Selasa, 04 Desember 2018

Catatan Sejarah Kemerdekaan Indonesia


REFLEKSI SETELAH LEBIH DARI TUJUH PULUH TAHUN INDONESIA MERDEKA
Oleh:Kristian Griapon


Kemerdekaan Indonesia yang sesungguhnya masih dipertanyakan oleh pemerhati sejarah kemerdekaan Indonesia, apakah 17 Agustus 1945 (NKRI) atau 27 Desember 1949 (RIS)? Secara Defacto  Ketatanegaraan dijalankan diatas dasar Konstitusi, 17 Agustus 1945 “NKRI”, namun secara Deyure Pengakuan Kedaulatan Indonesia diatas dasar konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Negara Jajahan Indonesia, Kerajaan Belanda melalui meja perundingan yang ditengahi utusan Dewan Keamanan PBB pada, 27 Desember 1945 di Den Haag Belanda.

Terbentuknya Pemerintahan Republik Indonesia Serikat
Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri dari 7 negara bagian dan 9 daerah otonom[1] dengan masing-masing mempunyai luas daerah dan jumlah penduduk yang berbeda. Di antara negara-negara bagian yang terpenting, selain Republik Indonesia yang memiliki luas daerah dan jumlah penduduk terbanyak, ialah Negara Sumatra Timur, Negara Sumatra Selatan, Negara Pasundan, dan Negara Indonesia Timur.

Tangggal 14 November 1949, rombongan delegasi Indonesia di bawah pimpinan Mohammad Hatta tiba kembali di Yogyakarta. Hasil dari KMB perlu diratifikasi oleh semua negara dan daerah otonom yang menjadi anggota RIS, dalam hal ini oleh pemerintah Indonesia, dan semua negara-negara federal.

Pada tanggal 14 November 1949 di Jakarta, wakil dari semua anggota BFO dan pemerintah Indonesia menandatangani konstitusi RIS. Sementara itu, sejak awal Desember 1949 di Yogyakarta KNIP mulai membahas hasil KMB.

Ketika sidang pleno KNIP, banyak anggota yang sadar pembentukan RIS sebenarnya adalah penyelewengan terbesar proklamasi kemerdekaan. Meskipun demikian, KNIP menyadari tidak ada jalan lain, selain menerima segala naskah yang dibuat oleh KMB di Den Haag. Ditambah naskah kontitusi RIS, yang tidak dapat dirubah sediki pun. Sehingga mereka hanya harus menerima dan mengesahkan saja. KNIP juga harus memilih seorang wakil bagi setiap 12 anggota KNIP, untuk duduk dalam dewan perwakilan RIS'

Setelah satu minggu bersidang, diambil pemungutan suara untuk pengesahan seluruh hasil KMB dengan hasil, 236 suara menerima, dan 62 suara menolak hasil KMB. Taggal 15 Desember 1949, KNIP meratifikasi hasil-hasil KMB.

Selain menunjuk wakil-wakil untuk duduk di Senat RIS, KNIP juga menunjuk wakil-wakil Indonesia untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat RIS. Sama halnya dengan negara-negara anggota BFO, yang mengirim wakil untuk duduk di Senat dan DPR RIS.

Pada tanggal 16 Desember 1949 di Yogyakarta, Panitia Pemilihan Nasional RIS memilih Soekarno menjadi presiden Indonesia Serikat pertama, dan peresmiannya dilakukan tanggal 17 Desemer 1949. KNIP kemudian mengangkat Mr. Assaat Datuk Mudo, ketua KNIP, sebagai pemangku jabatan Presiden Indonesia. Dengan demikian, MR. Assaat de facto presiden Indonesia kedua yang memegang jabatan ini hingga dibubarkannya RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 oleh Soekarno.

DPR RIS kemudian memilih empat orang menjadi formatur kabinet, yaitu Mohammad Hatta, Anak Agung Gde Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Sultan Hamid II. Pada 19 Agustus 1949 terbentuklah kabinet RIS dengan susunan:

Perdana Menteri                        : Mohammad Hatta
Menteri Luar Negeri                  : Mohammad Hatta
Menteri Pertahanan                   : Hamengku Buwono IX
Menter Dalam Negeri                : Ide Anak Agung Gde Agung
Menteri Keuangan                     : Syafruddin Prawiranegara
Menteri Perekonomian              : Ir. Juanda
Menteri Perhubungan dan Pekerjaan Umum: Ir. H. Laoh
Menteri Kehakiman                   : Prof. Dr. Mr. Soepomo
Menteri P dan K                         : dr. Abu Hanifah
Menteri Kesehatan                     : dr. Josef Leimena
Menteri Perburuhan                   : Mr. Wilopo
Menteri Sosial                            : Mr. Kosasih Purwanegara
Menteri Agama                          : K. H. Wahid Hasyim
Menteri Penerangan                   : Arnold Mononutu
Menteri Negara                          : Sultan Hamid Alkadrie II, Mr. Mohammad Roem, Dr. Suparno.

Kabinet ini merupakan Zaken Kabinet (mengutamakan keahlian dari anggota-anggotanya), dan bukan kabinet koalisasi yang bersandar pada kekuatan partai-partai politik.

Upacara penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Indonesia Serikat berlangsung bersamaan di dua tempat. Pada 27 Desember 1949 di Paleis op de Dam di Amsterdam, Belanda. Perdana menteri RIS Mohammad Hatta atas nama pemerintah RIS, menerima kedaulatan dari Ratu Juliana, dan di Jakarta, Wakil Perdana Menteri RIS, Hamengku Buwono IX menerima kedaulatan RIS dari wakil tinggi mahkota Belanda, A. H. J. Lovink.

[1] 7 negara bagian itu adalah Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Timur, dan Negara Sumatra Selatan. Sementara yang termasuk ke dalam 9 daerah otonom adalah Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Bangka, Belitung, dan Riau.


Soekarno Menggulingkan Presiden RIS Mr.Assaat Serta Kabinetnya, Dan Membubarkan RIS Pada, 17 Agustus 1950

Soekarno melalui Negara Bagian Republik Indonesia yang berkedudukan di Jakarta, di dukung oleh Tentara Keamanan Rakyat (TNI), menggulingkan Pemerintahan RIS yaitu pada 17 Agustus 1950, dan mengantikan konstitusi negara NKRI, 17 Agustus 1945, dan menjadi presiden NKRI Pertama, serta membuat “Dekret Presiden, 5 Juli 1959” guna dijadikan dasar pengakuan NKRI.

Dampak dari penggulingan pemerintahan RIS terjadi perlawanan di daerah-daerah negara bagian oleh Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), terhadap NKRI. Pada periode 17 Agustus 1950 s/d 1965, Indonesia menghadapi berbagai pemberontakan bersenjata terutama di wilayah-wilayah bekas Federasi Indonesia Serikat yang tidak sepaham dengan NKRI, mempertahankan Negara Federasi. Perimbangan kekuatan yang tidak seimbang antara ABRI dan APRIS akhirnya gerakan-gerakan ini dapat ditumpas. 

Di Bandung terbentuk Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang mengirimkan ultimatum kepada Pemerintah NKRI menuntut diakui sebagai tentara Pasundan dan menolak pembubaran negara itu.
Sementara itu, di Kalimantan Barat Sultan Hamid menolak masuknya TNI kedaerah itu, serta menolak untuk mengakui menteri pertahahan NKRI dan menyatakan bahwa dia yang berkuasa di daerah tersebut. Di Makassar muncul pemberontakan Andi Aziz, dan di Ambon pemberontakan Republik Maluku Selatan dipimpinoleh Dr.Chris Soumokil (RMS). Danpemberontakan DI/TII Kartosuwiryo ,dan.

Pada, 15 Februari  1958 Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) terbentuk di Sumatera  Selatan dibawah pimpinan LETKOL Ahmad Husein, diikuti dibentuknya Dewan Gajah di Sumetera Utara dibawah Kolonel Maludin Simbolon, Dewan Garuda di Sumatera Selatan Pinpinan LETKOL Barsilian, dan Dewan Manguni Sulawesi Selatan Pimpinan LETKOL Ventje Sumual. PRRI adalalah puncak dari perlawanan Federasi RIS yang akhirnya dilumpuhkan oleh kekuatan ABRI dan pda , 29 Mei 1961 Ahmad Husein menyerah

Keadaan ini sengaja diwariskan oleh kekuatan reaksioner Belanda, dengan tujuan mempertahankan kepentingan dan membuat kondisi RIS kacau. Jika usaha ini berhasil, maka dunia Internasional akan menganggap RIS tidak mampu memelihara keamanan dan ketertiban di wilayahnya. Selain disibukkan dengan suasana nasional yang tidak stabil akibat bom waktu yang sengaja ditinggalkan pihak kolonialis, pemerintah masih harus menghadapi pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo.(**)

Referensi:
                 



Jumat, 30 November 2018

PETA POLITIK PERJUANGAN KEMERDEKAAN PAPUA BARAT TETAP AMAN, WALAUPUN TERJADI TARIK MENARIK PENGARUH KEKUASAAN AMERIKA SERIKAT DAN CHINA DI KAWASAN PASIFIK.
Kajian oleh : Kristian Griapon-Publikasi-Selasa, 20 November 2018.


Editing pribadi Gamba Ilusi

Masyarakat kepulauan pasifik yang terdiri dari negara-negara pulau kecil mengapresiasi kepada China, karena pemerintahan China mempunyai komitmen yang jelas dalam ikut berpartisipasi mendorong perkembangan ekonomi, sosial-budaya dan alih teknologi dikawasan ini, walaupun demikian mereka tidak bisa meninggalkan Australia dan Selandia Baru sebagai penjaga kawasan. Negara-negara pulau kecil ini membangun hubungan kemitraan berdasarkan kebijakan politik “Jemput Bola” artinya mereka berprinsip pada hubungan bila teral yang saling menguntungkan dan tidak mengenal system kartel (blok) yang dibangun oleh kapitalisme proteksionisme AS dan sekutunya.

Disinilah kecermatan China membaca strategi proteksionisme Amerika Serikat dan sekutunya dalam membangun kartel-kartel perdagangan dunia dibawah pengaruh mereka, yang sebenarnya lebih menguntung mereka sendiri dari pada negara-negara berkembang yang menjadi mitra mereka, yang hanya mendapatkan manfaat semu. Pada lawatan pertama presiden China Xi Jinping ke kawasan pasifik menghadiri KTT-APEC 2018 di Port Moresby PNG, Xi Jinping mengungkapkan bahwa “Negara-negara yang dibawah kendali terselubung proteksionisme Amerika Serikat telah mengalami kegagalan”.

Pernyataan presiden China ada benarnya, kita mengambil contoh Indonesia, selama menjadi kepanjangan tangan AS yang dimulai sejak masa Orde Baru hingga saat ini, hanya menjadi pelayan, bagian dari kepentingan AS dan sekutunya baik itu didalam negeri sendiri maupun diluar negeri. Dampaknya tidak terlihat adanya perubahan yang berarti dalam membangun kesejahteraan bangsa (tidak ada prinsip kemandirian namun yang terjadi ketergantungan Negara kepada pihak asing melalui utang luar negeri).

Jika disimak, terlihat AS dan China sedang memanfaatkan kondisi negara negara pulau yang lagi terhimpit pada masalah keuangan negara mereka. Negara-negara pulau di pasifik mempunyai Zona Ekonomi Eksklusif terluas di dunia yang menyimpan berbagai Sumber Daya Ekonomi Kemaritiman, diantaranya terdapat tambang bawah laut. Ini yang menjadi incararan negara-negara maju, diantaranya kedua negara adidaya ini sedang mencari celah untuk mendapatkan keabsahan mengeksploitasi di kawasan ini. Setiap pemimpin bangsa di kawasan ini harus pintar menganalisa untung dan rugi dari setiap kerja sama, terutama dari luar kawasan regional pasifik, dan jangan mudah terjebak.

Wilayah pasifik telah ditinggalkan AS sejak perang dingin usai menjadi kawasan titipan Australia dan Selandia Baru dibawah pengawasan trategi pertahanan ANZUS. Tanpa disadari China tetangga pasifik terdekat telah menyusup masuk menyusun kekuatan melalui strategi hubungan bilateral yang saling menguntungkan menjadi landasan legalitas China memainkan peran dan pengaruhnya di kawasan ini. Kehadiran China di Pasifik dalam membangun hubungan bilateral yang saling menguntungkan di hampir semua negara pulau di pasifik, membuat AS membuka mata melirik kawasan ini yang telah lama ditinggalkan dengan mengutus Wakil Menteri Luar Negeri AS Thomas Modly pada September 2018 mengadakan tour dipasifik. Dalam tournya Mr Modly menjelaskan bahwa Amerika Serikat telah bergeser jauh pada era Presiden George Bush- meninggalkan Australia sendirian, ditugaskan bertindak sebagai 'sheriff' regional pasifik.

Anna Powles dari Massey University mengatakan Australia tampaknya ingin meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut. "Agenda yang sangat didorong oleh keamanan ini yang keluar dari Canberra sebenarnya bertentangan dengan dorongan untuk demiliterisasi di Pasifik. Itu adalah tema sentral yang sangat kuat di kawasan ini. Ini juga menantang fakta bahwa untuk negara-negara kepulauan Pasifik, ancaman terbesar adalah perubahan iklim, bukan China." Kata Dr Powles.
"PNG memiliki hubungan yang sangat kuat dengan China. Kemungkinan akan menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan China. Masalahnya telah menandatangani inisiatif Belt and Road. China telah menjadi mitra kunci dalam mendorong pertemuan APEC di PNG dan telah berkomitmen untuk memberi sejumlah besar pinjaman serta dengan sangat jelas menunjukkan kehadirannya dan hubungannya dengan PNG. "

VANUATU TETAP BERKOMITMEN MENJADI NEGARA NON-BLOK                         
Ralph Jo Regenvanu MENLU Republik Vanuatu 

Menteri luar negeri Vanuatu Ralph John Regenvanu, kembali menyatakan posisi kebijakan Vanuatu yang lama bahwa "kami tetap menentang militerisasi apapun di dalam perbatasan wilayah kami, dan menegaskan kembali komitmen Status Vanuatu sebagai Negara Non-Blok."

Meskipun pengumuman di media Australia pada akhir pekan bahwa "Australia telah menempatkan dan mengerahkan pesawat maritim di Samoa dan Vanuatu untuk melakukan pengawasan yang diprioritaskan oleh negara-negara Pasifik Selatan", Menteri Luar Negeri Ralph John Regenvanu menginformasikan kepada Daily Post ,25/9/2018 bahwa tidak ada personel RAAF atau peralatan yang ditempatkan sini.

'Pangkalan angkatan laut' yang banyak diperdebatkan di pulau Manus Papua New Guinea,sebenarnya itu adalah fasilitas yang sudah ada, hanya ditingkatkan fungsinya dari Fasilitas terdahulu untuk mengakomodasi berbagai tipe kapal perang, dan untuk itu telah dipersiapkan pengiriman pertama. Pangkalan Mala di Port Vila, yang dioperasikan oleh Police Maritime Wing, juga telah mengalami peningkatan untuk memungkinkan kapal patroli baru generasi ketika tiba di Port Vila pada tahun 2020. Pangkalan Mala telah menjadi tuan rumah bagi personel Angkatan Laut Australia untuk beberapa waktu. Mereka berada di posisi kedua untuk membantu pemeliharaan dan pengoperasian ketangkasan pada tahun 1980-an, dan untuk membantu mempersiapkan penggantian yang akan datang. Mereka bekerja pada fasilitas Vanuatu sudah lama sebelum spekulasi yang berkembang saat ini tentang militerisasi China di Pasifik. 
.
GERAKAN PARLEMEN UNTUK PAPUA BARAT 
Logo Parlemen Vanuatu

“Selama Vanuatu masih menjadi sebuah negara, Isu Kemerdekaan Papua Barat Tetap Hidup” mungkin itu kata kunci yang harus dipahami oleh segenap Orang Asli Papua. Bukan masalah kecil negara pulau ini, namun pengaruhnya sangat kuat dalam percaturan politik dunia. Vanuatu memiliki pandangan dasar yang tidak bisa disepelehkan yaitu, “Papua Barat adalah Saudara Kandung Melanesia yang diperanakkan dari seorang Ayah dan seorang Ibu Melanesia”. Dasar pemahaman ini telah diletakkan oleh pendiri negara kepulauan pasifik ini “Father Walter Lini” pada tahun 1982.

Melalui Parlemen Vanuatu pada tahun 2010, Ralph John Regenvanu (kini MENLU) menjadi pemeran utama kedudukannya sebagai penasehat yang memberikan pendapat dalam upaya mengajukan mosi di Parlemen yang menyatakan bahwa “Vanuatu akan meminta dukungan dalam sidang-UNGA- ke-65- Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengadilan Internasional tentang legalitas kesepakatan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda melalui perjanjian New York, 15 Agustus 1962 yang berakibat fatal terhadap hak politik dan kehidupan rakyat Papua Barat”. Mosi tersebut diadopsi dengan suara bulat oleh seluruh anggota Parlemen pada bulan Juni 2010, serta didukung oleh pemimpin oposisi Maxime Carlot Korman , beserta seluruh partai politik, mentransfer keputusan Mosi ke Pemerintahan PM Eduard Natapei untuk dilaksanakan dan menjadi bagian dari agenda diplomasi politik Pemerintah Vanuatu. Keputusan mosi ini menjadi landasan hukum pemerintah dan rakyat Vanuatu memberikan dukungan penuh Perjuangan Kemerdekaan Papua Barat.

Keputusan tersebut mendapat komentar “Unggulan” dalam majalah bisnis regional Fiji, “Kepulauan Business” , yang memuji Regenvanu sebagai "Seorang pemikir ke depan", dan menambahkan: " Saatnya ketika Papua Barat mendapatkan kemerdekaan dan berpemerintahan sendiri yang layak, rakyatnya akan sangat bersyukur kepada saudara-saudaranya Melanesia di seberang Lautan Koral ".

Regenvanu kemudian mengkritik Papua Nugini karena telah "secara konsisten" menentang diskusi tentang Papua Barat di dalam Melanesia Spearhead Group, dan "melawan keinginan negara-negara Melanesia lainnya yang bersemberangan arah dengan keinginan rakyat Papua Barat" terutama Papua Nugini yang berbatasan langsung dengan Papua Barat . Dia menambahkan: "Kami akan mengangkat perhatian internasional pada isu Papua Barat",


PEMBENTUKAN ULMWP
Disaksikan PM Natuman, Benny Wenda menandatangani dokumen penyatuan Faksi Pejuang Kemerdekaan Papua Barat.

Pertemuan bersejarah para pemimpin Papua Barat di Vanuatu dari berbagai faksi dalam gerakan kemerdekaan telah bersatu, pada Sabtu, 6 Desember 2014 dan membentuk sebuah badan baru yang disebut Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP). 
Organisasi baru ini menyatukan tiga organisasi utama yang telah lama berjuang untuk kemerdekaan dengan cara mereka sendiri-sendiri.

Kelompok kunci yang telah bersatu termasuk: Republik Federal Papua Barat (NRFPB), Koalisi Nasional untuk Pembebasan (WPNCL) dan Parlemen Nasional Papua Barat (NPWP). Sekretariat eksternal yang terdiri dari lima anggota terpilih dari berbagai kelompok sekarang akan mengkoordinasikan kegiatan ULMWP. Octovianus Mote telah terpilih sebagai Sekretaris Umum ULMWP sementara Benny Wenda adalah juru bicara dan tiga anggota terpilih lainnya adalah Rex Rumakiek, Leone Tangahma dan Jacob Rumbiak. Sekretaris Jenderal Mote mengatakan pada penutupan pertemuan unifikasi, "Saya merasa terhormat terpilih dan sangat bahagia sekarang kita semua bersatu. ULMWP sekarang satu-satunya badan koordinasi yang diakui untuk memimpin kampanye keanggotaan MSG dan melanjutkan kampanye kemerdekaan dari Indonesia ".

Penandatanganan Deklarasi Kepala Nakamal untuk Persatuan Papua Barat, pada Sabtu sore,6/12/2014 disaksikan oleh Perdana Menteri Joe Natuman, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perdagangan Ham Lini, Menteri Lands Ralph Regenvanu, Kepala Port Vila MP Edward Natapei, Kepala Presiden Malvatumauri Mr.Senio Mao, Pejabat pemerintah, pemimpin gereja, pemimpin dan tokoh masyarakat lainnya, anggota delegasi dari tiga Kelompok Papua Barat dan anggota masyarakat umum.

Deklarasi yang ditandatangani oleh para pemimpin dari ketiga Kelompok Papua Barat tersebut berbunyi:
"Kami yang bertanda tangan dibawah ini; Republik Federal untuk Papua Barat (NRFPB), Koalisi Pembebasan Nasional Papua Barat (WPNCL), Parlemen Nasional Papua Barat (WPNP / NewGuinea Raad), telah menyelenggarakan KTT Papua Barat, kami menyatakan bahwa hari ini pada tanggal, 6 Desember 2014 di Kepala Nakamal, di Saralanga, Port Vila, Vanuatu, bahwa kelompok-kelompok yang bertandatangan di bawah ini telah menyatukan dan membentuk Gerakan Pembebasan Serikat untuk Papua Barat (ULMWP), sebuah badan yang mewakili semua organisasi perlawanan baik di dalam maupun di luar Papua Barat".

"Kami menyatakan dan mengklaim bahwa semua orang Papua Barat, baik di dalam maupun di luar Papua Barat, dipersatukan dalam tubuh baru ini dan akan melanjutkan perjuangan kemerdekaan kita".
"Pertemuan ini telah dilakukan sesuai dengan keputusan yang diambil oleh Melanesian Spearhead Group (MSG) di Port Moresby, Papua Nugini pada bulan Juni 2014, bahwa organisasi Kemerdekaan Papua Barat harus terlebih dahulu bersatu sebelum permohonan keanggotaan dapat diajukan kembali ke Melanesia Spearhead Group (MSG). Kami sekarang bersatu dan akan mengajukan permohonan kembali di bawah badan baru ini, yaitu ULMWP".

"Kami bertekad bahwa Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP) menjadi Badan Koordinasi untuk mendukung semua upaya internasional untuk mendapatkan kembali kedaulatan kita. Untuk mendukung hal ini, kami telah membentuk sebuah sekretariat lima orang; Benny Wenda, Jacob Rumbiak, Leone Tanggahma, Octovianus Mote dan Rex Rumakiek, dan mewakili tiga organisasi perlawanan terbesar dan juga semua organisasi perlawanan non-afiliasi yang mendukung perjuangan kita. Kami akan mempertahankan organisasi kami yang ada namun berkomitmen untuk dipersatukan oleh upaya koordinasi Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat".

"Deklarasi penting dan bersejarah ini dimungkinkan melalui usaha setia Pemerintah Vanuatu, Dewan Pemimpin Nasional Malvatumauri, Dewan Kristen Vanuatu (VCC), Konferensi Gereja-gereja Pasifik (CAC) dan komitmen organisasi pembebasan."

Setelah upacara penandatanganan, Presiden Dewan Kepala Nasional Malvatumauri dan anggota Dewan Pemimpin Port Vila memfasilitasi upacara penyatuan reunifikasi, untuk tiga Kelompok Papua Barat yang selama bertahun-tahun berjuang terpisah-pisah. Ketua Komite Reunifikasi Papua Barat Pastor Allen Nafuki mengatakan, "Panitia penyelenggara sangat senang dengan hasil Pertemuan yang mencapai tujuannya dengan sangat berhasil melalui pertimbangan dan pemahaman yang baik tentang ketiga Kelompok Papua dan juga Dewan Nasional Malvatumauri, Dewan Pemimpin Port Vila, Konferensi Pasifik Gereja (PCC), Dewan Kristen Vanuatu (VCC), dengan dukungan penuh dari pemerintah Vanuatu yang dipimpin oleh Perdana Menteri Natuman, Wakil PM, menteri hadir pada hari Sabtu, 6 Desember 2014, dan orang-orang dari Vanuatu.

"Ini tidak bisa dicapai dengan pemahaman semua orang yang terlibat, terutama ketiga Kelompok Papua Barat dengan para pemimpin dan anggota delegasi mereka, Pemerintah Vanuatu, Malvatumauri, VCC dan PCC dan banyak pendukung lainnya. Pertemuan tersebut telah mencapai tujuan yang kita semua banggakan dan bersyukur kepada Tuhan atas bimbingan-Nya. "

Penandatanganan ditandatangani oleh tiga pemimpin yang mewakili tiga Kelompok Papua Barat dan disaksikan oleh Presiden Kepala MalvatumauriTirsupe, Pastor Kalsakau Urtalo atas nama VCC, Mr. Murray Isimeli, dari PCC dan Vanuatu dan mantan perdana menteri Vanuatu Barak Sope.

"Kita tidak akan pernah lupa bagaimana Tuan Edward Nipake Natapei mendoakan kita para pemimpin Papua Barat selama pertemuan penyatuan Papua kita yang terakhir di Port Vila, 6 Desember tahun 2014, karena restu yang dimuliakan kita akan membebaskan bangsa dan tanah air kita Papua Barat dari perbudakan kolonial. Dan jangan lupa berterima kasih juga kepada Tuan Ralph John Regenvanu atas segala dukungan dan jerih payah untuk rakyat Papua Barat mendapat Pengakuan Parlemen Vanuatu pada, Juni 2010, yang kini menjadi Landasan Hukum Rakyak dan Pemeritah Vanuatu dalam mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Papua membebaskan tanah airnya Papua Parat”.

VANUATU MEMBUAT SEJARAH BARU BAGI BANGSA-BANGSA TERTINDAS.


