Rabu, 21 Februari 2024

Zionisme Menjadi Spirit Lahirnya Negara Israel  Bagi Orang-Orang Yahudi

Oleh: Kristian Griapon, Februari 21, 2024

Abstrak

Persoalan dasar konflik di Timur Tengah berada pada pergolakan kaum Sunni  dan kaum Syiah yang telah berakar, lahir, bertumbuh dan berkembang bersamaan dengan penyebaran agama islam di Timur Tengah, kawasan yang lazim disebut Jazirah Arab. Yudaisme atau agama Yahudi adalah sebuah agama Abrahamik, monoteistik, dan etnis yang terdiri dari tradisi dan peradaban agama, budaya, dan hukum kolektif orang-orang Yahudi, yang berakar sebagai agama terorganisir di Jazirah Arab selama Zaman Perunggu, berkembang hingga kini. Jadi sejak pembuangan orang-orang Yahudi ke Babilonia pada masa raja Nebukadnesar II, dan dijadikan kaum perbudakan, mereka telah beradaptasi  dan membaur di Jazirah Arab dari masa ke masa dan tetap mempertahankan ideology Yudaisme, yang bersumber pada generasi Abraham. Dalam perkembangan Islam di Jazirah Arab dan sekitarnya setelah Nabi Muhammad, walaupun mereka telah diislamkan pada saat pengaruh islam berkembang di Jazirah Arab, namun ideology Yudaisme tetap dipertahankan.

Kata kunci: Sunni dan Syiah-Yahudi dan Yudaisme, di Tengah Peradaban Islam.


I.  Latar Belakang Konflik di Timur Tengah

Dilansir dari editorial Jerusakem Center for Public Affairs, edisi 27 April 2012-Perpecahan awal antara Sunni dan Syiah muncul dari pertanyaan pada abad ketujuh tentang siapa yang akan menjadi penerus Nabi Muhammad. Kaum Sunni percaya pada tradisi Arab dimana para tetua suku memilih anggotanya yang paling dihormati untuk memimpin mereka, sebagai khalifah komunitas Muslim. Kaum Syiah memilih menantu Muhammad, Ali, dan menghormati keturunannya sebagai imam komunitas Muslim. Kesyahidan putra Ali, Hussein, dalam pertempuran melawan Kekhalifahan Ummayad yang dipimpin Sunni merupakan salah satu peristiwa keagamaan terpenting bagi Islam Syiah.

Belakangan, perbedaan mengenai siapa penerus Muhammad yang sah berkembang menjadi perbedaan teologis dan bahkan mempunyai implikasi strategis-militer ketika Sunni dan Syiah mengambil kendali kerajaan Islam yang bersaing. Persaingan Sunni-Syiah meningkat ke tingkat yang baru dengan berdirinya Kekaisaran Safawi pada tahun 1501, ketika Islam Syiah menjadi agama negara Persia, di bawah kepemimpinan Shah Ismail. Kekaisaran Syiah Safawi mengobarkan perang dengan Kekaisaran Ottoman Sunni dan, hingga hari ini, Muslim Sunni mengklaim bahwa karena Syiah “menikam Ottoman dari belakang” mereka tidak pernah bisa melewati gerbang Wina dan menaklukkan seluruh Eropa dalam waktu singkat, atas. nama Islam.

Pada saat itulah kaum Yahudi di Iran yang berada dibawah kekuasaan kaum Syiah jauh lebih menderita daripada kaum Yahudi yqng berada di bawah kekuasaan kaum Sunni, di mana Kesultanan Utsmaniyah menyambut pengungsi Yahudi dari Spanyol, yang melarikan diri dari Inkuisisi. Sebaliknya saat itu, ulama Syiah di Iran mengembangkan gagasan bahwa “Yahudi adalah sumber kenajisan ritual”. Jadi jika seorang Yahudi menyentuh sepotong buah di pasar di Teheran, maka buah tersebut tidak dapat dimakan lagi oleh orang Syiah.

Shah Abbas (1571-1629) menuntut agar buku-buku Ibrani dibakar; pada satu titik dia memutuskan bahwa orang-orang Yahudi masuk Islam atau dihukum mati. Dia menarik diri dari dekrit ini, namun idenya bertahan di Persia. Pada tahun 1839, orang-orang Yahudi di Masyhad diberi pilihan untuk masuk Islam atau mati, dan banyak yang secara lahiriah menjadi Muslim, sambil tetap mempertahankan Yudaisme mereka secara pribadi.

