Minggu, 21 Juli 2024

 

Kebutuhan Ruang Hidup Bangsa Merdeka Menjadi Alasan Pencaplokan Wilayah Geografi di Sekitarnya.

Oleh: Kristian Griapon, Juli 19, 2024

Populasi Penduduk yang besar dalam sebuah wilayah geografi yang berkembang menjadi sebuah negara tentu saja akan memerlukan ruang hidup. 

Ruang hidup telah menjadi kebutuhan bagi kelangsungan hidup suatu bangsa merdeka di dalam sebuah negara modern setelah abad XIX.

Ruang hidup bukan hanya tertuju pada perluasan permukiman, yaitu pemindahan penduduk suatu negara merdeka ke wilayah geografi yang menjadi daerah pendudukannya, namun selain itu guna kepentingan ekonomi negara, yaitu eksploitasi penuh terhadap sumber daya ekonomi wilayah geografi yang dikuasainya guna mendukung keuangan negara, dan pada umumnya tidak memedulikan eksistensi kehidupan lokal, baik itu manusianya maupun lingkungan habitatnya.

Ruang hidup menjadi salahsatu faktor pendorong perluasan wilayah kekuasaan sebuah negara, yang pada umumnya dilakukan dengan cara ekstrim, yaitu pencaplokan wilayah-wilayah geografi di sekitarnya melalui invasi militer dengan alasan politik, ekonomi, sosial dan budaya, yang pada dasarnya bertujuan untuk menguasai wilayah-wilayah pendudukan di sekitarnya untuk tunduk dan taat pada ideologi negara yang menguasainya.

Perluasan sebuah wilayah kedaulatan negara dengan alasan reunifikasi/penyatuan kembali batas-batas negara atas alasan etnik dan budaya yang dipisahkan oleh negara pendudukan sebelum negara bersangkutan dimerdekakan dapat dibenarkan, namun dengan cara pencaplokan tidak dapat dibenarkan dengan alasan dekolonisasi.

Wilayah-wilayah pencaplokan bangsa-bangsa merdeka setelah abad XIX yang belum dimerdekakan atas alasan bagian integral dari kedaulatan negara, dapat diamati secara nyata dan jelas dari berbagai perlawanan bangsa-bangsa belum merdeka untuk mendirikan negara merdeka dari negara induknya, diantaranya: Palestina yang dikusai Negara Israel, Kurdistan Utara yang dikuasai Negara Turki, Kudistan Selatan yang dikuasai Negara Irak, Kurdistan Timur yang dikuasai Negara Iran, Kurdistan Barat yang dikuasai Suriah, Jammu dan Kashmir yang dikusai Negara India, Tibet dan wilayah lainnya di kawasan Pegunungan Himalaya yang dikuasai Negara China, serta Papua Barat yang dikuasai Negara Indonesia.

Kebutuhan ruang hidup pada era globalisasi telah dikembangkan dari tujuan utama untuk kepentingan manusia, telah beralih untuk tujuan mempertahankan keberadaan sebuah Negara, yaitu melalui pendekatan geopolitik antara negara maju dengan negara maju dalam hubungan politik kekuasaan internasional, ekonomi dan pertahanan keamanan, serta negara sedang berkembang dengan negara maju dalam hubungan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan, sehingga yang dirugikan wialayah-wilayah geogarafi yang memiliki deposit sumber daya ekonomi dan tempat permukiman yang sedang dikuasai sebuah negara, karena proses dekolonisasinya dipersulit, oleh karena kepentingan hubungan geopolitik, seperti yang dihadapi bangsa Palestina, Kurdistan, Jammu dan Kashmir, serta Tibet dan Papua Barat.(Kgr)

Penulis adalah: Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.

Selasa, 02 Juli 2024

 

Kita sedang Dihadapkan pada Pemahaman yang Keliru tentang NKRI dan Integrasi Papua ke dalam NKRI, Mengapa?