Untuk pertama kalinya dalam sejarah, awal September 2018, Pemerintah Vanuatu membuat pengajuan dalam sebuah kasus di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ), organ peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tujuan dari kasus ICJ ini adalah untuk memberikan Pendapat Penasehat sehubungan dengan Konsekuensi Hukum Pemisahan Kepulauan Chagos dari Mauritius pada tahun 1965.
Vanuatu tampak memperdebatkan posisi prinsipnya tentang hak untuk menentukan nasib sendiri, konsisten dengan sejarah panjang dukungannya bagi rakyat yang berjuang untuk kebebasan mereka dari penjajahan, termasuk Timor Timur dan Papua Barat. Seperti yang dikatakan Walter Lini pada tahun 1982: “[Pasifik] adalah salah satu wilayah terakhir di dunia di mana tangan berat kolonialisme terus dimainkan. […] Sisa-sisa masa lalu ini harus diangkat dari lautan kita, karena, dalam semua kebenaran, dan seperti yang telah saya katakan sebelumnya, sampai kita semua bebas, tidak satupun dari kita tetap tertindas”.
Masalah ini dirujuk ke ICJ untuk mendapatkan pendapat penasihat oleh Majelis Umum PBB dengan pengadopsian resolusi A / RES / 71/292 yang meminta ICJ memberikan pendapat penasehat atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
(a) "Apakah proses dekolonisasi Mauritius secara hukum selesai ketika Mauritius diberikan kemerdekaan pada tahun 1968, setelah pemisahan Kepulauan Chagos dari Mauritius dan dengan memperhatikan hukum internasional, termasuk kewajiban yang tercermin dalam resolusi Majelis Umum 1514 (XV) dari 14 Desember 1960, 2066 (XX) 16 Desember 1965, 2232 (XXI) dari 20 Desember 1966 dan 2357 (XXII) 19 Desember 1967? ”;
(b) “Apa konsekuensi menurut hukum internasional, termasuk kewajiban yang tercermin dalam resolusi yang disebutkan di atas, yang timbul dari administrasi lanjutan oleh Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara dari Kepulauan Chagos, termasuk sehubungan dengan ketidakmampuan Mauritius untuk mengimplementasikan sebuah program untuk pemukiman kembali di Chagos Archipelago dari warga negaranya, khususnya mereka yang berasal dari Chagossian? ”
Vanuatu memberikan suara mendukung resolusi di Majelis Umum PBB dan pada 25 Mei tahun ini (2018). Perdana Menteri Mauritius, Pravind Kumar Jugnauth, menulis surat kepada Perdana Menteri Charlot Salwai meminta Vanuatu untuk membuat pengiriman lisan dalam kasus ICJ untuk mendukung Mauritius .
Surat itu dan permintaan itu disampaikan kepada Menteri Luar Negeri, Ralph Regenvanu, oleh Menteri Industri Pertanian dan Ketahanan Pangan Mauritius, Mahen Kumar Seeruttun dalam pertemuan bilateral tentang batas-batas Dewan ACP dan ACP / Uni Eropa ke-107 dan ke-43 Menteri di Lome, Togo, pada 28 Mei 2018.
Menteri Regenvanu meyakinkan Menteri Seeruttun pada saat itu bahwa Vanuatu akan mendukung Mauritius dan mengajukan permohonan dalam kasus seperti yang diminta.
Vanuatu bergabung dengan dua puluh satu Negara dan Uni Afrika berpartisipasi dalam proses lisan. Negara-negara ini, dalam urutan abjad: Argentina, Australia, Belize, Botswana, Brasil, Siprus, Jerman, Guatemala, India, Israel, Kenya, Kepulauan Marshall, Mauritius, Nikaragua, Nigeria, Serbia, Afrika Selatan, Thailand, Inggris dari Inggris Raya dan Irlandia Utara, Amerika Serikat, Vanuatu dan Zambia.
Vanuatu berbicara di Pengadilan pada pagi hari Kamis, 6 September 2018 (akhir Kamis malam waktu Vanuatu) dan presentasi argumen Vanuatu oleh pengacaranya dapat dilihat online di: https://www.icj-cij.org/…/multimed…/5b8ce181a12d880415cfb4f7.
Vanuatu diwakili pada sidang oleh Profesor Robert McCorquodale, seorang ahli internasional tentang hukum penentuan nasib sendiri, Jennifer Robinson, seorang pengacara yang mengkhususkan diri dalam hukum internasional yang juga telah menyarankan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), Nicola Peart, seorang pengacara yang mengkhususkan diri dalam hukum internasional yang telah bekerja pada berbagai perselisihan internasional profil tinggi, dan Mr. Noah Patrick Kouback dari Misi Permanen Vanuatu di Jenewa.
Menteri Regenvanu mengatakan Mauritius "senang" dengan pengiriman Vanuatu, dengan Perdana Menteri Jugnauth menyebut mereka "salah satu yang terbaik dalam seminggu" dan datang untuk secara pribadi memberi selamat kepada delegasi Vanuatu setelah pengajuan mereka. Diharapkan bahwa ICJ akan mengeluarkan keputusannya dalam kasus ini (Pendapat Penasehat) antara enam hingga dua belas bulan.
Menteri Regenvanu mengatakan, "Kami mengantisipasi bahwa Opini akan menetapkan prinsip-prinsip hukum yang menguntungkan yang akan membantu Vanuatu dalam negosiasi kami dengan Prancis tentang Matius dan Kepulauan Hunter dan juga dalam advokasi kami untuk dekolonisasi Papua Barat".
Prosedur 
Prosedur penasehat terbuka untuk lima organ PBB dan 16 badan khusus dan organisasi terkait dari sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini memungkinkan mereka untuk meminta pendapat dari Pengadilan tentang pertanyaan hukum.
Saat menerima permintaan untuk pendapat penasihat, Pengadilan itu sendiri menyusun daftar Negara-negara dan organisasi yang mungkin dapat memberikan informasi yang relevan. Kemudian mengatur proses tertulis dan / atau lisan berdasarkan Pasal 66 dari Statuta dan 105 Peraturannya. 
Tidak seperti putusan yang dijatuhkan dalam proses perselisihan antar Negara, pendapat Pengadilan tidak memiliki efek mengikat seperti itu. Namun, kewenangan Pengadilan sebagai organ peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa melekat pada mereka.
Sejak 1946 Pengadilan telah memberikan 27 Opini Penasihat, mengenai, antara lain, syarat-syarat penerimaan suatu Negara untuk keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa, reparasi untuk cedera yang diderita dalam pelayanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, status internasional Afrika Barat Daya (Namibia). ), pengeluaran tertentu dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, penilaian tertentu yang diberikan oleh pengadilan administratif Perserikatan Bangsa-Bangsa, Sahara Barat, penerapan kewajiban untuk berarbitrase berdasarkan Pasal 21 Perjanjian Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, pertanyaan yang berkaitan dengan hak istimewa dan kekebalan pelapor hak asasi manusia , legalitas ancaman atau penggunaan senjata nuklir, konsekuensi hukum dari pembangunan tembok di wilayah Palestina yang diduduki dan deklarasi kemerdekaan sepihak sehubungan dengan Kosovo.

INDONESIA BERUSAHA MENGUASAI PASIFIK “PAPUA BARAT MENJADI ALAT TUKAR”


Batas wilayah (borderline) West Papua dijadikan strategi geopolitik Indonesia pintu masuk ke pasifik. Papua New Gunea (PNG) berbatasan langsung dengan West Papua, dimerdekakan oleh Australia pada, 16 September 1975 menjadi incaran Indonesia untuk melangkah masuk ke wilayah Pasifik Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia. Langkah tersebut dimulai sejak 1973 dua tahun sebelum PNG merdeka dari koloni Australia.
Langkah-langkah strategis yang dirancang oleh Jakarta terlihat jelas dari kunjungan resmi para presiden Indonesia ke negara bekas koloni Australia itu. Lawatan para presiden Indonesia dimulai tahun 1979 yaitu kunjungan resmi presiden RI ke- 2 Suharto dijamu oleh PM Michael Somare, serta undangan resmi Indonesian kepada PM Paias Wingti pengganti PM Somare pada tahun 1988,selain bertemu presiden Suharto juga mengadakan pertemuan dengan MENHANKAM. Berselang 12 tahun kemudian pada tahun 2010 menguatnya isu OPM di PNG, tergesa-gesa presiden RI ke- 6 Susilo Bambang Yudhoyono mengadakan kunjungan resmi ke PNG bertemu gubernur jenderal PNG dan mengadakan pertemuan tertutup dengan PM Michael Somare, serta disusul presiden RI ke-7 JOKOWI dalam lawatan meningkatkan hubungan bilateral kedua negara, diterima oleh PM Peter O'Neill, dilanjutkan pertemuan tingkat menteri antara menteri perdagangan dan luar negeri PNG Kimbink Pato dan MENKOPOLHUKAM RI Luhut Binsar Panjaitan pada 1-4-2016, membicarakan kerjasama kebudayaan, perdagangan, hingga pertahanan keamanan kedua negara.

ISU PAPUA MERDEKA MEMASUKI BABAK BARU DI PAPUA NEW GUNEA.
Powes Parkop Pengacara dan Politisi PNG

Isu Papua Merdeka memulai babak baru dalam peta perpolitikan nasional PNG pada, 15 Juli 2010, dan berpengaruh ke seluruh kepulauan Pasifik. Dalam pertemuan akbar pada, 15 Juli 2010 di lapangan terbuka five mile park, Port Moresby seorang tokoh politik berpengaruh 'Powes Parkop' gubernur DKI Port Moresby dalam pidato kampanye politik pencalonan PM PNG, menegaskan dukungannya terhadap perjuangan kemerdekaan Papua Barat, dan menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat PNG mendukung perjuangan kemerdekaan Papua Batat termasuk yang berada diseluruh wilayah kepulauan pasifik.

Pandangan Umum Di Kawasan Pasifik: 'Wantok and Blood Money'.
Wantok mewarnai dukungan lapisan masyarakat Pasifik terhadap Papua Barat sebagai keluarga melanesia, yang mempunyai hak penentuan nasib sendiri, dan Blood Money adalah julukan yang ditujukan kepada pemerintah Indonesia yang menggunakan uang hasil kekayaan bumi Papua Barat untuk menyumbat mulut para pemimpin negara-negara di pasifik tentang isu Papua Barat.Kenyataan yang kini teramati bahwa, Isu Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua Barat sudah menjadi pandangan umum masyarakat internasional, telah melewati batas-batas wilayah pasifik dan telah menjadi agenda G to G Non NGO artinya sudah masuk keranah Pemerintahan bukan LSM lagi yang selama ini menyuarakan Isu Papua Barat. (Sumber: Catatan pribadi penulis, Rangkuman editorial RNZ, Vanuatu Daily Post, dan Wikipedia Ralph John Regenvanu))

Selasa, 27 November 2018


KOLONI BANGSA SPANYOL DAN PORTUGIS DI NIEUW GUINEA, HINDIA  BELANDA, DAN ZENDING PIONIR PERADABAN  BANGSA  PAPUA.
Kajian Oleh:Kristian Griapon-Publikasi-Rabu, 28 November 2018

Koloni Bangsa Spanyol dan Portugis di Papua Barat





























Jatuhnya Ibukota Romawi Timur Konstantinopel ketangan bangsa Turki Utsmania pada tahun 1453 membuat perubahan besar di eropa dalam bidang idiologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Jalur perdagangan eropa- asia yang semula berpusat di laut  tengah sebagai bandar yang menghubungkan Genova ,Venesia dan Konstantinopel lumpuh, hal ini mengakibatkan hubungan dagang eropa - asia terputus.