Bagaimana kalau hari ini? Dengan bangkitnya Ayatollah Khomeini, sikap anti-Yahudi kembali menonjol di Iran. Dalam bukunya “Pemerintahan Islam,” Khomeini menulis: “Kita harus memprotes dan menyadarkan masyarakat bahwa orang-orang Yahudi dan pendukung asing mereka menentang dasar-dasar Islam dan ingin membangun dominasi Yahudi di seluruh dunia.” Mengingat pandangannya terhadap orang-orang Yahudi, tidak mengherankan jika pada tahun 1979 ia menyebut Israel sebagai “pertumbuhan yang bersifat kanker di Timur Tengah,” dan menambahkan bahwa “setiap Muslim mempunyai kewajiban untuk mempersiapkan diri untuk berperang melawan Israel.”

Pernyataan mengenai Israel sebagai “tumor” atau sumber penularan telah digunakan oleh Ayatollah Khamenei dan tokoh lainnya saat ini. Ulama radikal Iran yang memberikan indoktrinasi agama kepada Garda Revolusi, seperti Ayatollah Mesbah Yazdi, mengatakan bahwa Yahudi adalah sumber korupsi global. Ayatollah Nur-Hamedani, dosen Garda Revolusi lainnya, mengatakan bahwa orang-orang Yahudi harus ditaklukkan untuk mempersiapkan kedatangan Imam Tersembunyi.

Apakah doktrin-doktrin Iran ini menjadikan Islam Syiah sebagai masalah utama Israel? Kelompok Syiah di Lebanon selatan sebenarnya membantu permukiman Yahudi di utara sebelum tahun 1948 dan melawan PLO bersama Israel pada awal tahun 1980an, sebelum bangkitnya Hizbullah. Pemimpin Syiah Irak, Ayatollah Ali Sistani, menolak ekstremisme Iran dan menulis di situsnya bahwa Yahudi dan Kristen adalah suci secara ritual. Sistani jauh lebih dihormati oleh kelompok Syiah di seluruh dunia dibandingkan Khamenei.

Terlebih lagi, pihak Sunni mempunyai sejarah bermasalah dengan orang-orang Yahudi yang tidak boleh dilupakan. Selama berabad-abad, orang-orang Yahudi sebagian besar merupakan warga negara kelas dua, yang membayar pajak yang diskriminatif seperti jizya (pajak pemungutan suara) dan sesekali mengalami kekerasan tanpa pandang bulu, seperti pogrom yang terjadi di Fez, Maroko (1912), Bagdad, Irak (1941), Tripoli , Libya (1945) dan Aleppo, Suriah (1947).

Sejak berdirinya pada tahun 1928, ideologi Ikhwanul Muslimin selalu memicu sikap anti-Israel di pihak Sunni. Namun kini dengan adanya “Musim Semi Arab”, ideologi Ikhwanul Muslimin menyebar seiring dengan intoleransi Salafi terhadap non-Muslim, termasuk umat Kristen Timur Tengah, yang semakin banyak yang meninggalkan wilayah tersebut. Israel harus membela kepentingan nasionalnya di Timur Tengah, terutama mengingat meningkatnya ancaman Iran untuk mengembangkan senjata nuklir. Namun mereka tidak boleh terlibat dalam perjuangan Sunni-Syiah berdasarkan stereotip yang salah dari kedua belah pihak

Pernyataan mengenai Israel sebagai “tumor” atau sumber penularan telah digunakan oleh Ayatollah Khamenei dan tokoh lainnya saat ini. Ulama radikal Iran yang memberikan indoktrinasi agama kepada Garda Revolusi, seperti Ayatollah Mesbah Yazdi, mengatakan bahwa Yahudi adalah sumber korupsi global. Ayatollah Nur-Hamedani, dosen Garda Revolusi lainnya, mengatakan bahwa orang-orang Yahudi harus ditaklukkan untuk mempersiapkan kedatangan Imam Tersembunyi.

