Di Era Globalisasi, Perjuangan Bangsa-Bangsa Belum Merdeka Melawan Bangsa-Bangsa Kolonialisme Telah Semakin Rumit Untuk Meraih Kemerdekaan.
By: Kristian Griapon, Juni 10, 2023.
Dari Era Perang dingin yang diliputi ketidak pastian beralih ke era globalisasi, masyarakat internasional dihadapkan pada sebuah proses “integrasi politik global”, dimana negara yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan hubungan kerjasama internasional berdasarkan prinsip kooperatif dengan tidak memandang besar kecilnya sebuah negara.
Kerja sama antar negara dimaksud guna saling mengatasi berbagai kebutuhan timbal balik antar bangsa. Sehingga pada kondisi seperti ini kedaulatan suatu negara semakin diperkuat, dilandasi oleh perjanjiaan hubungan kerja sama, baik itu dalam bentuk hubungan bilateral (kerja sama dua negara), maupun hubungan multilateral (kerja sama lebih dari dua negara) dengan mengedepankan prinsip tidak mencampuri (non intervensi) urusan dalam negeri kedaulatan negara-negara yang mengadakan perjanjian kerja sama.
Perjanjian Internasional dalam hubungan kerja sama antar negara yang menekankan non intervensi, kini telah dijadikan instrumen (alat) politik internasional yang sangat dominan, menjadi landasan hukum internasional yang mengikat untuk kepentingan klaim wilayah kekuasaan di luar kedaulatan negara, yang menjadi daerah kontrol (daerah jajahan). Sehingga dampaknya suatu daerah kontrol berada diluar pantauan masyarakat internasional, dan berbagai pelanggaran negara yang terjadi di daerah kontrol tidak dapat diakses (diintervensi) oleh masyarakat internasional dan negara menggunakan siasat hak jawab negara (state rights) untuk menutupi segala pelanggarannya.
Contoh kasus masalah Papua Barat.: "Kasus kejahatan kemausiaan yang telah menjadi pantauan komunikasi Dewan HAM PBB, namun dapat dilawan oleh Indonesia melalui hak jawab negara. Indonesia menggunakan hak jawab untuk menghindari tanggungjawab kewajiban hukum internasional tentang Penegakan HAM dan Demokrasi di dalam negerinya".
Hak Jawab Negara dalam perpolitikan internasional merupakan kekebalan sebuah negara (state immunity) yang diperankan melalui para diplomat luar negeri untuk menghindari tanggungjawab kewajiban hukum internasional, yang sedang menjadi sorotan masyarakat internasional terhadap sebuah negara, terutama yang bersinggungan langsung dengan “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat, maupun Kejahatan Terhadap Kemanusiaan” di dalam entitas wialayah geografi, yang menjadi daerah kontrol kekuasaan negara yang disoroti.
Dalam konteks pemahaman diatas, penulis mempertegas tentang kedaulatan wilayah sebuah negara tidak bersifat mutlak dalam menghadapi sengketa wilayah kedaulatan dalam kasus antar negara, konsekuensi hukum internasional yang timbul dari sebuah perjanjian internasional dimasa lalu, dan uti possidetis, yaitu batas-batas sebuah daerah jajahan terhadap sebuah wilayah geografi, sebelum wilayah itu mendapatkan hak kedaulatan penuh menjadi sebuah negara merdeka dari bangsa yang menjajahnya.
Kedaulatan wilayah sebuah negara bisa bertambah luas melalui reunifikasi daerah yang dipisahkan sebelum merdeka, selain itu sebagian kedaulatan negara bisa hilang, atau dipersempit akibat dari pencaplokan (aneksasi) wilayah diluar kedaulatan negara melalui invasi militer.
“Jadi kedaulatan wilayah sebuah negara tidak bersifat mutlak, karena dibatasi oleh kedaulatan negara lain dalam hubungan antar negara dan diperkuat hukum internasional”
Untuk Papua Barat termasuk bangsa belum merdeka, dan wilayah tidak berpemerintahan sendiri, sehingga New York Agreemen bukan sengketa wilayah kedaulatan negara antara Indonesia dan Belanda, yang benar adalah sengketa kekuasaan atas sebuah wilayah geografi tidak berpemerintahan sendiri yang menjadi daerah kontrol dibawah tanggungjawab negara merdeka.
Sebagai Pemerhati Masalah Papua Barat, Penulis menyampaikan pendangan untuk Para Pejuang Kemerdekaan Bangsa Papua Barat, bahwa para pejuang harus bisa membedah kembali perjuangan kemerdekaan yang berorientasi pada pengalaman masa lalu dari generasi terdahulu (1960-an), generasi berikutnya (1970-1990-an) dan genersasi yang sedang berjuang kini (diatas tahun 2000), untuk melihat kelemahan dalam perjuangan dan menata kembali, serta menyusun strategi perjuangan dalam menghadapi tantangan perjuangan kemerdekaan di era globalisasi, yang semakin rumit dan kompleks, sehubungan dengan berbagai kepentingan global yang sedang menghadang perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa belum merdeka.
Untuk mencapai kemerdekaan Papua Barat, syaratnya harus mempunyai negara pendukung yang secara konsisten, dan aktif mengadvokasi perjuangan bangsa Papua Barat di dunia interdasional. Dan menghindari perpecahan yang melahirkan dualisme perjuangan di dalam kubu pejuang. Karena hal itu akan berpengaruh kehilangan negara pendukung dan akan mempersulit dukungan masyarakat internasional.(Kgr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar