Minggu, 31 Maret 2024

Salah langkah Pemerintah Republik Indonesia, Penyelesaian Konflik Papua Barat Berujung Pada Taruhan Kemerdekaan Papua Barat. 



Oleh: Kristian Griapon

Dampak dari penggunaan alat kekuasaan negara (TNI-POLRI) yang berlebihan dan di luar kontrol Negara di Papua Barat, telah mengakibatkan tindakan eksesif terhadap warga sipil penduduk asli Papua, yang berujung pada kejahatan genosida (the crimes of genocide) di wilayah geografi Papua Barat.

Jejak Kasus Perlakuan Diluar Batas Kemanusiaan Dimasa Transparansi Digital

Pada tahun 2020 militer Indonesia menangkap dua warga sipil kakak beradik di Sugapa Kabupaten Intan Jaya Papua Barat, mereka disiksa dan dibunuh, serta jasadnya di bakar dan debunya dibuang ke sungai. https://www.benarnews.org/indonesian/berita/papua-tentara-akui-bunuh-2-warga-12232020152300.html

Pada tahun 2022, militer Indonesia menangkap, maembunuh, serta memutilasi empat warga Papua di Timika Papua., dan bagian-bagian jasad yang dimutilasi dibuang kesungai. https://www.hrw.org/id/news/2022/09/02/indonesian-soldiers-arrested-killing-4-papuans

Pada tahun 2024 publik dihebohkan oleh beredarnya video singkat penyiksaan warga siplil Papua di Kabupaten Puncak Papua oleh sejumlah prajurit militer Indonesia. https://www.rnz.co.nz/international/pacific-news/512631/committed-to-human-rights-indonesia-says-west-papua-torture-incident-deeply-regrettable

Dari berbagai kasus tindakan militer Indonesia di Papua Barat, dua kasus mutilasi dan penyiksaan di dalam drum telah memberi sinyal kuat kepada masyarakat internasional tentang adanya darurat militer di Papua Barat, perlakuan sewenang-wenang, pembunuhan diluar hukum dan impunitas alat kekuasan Negara di Papua Barat, yang dikategorikan kejahatan genosida (the crimes of genocide)

Dikategorikan kejahatan genosida (the crimes of genocide) merujuk pada, adanya niat dan tindakan, pola data (kejadian yang berulang kali dalam berbagai peristiwa), sistimatis (menyebar luas dan berulang-ulang), dibawah kendali komando efektif (terstruktur dalam hubungan kerja yang jelas antara pembuat kebijakan dan pelaksana dalam satu garis komando), dengan tujuan (target) pemusnahan seluruh atau sebagian suatu etnik dan budaya/agama di suatu wilayah geografi.

Di era transparansi digital, Jakarta sudah tidak bisa lagi menggunakan cara-cara kuno untuk menyelesaikan masalah Papua Barat yang telah berakar, bertumbuh subur  dan menjalar luas ke penjuru dunia. Dan kesalahan  langkah pemerintah Republik Indonesia terdahulu dalam penyelesaian konflik Papua Barat, kini taruhannya mahal, yang berujung pada  kemerdekaan Papua Barat.(Kgr)

Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat

Kamis, 07 Maret 2024

Negara Lalai Memberi Jaminan Hak Hidup, Serta Perlakuan Sewenang-Wenang Terhadap Rakyat Papua Barat, Mengaktifkan Hak Kemerdekaannya.

Gambar Ilustrasi: Operasi Militer Indonesia di Papua Barat

By:Kristian Griapon

Hak kemerdekaan suatu kelompok etnik dan budaya di sebuah wilayah geografi yang dikuasai oleh sebuah Negara merdeka (prinsip erga omnez), sifatnta pasif. Namun ketika Negara yang bersangkutan lalai memenuhi kewajibannya memproteksi kelompok etnik dan budaya yang dikuasainya, terutama lalai memberikan jaminan perlindungan terhadap hak hidup, serta perlakuan sewenang-wenang diluar aturan hukum Negara, maka hal itu dengan sendirinya akan mengaktifkan hak kemerdekaan yang sifatnya pasif, disitulah terjadi pemberontakan kemerdekaan.