Apakah doktrin-doktrin Iran ini menjadikan Islam Syiah sebagai masalah utama Israel? Kelompok Syiah di Lebanon selatan sebenarnya membantu permukiman Yahudi di utara sebelum tahun 1948 dan melawan PLO bersama Israel pada awal tahun 1980an, sebelum bangkitnya Hizbullah. Pemimpin Syiah Irak, Ayatollah Ali Sistani, menolak ekstremisme Iran dan menulis di situsnya bahwa Yahudi dan Kristen adalah suci secara ritual. Sistani jauh lebih dihormati oleh kelompok Syiah di seluruh dunia dibandingkan Khamenei.

Terlebih lagi, pihak Sunni mempunyai sejarah bermasalah dengan orang-orang Yahudi yang tidak boleh dilupakan. Selama berabad-abad, orang-orang Yahudi sebagian besar merupakan warga negara kelas dua, yang membayar pajak yang diskriminatif seperti jizya (pajak pemungutan suara) dan sesekali mengalami kekerasan tanpa pandang bulu, seperti pogrom yang terjadi di Fez, Maroko (1912), Bagdad, Irak (1941), Tripoli , Libya (1945) dan Aleppo, Suriah (1947).

Sejak berdirinya pada tahun 1928, ideologi Ikhwanul Muslimin selalu memicu sikap anti-Israel di pihak Sunni. Namun kini dengan adanya “Musim Semi Arab”, ideologi Ikhwanul Muslimin menyebar seiring dengan intoleransi Salafi terhadap non-Muslim, termasuk umat Kristen Timur Tengah, yang semakin banyak yang meninggalkan wilayah tersebut. Israel harus membela kepentingan nasionalnya di Timur Tengah, terutama mengingat meningkatnya ancaman Iran untuk mengembangkan senjata nuklir. Namun mereka tidak boleh terlibat dalam perjuangan Sunni-Syiah berdasarkan stereotip yang salah dari kedua belah pihak.

II. Orang-Orang Yahudi Diaspora di Eropa dan Zionisme

Zionisme Internasional pertama kali didirikan di New York pada 1 Mei 1776 atau dua bulan sebelum deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat di Philadelphia. Perkumpulan Dewan Senat Yahudi lewat undangan Kaisar Napoleon Bonaparte lantas menjadi momen intim bersatunya bangsa Yahudi dalam skala besar di dunia Internasional.

Zionisme berasal dari kata dasar Zion, yang artinya Yerusalem. Zionisme merupakan aktualisasi dari ideology Yudaisme yang dikembangkan dalam peradaban modern, mempersatukan orang-orang Yahudi di seluruh dunia dalam rangka membentuk Negara Israel yang merdeka dan berdaulat untuk melindungi seluruh bangsa Yahudi di Yerusalem dan sekitarnya, tempat dibentuk Negara Israel yang merdeka dan berdaulat.

Orang-orang Yahudi Eropa menjadi bagian dari terbentuknya Negara Amerika Serikat, sama halnya orang-orang Inggris menjadi bagian dari terbentuknya Negara Australia dan Selandia Baru. Jadi pendekatan itu menjadi ikatan emosional yang kuat dalam prinsip saling melindungi Negara dan Bangsa dari ancaman pihak asing.

Zionisme bukan aliran atau paham suatu kelompok, sebenarnya Zionisme adalah landasan idiil berdirinya sebuah Negara Israel yang melindungi seluruh tanah tumpah darah bangsa Yahudi, sehingga siapapun yang berada di dalam system ketatanegaraan Israel, ia wajib membela Negara dan mempertahankan teritorialnya. Jadi tindakan PM.Netanyahu untuk melindungi bangsa dan Negara Israel dari serangan Hamas dan kelompok ekstrim lainnya, itu beralasan pada prinsip Zionisme, dan hal yang sama juga berlaku pada Amerika Serikat atas pembelaannya terhadap Negara Israel dan Bangsa Yahudi, yang didasari pada hubungan emosional.(Kgr)

 

                                                                                       

 

 


Minggu, 11 Februari 2024

 

Penafsiran Resolusi MU-PBB 1752 Dan 2504 Terkait Papua Barat Sudah Atau Belum Final Di Dalam NKRI

Oleh: Kristian Griapon, Februari 13, 2024

A.Tinjauan Hukum Internasional

Bukan rahasia umum, Orang-orang Papua Barat dihadapkan pada pernyataan yang sifatnya menteror mental untuk meredup semangat juang mereka dengan pernyataan politik, “Papua Barat sudah final di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Resolusi MU-PBB 2504”.

Pernyataan yang sifatnya menteror mental itu pada umumnya terucap melalui Pejabat Negara Republik Indonesia, para politisi dan akademisi, baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam menghadapi setiap momen yang berkaitan dengan situasi dan kondisi perkembangan politik di wilayah geografi Papua Barat, terutama menghadapi tuntutan ‘Hak Penentuan Nasib Sendiri Penduduk asli Papua’

Untuk melihat masalah Papua Barat sudah final atau belum final di dalam NKRI, terlebih dahulu penulis mengkaji prinsip-prinsip hukum internasinal dan kaidahnya, yaitu ‘dasar kebenaran yang menjadi pokok berpikir, bertindak, dsb, serta asas yang menjadi hukum, atau aturan (dalil) dalam Hukum Internasional (HI).

Prinsip-prinsip dan kaidah hukum internasional yang lahir dari organisasi-organisasi internasional, yang dituangkan dalam bentuk keputusan-keputusan, dipandang memiliki derajat dan daya mengikat yang sama dengan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional lainnya, yang bersumber dari statuta mahkamah internasional pasal 38.

Prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang ditetapkan PBB dituangkan dalam bentuk deklarasi: (1).Keputusan. (2).Rekomendasi, yang dikemas dalam bentuk Resolusi, wajib dan harus dilaksanakan baik oleh para anggota PBB, maupun badan-badan yang berada dibawah naungan PBB.

Dua keputusan PBB yang mempunyai kekuatan hukum internasional mengikat, yaitu:

I.    Resolusi yang bersifat deklarasi. Oleh Majelis Umum PBB.

Resolusi ini akan bertransformasi menjadi kebiasaan internasional, sehingga memiliki kekuatan hukum dan mengikat layaknya sumber hukum internasional lainnya. Proses transformasi disebut ‘Instan Customery Law’.

II.   Keputusan Dewan Keamanan PBB.

Keputusan Dewan Keamanan PBB mempunyai kekuatan hukum mengikat (legal binding) berdasarkan pasal 25 piagam dasar PBB. Keputusan-keputusan Dewan Keamanan PBB mempunyai dampak terhadap suatu Negara yang terlibat konflik, atau sengketa untuk mematuhi dan melaksanakannya, sehingga bagi Negara-negara yang melanggar akan diberikan sanksi sebagaimana yang telah diatur dalam piagam dasar PBB.

Pengambilan keputusan di dalam system PBB pada umumnya tidak dapat dipisahkan antara Resolusi, Keputusan, atau Deklarasi. Namun ada kalanya dua keputusan dapat berdiri sendiri didalam hal yang menyangkut prosedur kerja yang dilihat secara kasus perkasus, dan tidak diatur secara khusus didalam aturan tata cara PBB.

Resolusi adalah suatu hasil keputusan dari suatu masalah internasional yang telah disetujui baik melalui konsensus maupun pemungutan suara menurut aturan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional, atau badan yang bersangkutan. Resolusi pada umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu: (1).Paragraph yang bersifat mukadimah (preambuler paragraph). (2).Paragraph yang bersifat operasional (operative paragraph).

Mengenai diberlakukan secara hukum (legal validity) sebuah resolusi PBB, tergantung dari penafsiran khusus. Dimana resolusi dimaksud telah bertransformasi menjadi kebiasan internasional, sehingga interpretasi hukumnya memiliki kekuatan hukum internasional yang mengikat,

Resolusi adalah ungkapan formal dari pendapat atau kehendak organ PBB. Dan Keputusan adalah bentuk tindakan formal lain yang diambil oleh badan-badan PBB. Keputusan pada umumnya menyangkut hal-hal prosedural, diantaranya: pemilihan, penunjukan, waktu dan tempat sesi pertemuan. Selain itu, juga digunakan untuk mencatat adopsi teks yang mewakili konsensus anggota organ tertentu.Resolusi dan Keputusan Majelis Umum memiliki status hukum yang sama.

Resolusi Majelis Umum mencerminkan pandangan Negara-negara Anggota PBB, memberikan rekomendasi kebijakan, menetapkan mandat kepada Sekretariat PBB dan badan-badan pembantu Majelis Umum, dan menjawab semua pertanyaan tentang anggaran PBB.