Persoalan  'Dagang dan Agama'  yang bersangkut paut  menjadi alasan utama mendorong bangsa barat mencari jalur baru pelayaran eropa-asia yang sebelumnya dikuasai oleh saudagar-saudagar  islam. Peristiwa ini menjadi tonggak penjelajahan daerah-daerah baru guna kelangsungan Perdagangan, Penyebaran agama, dan Dijadikan daerah-daerah koloni.

Penjelajahan bumi dimulai sejak abad XV tahun masehi (tahun 1400 masehi) oleh bangsa bangsa eropa. Hal ini ditandai dengan penemuan benua Amerika oleh seorang bangsa Inggris bernama Columbus pada akhir abad XV tahun 1492. Penemuan benua Amerika mendorong pelayaran, perdagangan dan kolonisasi bangsa bangsa lainnya di eropa.

Bangsa Spanyol dan Portugis adalah dua alat kekuasaan Roma Katolik (RK) di eropa. Untuk menghindari terjadi perlawanan dan persaingan di daerah  daerah baru dikalangan kedua bangsa ini, maka pada tahun 1493 penguasa tertimggi Roma Katolik  Paus Alexander VI Borgian  menetapkan pembagian dua wilayah pelayaran, perdagangan dan kolonisasi daerah-daerah baru untuk kedua alat kekuasaan ini.

Dalam pembagian Paus Alexsander VI Borgian menetapkan Bahwa :
  • Semua daerah disebelah barat samudera atlantik yang meliputi Amerika dan seterusnya menjadi kewenangan Perdagangan, Kolonisasi dan Pekabaran Injil Bangsa Spanyol (melewati Samudera Pasific); dan
  • Semua daerah disebelah timur dari garis perpisahan yang meliputi, Afrika ,India. Indonesia dan Timur jauh menjadi kewenangan Perdagangan, Kolonisasi dan Pekabaran Injil Bangsa Portugis (melewati Samudera Hindia);
Pada tahun 1497 pelaut Portugis bernama Vasco Da Gama menemukan jalan melalui tanjung harapan (Afrika selatan) yang menghubungkan jalur eropa dan asia yang dikenal jalur sutra. Dalam Pelayaran Perdagangan, membuka daerah-daerah kolonisasi baru dan pekabaran injil, kedua bangsa Spanyol dan portugis akhirnya bertemu di Papua Barat, yaitu : Pada tahun 1511 pengarung samudera bangsa Portugis dipimpin Nakhoda Antonio,d Abreau dan Fransisco serrano  menginjak kaki  dibumi Papua bagian barat dan menguasai pesisir daearah kepala burung. Dan pada tahun 1521 pegarung samudera bangsa Spanyol  dipimpin Nakhoda Antonio Piffageta  menginjak  kaki dibumi Papua bagian Utara dan menguasai  pesisir pantai utara dari barat (Sungai Mamberamo) hingga kebagian timur (Aitape, PNG).

Pada tahun 1545 nakhoda bangsa Spanyol bernama  Ynico Ortiz De retes  menancap bendera bangsa Spanyol dimuara sungai mamberamo bagian timur dan menamakan  "Pulau Nueva-Guinea”, serta membagi Nueva-Guinea menjadi dua wilayah kekuasaan, yaitu :  bagian timur sungai mamberamo menjadi wilayah kekuasaan bangsa Spanyol dan bagian barat sungai mamberamo menjadi wilayah kekuasaan bangsa Portugis.
                              
Pada akhir abad XVI terjadi perebutan kekuasaan jalur perdagangan di Asia oleh Belanda dan Inggris melawan Spanyol dan Portugis,  pada tahun 1600 (abad XVII) Inggris dan Belanda menguasai lautan dari  Spanyol dan Portugis, dan tahun 1602 Vereenigde Oost Indie Compagnie (VOC) dibentuk, Kongsi dagang ini bertugas menghancurkan saingan saingan Belanda dan memperluas daerah perdagangannya.

Akibat dari penguasaan samudera oleh bangsa Inggris dan Belanda megakibatkan terputusnya hubungan pelayaran, perdagangan dan komunikasi bangsa Spanyol dan Portugis di daerah-daerah koloni mereka dengan pusat kegiatan kedua pemerintahan di eropa. Dan akhirnya pada tahun 1620 bangsa Spanyol meninggalkan daerah koloninya di Papua bagian utara setelah sembilan puluh sembilan tahun menguasai daerah ini (tahun 1521 – tahun 1620). Kemudian di susul oleh bangsa Portugis di kepala burung meninggalkan daerah ini pada tahun 1642  setelah seratus tiga puluh satu tahun menguasai daerah ini (tahun 1511 – tahun 1642).

 Daerah Koloni  Pemerintahan  Hindia Belanda.
Peta Pinkerton Wilayah Hindia-Belanda Tahun,1818. 

Peta Pinkerton terbuat dari tembaga menggambarkan Wilayah Hindia-Belanda berwarna kemerahan tembaga yang meliputi: "Dari Burma Selatan ke Jawa, dan dari Kepulauan Andaman India Timur ke arah timur sejauh ke Filipina dan New Guinea sebagian kepala burung. Termasuk seluruh Semenanjung Malaya (Malaysia), terlepas dari Asia Tenggara (Thailand, Kamboja, Vietnam), dan ke Sumatera, Kalimantan dan Filipina".  

Pinkerton menyajikan rincian yang mengesankan mencatat adat-istiadat kelompok-kelompok masyarakat, benteng pertahanan koloni, kota-kota, rawa-rawa, pegunungan, dan sistem sungai. di daerah terkenal seperti Jawa dan Sumatera penuh catatan menarik dan komentar, berbagai situs tambang emas, perkebunan, catatan untuk navigasi sungai, dan komentar pada medan. daerah yang kurang dikenal, diantaranya New Guinea dan pedalaman Kalimantan, sering menampilkan komentar sederhana, "Suchas Air Segar atau Lava". Pulau Singapura, "dieja Sincapoor". Pulau Rakata, "dieja Rakama, yaitu Krakatau yang terkenal meletus pada tahun 1883, menghancurkan pulau secara keseluruhan". Dan mengidentifikasi lebih lanjut pusat penting dari Siam, Bangkok, Malaka, Pegu, Rangoon, Manila, dll.

Pemetaan daerah terbaik dimulai pada abad ke-19. Dibuat oleh L. Herbert dan terukir oleh Samuel Neele dibawah arahan John Pinkerton. Peta ini berasal dari edisi Amerika langka dari Pinkerton Modern Atlas, yang diterbitkan oleh Thomas Dobson & Co dari Philadelphia pada 1818. 

Peta koloni Hindia-Belanda dan sejumlah literatur, dijadikan acuan penulis pada suatu rangkuman asumsi yang memunculkan pertanyaan, "tentang pemahaman yang dimaksud  "Hindia-Belanda" dan "mengapa Hindia-Belanda dipolitisasi dalam cakupan masyarakat Pribumi Nusantara di Indonesia? 

"Untuk menjawab pertanyaan dimaksud, penulis mengacu pada sejarah autentik, terfokus pada permasalahan yang sebenarnya tentang Hindia-Belanda itu sendiri dan sejumlah literatur pendukung". 

Sejarah Hindia Belanda menggambarkan koloni Kapitalisme Belanda yang didukung oleh konglomerat Belanda abad XVI, secara sistematis menguasai pulau Jawa dan pulau-pulau di sekitarnya., terutama untuk tujuan perdagangan. Upaya para Kapitalis Belanda ini berhasil menguasai pulau Jawa dengan menduduki Banten Jawa Barat pada tahun 1596, dan pada, 20 Maret 1602 di bentuk VOC (Vereenigde Oost – Indie Compagnie), suatu kongsi dagang yang bertugas menghancurkan para saingan dagang.

Pada tahun 1609 Pieter Both Gubernur Jenderal VOC pertama diangkat menjalankan Pemerintahan Hindia Belanda yang berkedudukan di Banten (pulau jawa), dan memperluas daerah kekuasaannya pada tahun 1621 (abad XVII) menguasai Batavia (Jakarta) yang kemudian dijadikan daerah pangkal pertama untuk melancarkan operasinya ke daerah-daerah Pribumi Nusantara (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,dll).

Papua Barat pada saat VOC (Hindia-Belanda) menduduki Batavia masih menjadi koloni Spanyol dan Portugis, setelah ditemukan oleh kedua bangsa itu (Portugis dan Spanyol) pada abad XVI. 

Pada tahun 1620 Spanyol meninggalkan Papua Barat bagian utara (Jayapura). Daerah bekas koloni Spanyol ini menjadi incaran para ilmuan dan misionaris eropa. Pada tahun 1623  Belanda mengirim tim expedisi ke Papua Barat dengan nama Ekspedisi kartenz, dan tim ini berhasil menemukan pegunungan salju di pedalaman Papua Barat, dan puncak tersebut diberinama  "Kartenz".

Pada tahun 1641 VOC berhasil merebut selat Malaka  dari kekuasaan Portugis dengan sendirinya VOC Memegang Kendali Perdagangan di Asia Tenggara. Dan dalam upaya penguasaan daerah daerah Pribumi Nusantara, VOC mendapat perlawanan dari para Pribumi Nusantara untuk mempertahankan keberadaan mereka, terutama di daerah Jawa, Makasar dan Maluku.

Pada abad XIX ( tahun 1800 ) perlawanan pribumi nusantara dibagian timur pulau Jawa, terutama di daerah Maluku yang merupakan pintu masuk ke Papua Barat melemah, dampak dari meninggalnya tokoh-tokoh garis keras, diantaranya : Tahun 1805 Sultan Tidore 'Pangeran Nuku' meninggal dunia, maka berakhirlah perlawanan terhadap Pemerintah Hindia-Belanda di Maluku Utara, yang adalah jalur pelayaran ke Papua Barat yang ditinggalkan oleh Portugis dan Spanyol. Dan tahun 1817  Pattimura menyerang benteng Duur Stede di Banda Naira (Ambon) mengakibatkan gugur Residen Vander Berg dan keluarga. Pada bulan Agustus 1817 Belanda merebut kembali Benteng Duur stede dan berhasil menangkap Pattimura dan anak buahnya serta dihukum gantung, maka berakhirlah perlawanan Hindia-Belanda di Maluku Selatan.

Pada tahun 1871 straktat ( Perjanjian ) Sumatra  dibuat oleh  bangsa Inggris dan Pemerintah Hindia-Belanda yang isinya membagi kedua wilayah yaitu : Bangsa Inggris menguuasai Malaka, Kalimantan Utara, dan Pemerintah Hindia-Belanda menguasai Sumatra (Indonesia ). Secara menyeluruh perlawanan pribumi di bagian timur Indonesia melemah, namun sebaliknya perlawanan pribumi di Jawa dan Sumatra pada akhir abad XIX dan abad XX semakin meningkat terhadap pendudukan Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia yang berpusat di Batavia (Jawa).

Dari sejarah terbentuknya VOC, 20 Maret 1602 sampai dengan bubarnya VOC karena bangkrut pada 31 Desember 1799, teridentifikasi bahwa “Hindia-Belanda” itu sebenarnya bersipat abstrak dari suatu Pemerintah Bayangan yang diadakan oleh para Koglomerat Belanda di Daerah Koloni Hindia Timur, mereka mendapatkan Lisensi dari Pemerintah Kerajaan Belanda “Hak Istimewa” untuk menjalankan fungsi pemerintahan di luar teritorial kerajaan Belanda guna kepentingan komersial yang dapat memberi manfaat ganda bagi para konglomerat itu sendiri  dan memberi devisa untuk negara. "Keputusan Geo-strategi guna mengantisipasi Perlawanan Bangsa Pribumi di wilayah koloni".

Bubarnya VOC karena bangkrut, tidak mempengaruhi Pemerintah Hindia Belanda  yang telah terbentuk dengan berbagai perangkatnya diwilayah Hindia Timur, dengan bermodalkan aset VOC didaerah koloni, dan didukung pemerintah Kerajaan Belanda terhadap daerah-daerah koloni, roda pemerintahan tetap dijalankan. Dan setelah Perjanjian Sumatra ditandatangani 1871 sebagian wilayah Hindia Timur yang dibawah kontrol Pemerintah Hindia-Belanda yang tertera dalam peta Pinkerton 1818 banyak yang terlepas dari kekuasaan Pemerintah Hindia-Belanda.

Praktek Imperialisme dan kapitalisme modern saat ini yang menjadi kebijakan terselubung AS dan Sekutunya dalam bentuk proteksionisme daerah-daerah potensi ekonomi di berbagai negara di belahan bumi terhadap lawan (pesaing) mereka, sebenarnya itu bagian dari strategi model VOC yang dikembangkan oleh AS dan sekutunya pada pertengahan abad XX di kawasan perairan Hindia Timur dan Pasifik. Keberhasilan Praktek VOC melalui Pemerintahan bayanganya “Hindia-Belanda” di kawasan perairan Hindia Timur pada masa lalu, yang didukung melalui Proteksionisme Terselubung Pemerintah Kerajaan Belanda, Amerika Serikat dan Ingris, dapat dihancurkan oleh Jepang yang muncul sebagai kekuatan asia melalui perang pasifik, tahun 1941-1945. 

Dampak dari Pendudukan Pemerintahan Hindia-Belanda di Hindia Timur, dan Perlawanan Bangsa Pribumi terhadap keberadaan Pemerintah Bayangan Hindia-Belanda di Hindia Timur, menyeret Negara Kerajaan Belanda kedalam masalah "Dekolonisasi Wilayah Pribumi Nusantara. Perlawanan Bangsa Pribumi Nusantara ini berakhir di Meja Perundingan di Den Haag. 27 Desember 1949 atas Penyerahan Kedaulatan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS),  diatas Dasar Negara yang Menjamin Hak-Hak Pribumi Nusantara.