Konteks diatas menunjuk pada wilayah geografi New Guinea Bagian Barat (Papua Barat), Indonesia sebagai Negara yang diberi mandat proteksi berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB 2504 untuk mengolah Wilayah Geografi New Guinea Bagian Barat dan Memproteksi Penduduk Aslinya, namun yang terjadi, tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan perlakuan sewenang-wenang diluar aturan hukum negara (impunitas alat kekuasaan Negara), yang terjadi di Papua Barat.

Oleh karena itu perjuangan kemerdekaan rakyat papua barat sah berdasarkan prinsip erga omnez, dan masuk dalam entitas subjek hukum internasional, sehingga dengan sendirinya menimbulkan hak dan kewajiban internasional yang harus dipahami, diperhatikan dan ditaati olah para pejuang kemerdekaan Papua Barat, baik itu kombatan politiknya maupun kombatan militernya, terutama yang berkaitan dengan  hukum publik internasional dan hukum humaniter internasional.

Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Papua Barat memiliki hak untuk mendapatkan dukungan dan pengakuan masyarakat interternasional, dalam memperjuangkan hak kelompok etnik dan budaya di sebuah wilayah geografi untuk mendirikan sebuah Negara berdaulat (prinsip erga omnez), guna melindungi seluruh bangsa Papua Barat dan wilayah geografinya yang masuk dalam wilayah kedaulatan negara.

Pada era globalisasi setelah perang dinging, perjuangan rakyat Papua Barat yang telah berlangsung dan bertahan sejak tahun 1961 harus diakhiri melalui jalan perundingan damai antara rakyat Papua Barat dengan penguasa negara Republik Indonesia, Karena perjanjian antara negara Indonesia dan Belanda diluar konteks rakyat Papua Barat tidak menyelesaikan masalah, justru telah menyulut konflik yang berkepanjangan dan melahirkan kejahatan kemanusiaan terhadap orang-orang Papua Barat di wilayah New Guinea Bagian Barat.(Kgr)

Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.

 

.

Minggu, 03 Maret 2024

Pribumi Papua Masuk Dalam Entitas Subjek Hukum Internasional

By: Kristian Griapon

Orang-orang Papua Barat masuk dalam entitas subjek hukum internasional, karena adanya perjuangan kemerdekaan Papua Barat, yang masih bertahan, berlanjut dan berkembang hingga ke dunia internasional dengan organisasi perjuangannya yang jelas.(TPNPB-OPM dan ULMWP).

Papua Barat Ibarat api dalam sekam peri bahasa klasik orang melayu, dalam pengertian integrasi wilayah geografi New Guinea Bagian Barat/Papua Barat belum final, sehingga para penguasa Jakarta jangan keliru dengan penafsiran politiknya “Papua Barat sudah final di dalam NKRI”.

Kita tidak bisa selamanya berada dan bertahan dalam situasi, kondisi dan pemahaman klasik (Kuno), karena perkembangan dunia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, telah mendorong manusia beranjak dari peradaban kuno ke peradaban modern, manusia telah memposisikan manusia sebagai manusia, dimana manusia yang satu sama derajatnya dengan manusia yang lainnya, tidak memandang etnik dan budaya.

Perubahan peradaban dunia mendorong evolusi perkembangan hukum internasional ke arah kedaulatan Negara tidak bersifat mutlak, dibatasi oleh hubungan internasional, sehingga hubungan antar Negara menjadi kebutuhan timbal-balik dan saling melengkapi yang tidak bisa di hindari oleh Negara manapun di dunia.

Subjek hukum internasional yang dulu berada dan terfokus pada lembaga Negara, kini telah berkembang dan bertambah ke lembaga non-negara dan individual, sehubungan dengan evolusi perkembangan hukum internasional yang didorong oleh perkembangan dalam hubungan internasional yang dilandasi moralitas tinggi.

Orang asli Papua yang merupakan salah satu kelompok etnik dan budaya yang mendiami wilayah geografi New Guinea bagian Barat sudah tidak bisa dipandang sebelah mata oleh orang-orang Indonesia. Karena perubahan jaman telah mengangkat dan memposisi orang asli papua bagian dari masyarakat global, sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dengan manusia lainnya di dunia.

Kebenaran tentang jadi diri dan keberadaan orang asli Papua yang telah ditutupi sejak Indonesia mengambil alih kekusaan atas wilayah New Guinea Bagian Barat, kini telah terbuka ke publik dan menjadi pemandangan umum di dunia internasional.(Kgr)

Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...