Dengan pengecualian keputusan mengenai pembayaran ke anggaran reguler dan pemeliharaan perdamaian PBB, resolusi/keputusan Majelis Umum tidak mengikat Negara-negara Anggota. 

Pelaksanaan rekomendasi yang menjadi kebijakan, yang tertuang dalam resolusi, keputusannya menjadi tanggung jawab masing-masing Negara Anggota. (Sumber: Buku Pegangan GA)

B. Penafsiran (Interpretasi) Resolusi MU-PBB 1752 Dan Resolusi MU-PBB 2504

B.1. Tinjauan Resolusi MU-PBB 1752

Resolusi Majelis Umum 1752 termasuk dalam bentuk Keputusan tindakan formal lain yang diambil oleh badan-badan PBB. menyangkut hal-hal prosedural, diantaranya: pemilihan, penunjukan, waktu dan tempat sesi pertemuan. Selain itu, juga digunakan untuk mencatat adopsi teks yang mewakili konsensus anggota organ tertentu.

Resolusi dan Keputusan Majelis Umum yang dibuat melalui tindakan formal lain yang diambil oleh badan-badan PBB, status hukumnya sama dalam hukum internasional.Sehingga resolusi 1752 memperkuat New York Agreement, 15 Agustus 1962 ke dalam hukum perjanjian internasional tentang pelaksanaan Act of Free Choice 1969 di West New Guinea.

Jadi kesimpulannya, Keputusan Penyelesaian Sengketa wilayah New Guinea Barat antara Indonesia dan Belanda yang ditangani langsung oleh Sekjen PBB, kasusnya berdiri sendiri didalam hal yang menyangkut prosedur kerja, dilihat secara kasus perkasus, dan tidak diatur secara khusus didalam aturan tata cara PBB. Dalam arti West New Guinea termasuk salahsatu wilayah sengketa antar Negara setelah perang dunia ke-2, berkenaan dengan piagam PBB pasal 76 (b), secara prosedur harus berada dibawah Dewan Perwalian PBB, namun ditangani langsung oleh Sekjen PBB.

Bentuk Resolusi MU-PBB 1752

Perserikatan Bangsa-Bangsa

Resolusi Majelis Umum 1752, Persetujuan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda tentang Nugini Barat (Irian Barat)

Majelis Umum,

 Menimbang bahwa Pemerintah Indonesia dan Belanda telah menyelesaikan perselisihannya mengenai West New Guinea (Irian Barat),

 Mencatat dengan penghargaan atas keberhasilan upaya Penjabat Sekretaris Jenderal untuk mewujudkan penyelesaian damai ini,

 Setelah mengetahui Persetujuan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda tentang Nugini Barat (Irian Barat), 9

1.   Mencatat Perjanjian;

2.   Mengakui peran yang diberikan kepada Sekretaris Jenderal dalam Persetujuan;

3.   Memberi kuasa kepada Sekretaris Jenderal untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya dalam Persetujuan.

rapat pleno ke-1127,
21 September 1962.

________________ 9 Catatan Resmi Sidang Umum, Sesi Ketujuh Belas, mata acara 89, dokumen A/5170, lampiran.

 

B.2. Tinjauan Resolusi MU-PBB 2504

Terpisah dari perdebatan kontroversial klausul New York Agreement, 15 Agustus 1962, pasal XVIII (d) tentang hak pilih bebas semua orang ali Papua yang memiliki hak pilih pada Act of Free Choice 1969,  berkaitan langsung dengan diadopsi resolusi majelis umum PBB 2504, maka penuliis memfokus interpretasinya pada hasil keputusan sidang MU-PBB ke-24, 19 November 1969, yang menghasilkan resolusi MU-PBB 2504, yang menjadi landasan hukum internasional bagi Indonsia membangun orang asli Papua dan mengolah sumber daya ekonomi di wilayah geografi New Guinea Barat.

I.    Preambule Resolusi MU-PBB 2504 menyatakan:

Mengingat resolusi 1752 (XVII) dari 21 September 1962, dst…

Mengingat juga keputusan dari 6 November 1963 dst…

Mengingat lebih lanjut bahwa pengaturan untuk tindakan pilihan bebas adalah tanggung jawab Indonesia dst...