Merefleksi 1 Juli 1971- 1 Juli 2024 [By: Kristian Griapon]

Melihat dari latar belakang sejarah Trikora, 19 Desember 1961 yang melahirkan Perjanjian New York, 15 Agustus 1962, ABSTRAKSI pemahaman penulis tertuju pada sebuah SKENARIO POLITIK DILUAR NALAR AKAL SEHAT. Artinya dalam konteks kebangsaan Indonesia yang meliputi kawasan nusantara di belahan bumi Hindia Timur, terdapat sebuah gugusan pulau-pulau yang terpisah-pisah satu sama lainnya masuk dalam kategori wilayah-wilatah geografi, karena dihuni oleh kelompok manusia yang menurut peradabannya sendiri  di masing-masing wilayah itu, yang oleh Belanda dijadikan daerah koloninya. Di daerah koloni Belanda ini terkandung dua pemahaman nasionalisme Indonesia yang kemudian lahir bertumbuh dan berkembang bersamaan dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia, yaitu : “Nasionalisme Federasi Indonesia dan Nasionalisme Kesatuan Indonesia”. Dalam dinamika perjuangan kemerdekaan Intdonesia, Nasionalisme Federasi Indnesia yang mendapatkan Pengakuan Kemerdekaan Indonesia dalam bentuk Negara Federasi Republik Indonesia Serikat (Federasi RIS) pada 27 Desember 1949, melalui Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda yang dilaksanakan dari tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949. Dan munculnya NKRI melalui Kudeta Negara Feberasi RIS pada 17 Agustus 1950, merupakan bentuk baru dari Koloni Hindia Belanda dengan batas wilayah RIS yang di caplok dari Sabang (Aceh) hingga Ambon (Maluku), yang didaftarkan di PBB pada 28 September 1950.. --Pengakuan Negara Federasi RIS Berdasarkan pada Prinsip Erga Omnes (wilayah, etnik dan budaya)--Jika Belanda Mengakui NKRI (17-8-1945) artinya Belanda melanggar prinsip hukum internasional Erga Omnes yang telah melegitimasikan melalui Negara Federasi RIS 27 Desember 1949 dan mengakui penjajahan bentuk baru NKRI. (****)

Kata kunci : Pengakuan--Negara--Federasi RIS--Erga Omnes

Paradoks PEPERA tahun 1969 dan Menguatnya Politik Identitas Papua Barat, adalah suatu situasi atau kondisi hari ini yang dihasilkan oleh Peristiwa Sejarah Politik Bangsa Papua Barat masa lalu, yang mencapai puncaknya pada PEPERA tahun 1969.dan melahirkan Proklamasi Negara Republik Papua Barat pada, 1 Juli 1971


Landasan Pemikiran primitif yang lahir dari  pribadi Sukarno maupun tindakan ia sebagai Presiden Republik Indonesia Pertama, melalui Pernyataan Politik yang menyatakan bahwa ----“Walaupun tanpa PEPERA, Papua memang sudah menjadi bagian dari Indonesia, -----ber-argumen  pada Uti possidetis juris Nederlands Indie, dan diikuti seruan -----Bubarkan Negara boneka buatan Belanda, memobilitasi umum (penduduk Indonesia) ke Papua Barat, serta kibarkan bendera sang merah putih di seluruh wilayah Papua Barat, -----dan terakhir melakukan tindakan invasi militer ke wilayah Papua Barat, -----yang akhirnya ditengahi oleh Amerika Serikat, melalui New York Agreement, 15 Agustus 1962 menghasilkan.Resolusi PBB Nomor 2504.”

Kondisi yang muncul saat ini atas landasan pemikiran primitif Sukarno telah diterima kebenarannya oleh mayoritas rakyat Indonesia bahwa Papua Barat adalah Uti possidetis Nederlands Indie, sehingga  menjadi Integritas Teritorial Negara Kesatuan Republik Indonsia (NKRI) yang tidak dapat dipisahkan, namun bertolak belakang dengan kenyataan hari ini yang menghasilkan suatu konflik atau kontradiksi sosial-politik dan ideologi kebangsaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam NKRI yang membingungkan dan sangat berlawanan dengan Hukum Kebiasaan Internasional yang manjadi  landasan berdirinya sebuah Negara kebangsaan serta prinsip Erga Omnes.(Kgr)

Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat. 

 

Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...