papua
Batat
By :Kristian
Griapon, Maret 26, 2023.
Kekayaan Sumber Daya Ekonomi (SDA, mineral, minyak dan gas) di Wilayah Geografi Papua Barat (West New Guinea) menjadi lahan bisnis kekuasaan Jakarta, serta alat negara (TNI-POLRI) dilibatkan mengamankan kegiatan bisnis penguasa Jakarta di Papua Barat, dibawah komando operasi Intelijen. Hal itu dimulai sejak rezim orde baru berkuasa.
Presiden Republik Indonesia ke-2 Suharto, menandatangani kontrak karya pertambangan nikel dengan perusahan AS Freeport McMoRan pada tahun 1967, dan praktek bisnis Jakarta berlanjut dari rezim ke rezim yang berkuasa, dikembangkan ke berbagai sektor bisnis hingga saat ini, tanpa mempedulikan Masyarakat Adat Papua Pemilik Property Wilayah Geografi Papua Barat.
Kontrak karya pertambangan nilkel di Timika Papua Barat antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahan AS Freeport McMoRan, dapat dilihat sebagai pintu masuk kejahatan genosida dan ekosida terhadap penduduk asli Papua dan lingkungan kehidupannya, serta awal dari praktek penguasa Negara Indonesia merampas hak-hak Sipol dan Ekosob Masyarakat Adat Papua di wilayah geografi Papua Barat mengatasnamakan negara.
Indonesia sebagai
negara anggota PBB yang menjalankan administator PBB di Papua Barat sejak tanggal, 01 Mei
1963, berdasarkan perjanjian New York, 15 Agustus 1962 dan resolusi MU-PBB 1752
(XVII) 21 September 1962, diberi tanggungjawab menjamin perlindungan terhadap
hak dan kebebasan penduduk asli Papua. Sehingga kontrak karya pertambangan nikel
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahan AS Freeport McMoRan pada tahun 1967, dapat dilihak sebagai
bentuk pelanggaran terhadap hak-hak Sipol dan Ekosob Masyarakat adat Papua.
Setelah Pepera 1969, Indonesia Dimandatkan Oleh Masyarakat Internasional Melalui Resolusi MU-PBB, 2504 (XXIV), 19 November 1969, Memikul Tanggungjawab Pembangunan Sosial-Ekonomi Di Wilayah Geografi Papua Barat.
-----------------------------------------------------
Resolusi 2504
(XXIV). Perjanjian antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda mengenai
West New Guinea (Irian Barat)
Majelis Umum,
Mengingat resolusi 1752
(XVII) dari 21 September 1962, di mana ia mencatat Perjanjian dari 15 Agustus
1962 antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda mengenai West New Guinea (Irian
Barat), mengakui peran peran yang diberikan pada Sekretaris Jenderal
dalam Perjanjian dan berwenang dia untuk melaksanakan tugas-tugas yang
dipercayakan kepadanya di dalamnya,
Mengingat juga keputusan
dari 6 November 1963 untuk mencatat laporan dari Sekretaris
Jenderal pada penyelesaian United Nations Temporary Executive Authority
di Irian Barat,
Mengingat lebih lanjut bahwa
pengaturan untuk tindakan pilihan bebas adalah tanggung jawab Indonesia dengan
saran, bantuan dan partisipasi dari perwakilan khusus Sekretaris Jenderal,
sebagaimana diatur dalam Perjanjian,
Setelah menerima laporan
tentang pelaksanaan dan hasil dari tindakan pilihan
bebas disampaikan oleh Sekretaris Jenderal sesuai dengan pasal XXI,
ayat 1, Perjanjian,
Mengingat bahwa,
sesuai dengan pasal XXI, ayat 2, kedua belah pihak untuk Persetujuan telah
diakui hasil ini dan mematuhi mereka,
Memperhatikan bahwa
Pemerintah Indonesia, dalam melaksanakan rencana pembangunan nasional,
memberikan perhatian khusus terhadap kemajuan Irian Barat, mengingat kondisi
spesifik penduduknya, dan bahwa Pemerintah Belanda, bekerjasama dengan
Pemerintah Indonesia, akan terus memberikan bantuan keuangan untuk tujuan ini,
khususnya melalui Bank Pembangunan Asia dan lembaga-lembaga PBB,
1. Membawa catatan dari
laporan Sekretaris Jenderal dan mengakui dengan penghargaan pemenuhan oleh Sekretaris
Jenderal dan wakilnya tugas yang dipercayakan kepada mereka di bawah Perjanjian
15 Agustus 1962 antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda tentang West New
Guinea (Irian Barat);
2. Menghargai setiap
bantuan yang diberikan melalui Bank Pembangunan Asia, melalui lembaga-lembaga
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau melalui cara lain kepada Pemerintah Indonesia
dalam upaya untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial dari Irian
Barat.
Pleno
1813th,
19 November 1969.
________________
4 Ibid., Ketujuhbelas Sesi, Lampiran, agenda
barang 89, dokumen A / 5170, lampiran.
------------------------------------------------------------------------
Apa maknah dari pembangunan sosial-ekonomi?
“Teramati tiga kata: pembangunan, sosial dan ekonomi”.
“Kalau berbicara tentang pembangunan, tentu saja arah tujuan-nya membangun kesejahteraan baik itu non fisik maupun fisik. Kalau berbicara tentang sosial tentu saja tidak bisa terlepas dari penduduk asli pepua dan kearifan lokalnya, yang bersentuhan langsung dengan hak aktif, yakni, hak-hak sipil dan politik (Sipol). Kalau berbicara tentang ekonomi tentu saja tidak bisa terlepas dari hak pasif, yakni, hak-hak property adat (hak komunal), yang bersinggungan langsung denga hak-hak ekonomi dan sosial-budaya (Ekosob)”.