Mengingat bahwa, sesuai dengan pasal XXI, ayat 2, kedua belah pihak untuk Persetujuan telah diakui hasil ini dan mereka mematuhi,

II.   Paragraph Operasional Resolusi MU-PBB 2504 menyatakan:

Memperhatikan bahwa Pemerintah Indonesia, dalam melaksanakan rencana pembangunan nasional, memberikan perhatian khusus terhadap kemajuan Irian Barat,dst…

1.Membawa catatan dari laporan Sekretaris Jenderal dst…

2.Menghargai setiap bantuan yang diberikan melalui Bank Pembangunan Asia dst…

Mencermati isi Resolusi MU-PBB 2504 yang tertuang dalam preambule maupun paragraph operasionalnya, tidak terurai kalimat yang menyatakan dengan tegas dan jelas, bahwa “New Guinea Barat terintegrasi dan, atau final di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sehingga pernyataan New Guinea Barat (Papua Barat) sudah final di dalam NKRI, adalah bentuk "Keterangan Palsu", artinya, penyampaian informasi ke publik bertentangan dan, atau tidak sesuai dengan isi Resolusi MU-PBB 2504 yang termuat dalam paragraph preambule dan paragraph operasionalnya.

Bentuk Resolusi MU-PBB 2504

Perserikatan Bangsa-Bangsa

Resolusi 2504 (XXIV). Perjanjian antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda mengenai Irian Barat (Irian Barat)

Majelis Umum,

Mengingat resolusi 1752 (XVII) dari 21 September 1962, di mana ia mencatat Perjanjian dari 15 Agustus 1962 antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda mengenai Irian Barat (Irian Barat), 4 mengakui peran peran yang diberikan pada Sekretaris Jenderal dalam Perjanjian dan berwenang dia untuk melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya di dalamnya,

Mengingat juga keputusan dari 6 November 1963 5 untuk mencatat laporan dari Sekretaris Jenderal 6 pada penyelesaian United Nations Temporary Executive Authority di Irian Barat,

Mengingat lebih lanjut bahwa pengaturan untuk tindakan pilihan bebas adalah tanggung jawab Indonesia dengan saran, bantuan dan partisipasi dari perwakilan khusus Sekretaris Jenderal, sebagaimana diatur dalam Perjanjian,

Setelah menerima laporan tentang pelaksanaan dan hasil dari tindakan pilihan bebas 7 disampaikan oleh Sekretaris Jenderal sesuai dengan pasal XXI, ayat 1, Perjanjian,

Mengingat bahwa, sesuai dengan pasal XXI, ayat 2, kedua belah pihak untuk Persetujuan telah diakui hasil ini dan mematuhi mereka,

Memperhatikan bahwa Pemerintah Indonesia, dalam melaksanakan rencana pembangunan nasional, memberikan perhatian khusus terhadap kemajuan Irian Barat, mengingat kondisi spesifik penduduknya, dan bahwa Pemerintah Belanda, bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia, akan terus memberikan bantuan keuangan untuk tujuan ini, khususnya melalui Bank Pembangunan Asia dan lembaga-lembaga PBB,

1. Membawa catatan dari laporan Sekretaris Jenderal dan mengakui dengan penghargaan pemenuhan oleh Sekretaris Jenderal dan wakilnya tugas yang dipercayakan kepada mereka di bawah Perjanjian 15 Agustus 1962 antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda tentang West New Guinea (Irian Barat);

2. Menghargai setiap bantuan yang diberikan melalui Bank Pembangunan Asia, melalui lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa atau melalui cara lain kepada Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial dari Irian Barat.

Pleno 1813th,
19 November 1969

Kesimpulan Akhir

1,Sengketa wilayah New Guinea Bagian Barat (Papua Barat) antara Indonesia dan Belanda belum selesai (final), sehubungan dengan Resolusi MU-PBB 1752 yang telah menempatkan wilayah geografi New Guinea Bagian Barat ke dalam hukum perjanjian Internasional, dan walaupun New York Agreement, 15 Agustus 1962 diluar produk hukum perjanjian internasional konvesi Wina 1969 sehubungan dengan pasal 4 Non-Retroaktivitas. Namun demikian, prinsip-prinsip perjanjian Internasional universal tetap berlaku untuk New York Agreement, 15 Agustus 1962. Sehingga pelanggaran Act of Free Choice yang tidak mematuhi standar kebiasaan internasional dapat diselesaikan melalui mahkamah internasional (ICJ) berdasarkan Negara melalui tata cara ipso facto.

Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional pasal 26 mencantumkan salah satu prinsip universal perjanjian internasional, yaitu " Pacta Sunt Servanda",.Artinya setiap perjanjian internasional yang berlaku mengikat para pihak kedalamnya, harus dilakukan perjanjian itu oleh mereka dengan itikad baik. Dan pasal 28-nya, menyatakan penerapan Non-Retroaktivitas perjanjian internasional berlaku untuk perjanjian yang tidak mengikat para pihak dan tindakan dan peristiwanya sudah tidak nampak lagi.

New York Agreement, 15 Agustus 1962 telah memenuhi standar hukum perjanjian internasional prinsip "Pacta Sunt Servanda". Sehingga asas Non-Retroaktivitas yang termuat dalam pasal 28 perjanjian internasional konvensi Wina 1969, tidak berlaku padanya (New York Agreement, 15 Agustus 1962).

2.Resolusi MU-PBB 2504 telah menghadapi jalan buntut dalam proses transformasi menjadi kebiaan internasional yang memiliki kekuatan hukum internasional, beralasan pada:

a.Telah terjadi pelanggaran Act of Free Choice pada tahun 1969’

   b.Telah terjadi Kejahatan Kemanusiaan di Papua Barat mengarah pada genosida, dan juga kejahatan ekosida

Poin (b) sangat bertentangan dengan misi PBB yang diembankan kepada Indonesia melalui Resolusi MU-PBB 2504, yaitu: mendorong kemajuan pembangunan ekonomi dan sosial, serta penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di New Guinea Bagian Barat (Papua Barat).(Kgr)

Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.

 

Selasa, 06 Februari 2024

 

Ketua DPRD Kota Jayapura Menggunakan Masa Resesnya Mensosialisasi Dana Bosda Kota Jayapura di Sejumlah Sekolah Dasar di Kota Jayapura. 

Foto bersama Ketua DPRD Kota Jayapura dan Dewan Guru SD-Negeri 3 Abepua Kota Jayapura, setelah Sosialisasi Dana Bosda Kota Jayapuar pada tanggal, 6 Februari 2024,  kepada orang tua murid penerima Dana Bosda Kota Jayapura.

Oleh: Kristian Griapon

Ketua DPRD Kota Jayapura Abisai Rollo,SH.MH, menggunakan masa resesnya didampingi Kabid SLTP Kota Jayapura, mensosialisasi penggunaan dan pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Dana Bosda) Kota Jaya di sejumlah Sekolah Dasar di lingkungan Kota Jayapura.

Dalam penjelasannya di SD Negeri 3 Abepura Kota Jayapura, pada 6 Februari 2024, Abisai Rollo menjelaskan, Dana Bosda Kota Jayapura diprogramkan terutama untuk membantu beban siswa anak asli Port Numbay dalam proses belajar di jenjang pendidikan SD s/d Perguruan Tinggi, guna mendukung SDM yang berkualitas di Kota Jayapura.

Selain itu, Pemerintah Kota Jayapura juga menyiapkan Dana Bosda untuk Anak sekolah orang asli Papua-non penduduk asli Port Numbay yang berdomisili di Kota Jayapura. Cuma pembagian porsi bantuannya berbeda angka nominalnya, Dana Bosda untuk siswa orang asli Papua perbandingannya tidak bisa melebihi bantuan untuk anak sekolah penduduk asli Port Numbai.

Angka Pembandingnya = Rp.1 juta sekian untuk setiap siswa Port Numbai : Rp.4 ratus ribu sekian untuk setiap siswa orang asli Papua-non penduduk asli Port Numbai, demikian penjelasannya.

Komentar Admin:

Orang Asli Papua-Non Penduduk Asli Port Numbai yang berdomisili di Kota jayapura harus bersyukur dan berterima kasih kepada Pemerintah Kota Jayapura serta Jajarannya, dalam hal ini DPRD Kota Jayapura, yang begitu bijaksana memperhatikan siswa orang asli Papua yang berdomisisil di Kota Jayapura lewat Program Dana Bosda kota Jayapura, yang sebenarnya menjadi porsi siswa anak asli Port Numbai.

Semoga kebijakan yang sama dapat diterapkan dan dikembangkan di seluruh kota dan kabupaten di Tanah Papua.(Kgr)


Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...