Presiden RI Pertama Ir.Soekarno Mengubah Konstitusi RIS ke NKRI pada, 17 Agustus 1950, Pertanda Buruk Bagi  Pribumi Nusantara, Kekuasaan Hindia-Belanda babak kedua dimulai,dengan tidak mengubah taktik kekuasaan yaitu, "Jakarta dijadikan Batavia kembali, Menindas Hak-Hak Pribumi Nusantara dibawah kendali Proteksionisme, Kapitalisme, dan Imperialisme AS dan Sekutunya.

Zending di West Nieuw Guinea (Papua Barat), Pionir Peradaban Bangsa Papua.
Carl Williem Ottow (1826-1862) dan Johan Gttlod Geissler (1830-1870)

Pada masa pendudukan Spanyol dan Portugis di Papua Barat, terutama penduduk Papua Barat yang berada di pesisir pantai barat kepala burung (Sorong) dan pantai utara (Jayapura) sudah mengenal Gereja yang disebarkan oleh "Misi Ordo Yesuit Roma Katolik"pada saat itu.

Misi Ordo Yesuit pada saat itu mendapat protes dari kaum Fransiskan dan Dominikan karena mengkombinasikan kepercayaan kafir (agama suku) dengan ajaran Alkitab, yang dinilai sangat bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus, dan ajaran itu terjadi di daerah-daerah Misi Yesuit termasuk Papua Barat. Pertentangan ini berlanjut hingga akhirnya pada tahun 1704 Paus membenarkan penegasan Kaum Fransiskan dan Dominikan yang menyatakan, para Pater Yesuit Misi Roma Katolik yang ke timur jauh, eropa dan daerah lainnya dibelahan bumi, telah menyimpang dari ajaran gereja yang sebenarnya, dan pada saat itu terjadi reformasi ordo Yesuit yang adalah bagian dari alat Misi Roma Katolik.

Kurang lebih dua abad setelah para misi Ordo Yesuit tinggalkan Papua Barat, tepatnya  pada tanggal 5 Februari 1855 Utusan Ottow dan Geissler tiba di Mansinam Manokwari melalui Ternate dan di ikuti Utusan Zending (U.Z.V) pada tahun 1863 yang terdiri dari Para Pendeta:  JL.Van hasselt, Woelders, Jens, Bink ,Vanbalen dan  Mosche. 

Rasul Papua Barat  Ottow dan Geissler  meletakkan  dasar hidup bagi orang  Papua, “DENGAN NAMA TUHAN KAMI MENGINJAK TANAH INI” Itulah Doa Pertama dari kedua   penginjil  asal Jerman, sesaat setelah menginjakkan kakinya di Mansinam pulau kecil ± 6 Km sebelah timur laut Manokwari, pada 5 Februari 1855. 

West Nieuw-Guinea  Daerah yang tidak Berpemerintahan  diliputi hutan lebat penuh tantangan, dan misteri. Dalam Sejarah Peradaban Bangsa Papua, "Injil menjadi Bibit Unggul, Bertumbuh,  Berkembang,  Membuahkan  Iman dan Kasih mempersatukan suku-suku di Papua Barat. Nama Ottow dan Geissler  adalah Pelopor, Perintis berdirinya “Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua Barat” pada tanggal, 26 oktober 1956 yang kini menjadi anggota Dewan Gereja sedunia. 

Pada masa VOC dan Pemerintahan Hindia Belanda, kepentingan Pekabaran Injil diabaikan, "berfokus pada perdagangan", hal ini mendorong berdirinya “SEMINARIUM INDICUM”   pusat pendidikan pendeta untuk Indonesia di  Leiden Belanda yang berlangsung pada tahun 1623. VOC menilai pendidikan pendeta ini sangat bertentangan dengan kepentingan dagangnya di Hindia-Timur, sehingga mencabut dukungan subsidi terhadap Seminarium Indicum pada tahun 1633 dan ditutup, segala kepentingan Gereja takluk dibawah kekuasaan VOC dengan Pemerintahan Bayangannya Hindia-Belanda. 

“Melihat hal ini, Raja Kerajaan Belanda Willem I membentuk Gereja Protestan di Hindia-Belanda pada tahun 1817, yang seluruhnya dibawah kekuasaan  Negara dan dibiayai oleh Negara Kerajaan Belanda”. 

Keberadaan Gereja Resmi di Hindia-Belanda (Gereja Protestan di Hindia-Belanda) tidak menjalankan fungsi Pekabaran Injil ketanah jauh yang dimaksud Papua Barat, dengan alasan keterisolasian daerah dan diliputi misteri yang sangat menyeramkan. Hal ini mendorong terbentuknya suatu Badan Perhimpunan Pekabaran Injil (PI) di Negeri Belanda, yaitu: UTRECHTSE ZENDINGS VERENIGING(UZV) pada tahun 1859. Badan PI ini sangat Penting dan Berarti bagi Bangsa Papua, yakni: "Membuka Keterisolasian Wilayah Papua Barat dan membangun serta mengangkat manusia Papua yang hidup dibawah pengaruh Zaman Batu, dan sekaligus menjawab berbagai mitos negative Gereja Protestan di Hindia-Belanda terhadap Daerah Papua Barat dan Manusia Papuanya”.

Referensi: Catatan pribadi penulis. Pdt.J.Mamoribo,Ottow dan Geissler Rasul Papua, Sejarah Ringkas GKI di Tanah Papua, Percetakan GKI,1971. H.Berkhof-I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, Gunung Mulia Jakarta,1986. Philip K Hitti, Dunia Arab Sejarah Ringkas, Bandung,s-Gravenhage, 1953. Free Ensiklopedia,Sejarah Nusantara,  tahun 1600 - tahun 1800. P.S.Bos - J.F.Niermeyer, J.B.Wolter Groningen, Den Haag, Weltevrede,1950.

Catata Penulis: 
  • Ordo Yesuit berpendirian pada Theologia Katolik Roma: "Tabiat kodrati (alamiah) manusia tidak dihukum, dan diperdamaikan kembali oleh rahmat Tuhan, melainkan tabiat kodrati itu ditambah, dan disempurnakan saja oleh rahmat".
  • Papua Barat -Sejak ditinggalkan koloni Spanyol dan Portugis, menjadi daerah Pekabaran Injil hingga Perang Dunia ke-II di ambil alih oleh Pemerintahan Kerajaan Belanda pada Tanggal, 27 Desember 1949 dengan Nomenklatur Daerah, "Nederlands Nieuw-Guinea".
  • UZV dibentuk oleh Golongan Buruh Kristen Eropah di-Utrechtse Belanda pada tahun 1859. Lembaga ini yang mengelola Pekabaran Injil  di Tanah Papua Barat, dan adalah bagian dari utusan Gossner, Ottow dan Geissler yang memulai Misi Penginjilannya di Tanah Papua Barat pada, 5 Februari 1855.
  • Gereja Protestan di Hindia Belanda dalam perkembangannya setelah Indonesia merdeka menjadi Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).
  • Zending di Tanah Papua Barat dalam perkembangannya setelah Perang Dunia ke-II, Kerajaan Belanda mengambil alih Pekerjaan Zending di Tanah Papua Barat, berkembang menjadi Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua yang diresmikan pada tanggal 26 Oktober 1956 menjadi bagian dari Dewan Gereja Sedunia .
  • Dua Rasul Papua Barat "Ottow dan Geissler", adalah landasan Peradaban Bangsa Papua (Kgr)

Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...