Membangun dalam arti, bagaimana sinergitas Negara mengolah hak-hak Sipol dan Ekosob masyarakat adat Papua untuk kemajuan wilayah Papua Barat dan kesejahteraan penduduk asli Papua, bukan untuk menguasai, atau merampas hak dan kebebasan mereka.
Kehadiran Indonesia sebagai Negara yang berkuasa di Papua Barat berdasarkan resolusi MU-PBB 2504 (XXIV), 19 November 1969, bukan untuk membungkam (memenjarakan) hak-hak Sipol, serta merampas hak-hak ekosob penduduk asli Papua di wilayah geografi Papua Barat. Namun sebagai Negara yang menjalankan kewajiban internasionalnya berdasarkan resolusi MU-PBB 2504 (XXIV), 19 November 1969, memikul tanggungjawab internasionalnya melindungi dan memenuhi penikmatan hak-hak Sipol dan Ekosob penduduk asli Papua diatas tanah leluhurnya Papua Barat.
Status Akhir Papua Barat di dalam resolusi MU-PBB 2504 (XXIV),19 November 1969 tidak terdapat pasal yang secara jelas dan tegas mengikat penduduk asli Papua dan wilayah geografi Papua Barat diintegrasi ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga hal tersebut tidak bisa menggugurkan hak pembangunan dan hak politik penduduk asli Papua, dalam pengelompokan suatu bangsa di wilayah geografi Papua Barat.
Pelanggaran Hak-Hak Sipol dan Ekosob Masyarakat Adat Papua memunculkan perlawanan terhadap kekuasaan negara di Papua Barat.
Politik hukum nasional Indonesia dalam aplikasinya sebagai instrument pengelolaan dan pengendalian negara di wilayah geografi Papua Barat terjadi kontra politik, hal itu karena terbentur dengan hukum adat masyarakat Papua yang telah terbangun dan melekat di dalam kelompok-kelompok suku yang masih mempertahankan hak-hak komunalnya turun temurun, sebelum adanya kekuasaan negara.
Kodifikasi politik hukum nasional Indonesia tanpa mempehatikan kearifan lokal masyarakat adat Papua yang secara kontinu merugikan hak-hak adat penduduk asli Papua, memicu ketidak percayaan penduduk asli Papua terhadap kekuasaan Jakarta, sehingga memperdalam konflik Papua-Jakarta yang berujung pada tuntutan kemerdekaan Papua Barat.
Tuntutan kemerdekaan bangsa Papua Barat didasarkan pada prinsip rasional, artinya dalam suasana tertindas, orang-orang Papua Barat terbangun kesadaran politiknya atas kebutuhan kebebasan dan perlindungan di dalam sebuah negara berdaulat diatas wilayah geografi mereka, Papua barat. Ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak bisa menjawab hal itu, maka solusi membentuk sebuah Negara Papua Barat berdaulat, adalah jalan tengah untuk menjawab kebutuhan kebebasan dan perlindungan di dalam sebuah negara.
Kesadaran politik atas kebutuhan kebebasan di dalam perlindungan sebuah negara telah menjadi sebuah ideology nasional Papua Barat yang nampaknya sudah tidak bisa ditawar-menawar lagi dengan berbagai kemauan politik Jakarta.
Catatan
Penulis:
Dikutif
dari Dokumen PBB Nomor.6311-Halaman 2
274
Perserikatan
Bangsa Bangsa-Seri Perjanjian 1962
PERJANJIAN
I ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN KERAJAAN BELANDA TENTANG WEST NEW GUINEA (IRIAN
BARAT), DITANDATANGANI DI KANTOR PUSAT PERSERIKATAN BANGSA BANGSA, NEW YORK,
TANGGAL, 15 AGUSTUS 1962.
- Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda.
- Mengingat Kepentingan dan Kesejahteraan Masyarakat di Wilayah tersebut.
- New Guinea Barat (Irian Barat) selanjutnya disebut sebagai “Wilayah”.
- Ingin menyelesaikan perselisian mereka tentang wilayah tersebut.
Sekarang, oleh karena itu, disetujui sebagai
berikut:
RATIFIKASI PERJANJIAN DAN RESOLUSI MAJELIS UMUM PERSEIKATAN BANGSA BANGSA…Artikel I s/d XXIX.
Dari
pembukaan perjanjian New York Indonesia Belanda terurai tiga alinea yang
menjadi dasar perjanjian, yaitu:
- Mengingat kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.
- New Guinea Barat (Irian Barat) selanjutnya disebut sebagai “wilayah”.
- Ingin menyelesaikan perselisian mereka tentang wilayah tersebut.
Tiga poin diatas yang menjadi catatan Sekjen PBB merekomendasikan reolusi Majelis Umum PBB 2504 (XXIV), 19 November 1969. Artinya masalah penyelesaian perselisian sengketa wilayah New Guinea Barat belum selesai, apabila “Kepentingan dan Kesejahteraan masyarakat Adat Papua di wilayah geografi Papua Barat belum terpenuhi”.
Pertanyaan
mendasar, Kepentingan apa? dan kesejahteraan bentuk apa? yang diperuntukan untuk
masyarakat adat Papua, yang harus dipenuhi oleh Indonesia?(Kgr)
Penulis
adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.