Kamis, 06 April 2023

Resolusi Keadilan Iklim, Mengusik Kepentingan Ekploitasi Sumber Daya Alam Negara Negara Industri


Deputi Perwakilan AS untuk Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC), Nicholas Hill


Pernyataan Deputi Perwakilan AS untuk Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC), Nicholas Hill,AS tidak setuju dengan resolusi yang dipimpin Vanuatu. 

Ulasan By: Kristian Griapon, April 6, 2023

Menurut Nicholas Hill pendekatan terbaik adalah diplomasi. Pernyataan itu memperlihatkan kegelisahan AS atas kepentingan imperialis di wilayah-wilayah dunia ketiga (kawasan masyarakat tradisional di batas atau di dalam kedaulatan sebuah negara) yang selama ini aman-aman saja. Namun akan terganggu setelah keputusan pendapat hukum internasional di ICJ diumumkan dan diapliksasi oleh majelis umum PBB menjadi kewajiban internasional yang mengikat semua negara.

Kalau menggunakan cara diplomasi yang dikehendaki AS, itu sifatnya politik tidak mengikat,hanya akan menguntungkan negara-negara industri dan negara-negara sedang berkembang yang menjadi mitra bisnis penyedia dan penyuplai sumber daya alam untuk kepentingan negara industri. Namun jika ada jaminan sebuah resolusi yang menjadi kekuatan hukum internasional yang mengikat semua negara, tanpa pengecualian, kenyataan itu akan menjamin keadilan bagi semua negara, terutama negara-negara kecil yang selama ini tersisi dalam menyuarakan tentang keadilan dan lingkungan.

Selama ini negara paman sam alias Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya merasa aman dalam kaitan pemanfaatan bahan bakar fosil (minyak bumi, gas dan batu bara) yang mengandung hidrokarbon, sumber energi yang menggerakkan pabrik-pabrik berskala besar yang menhasilkan Emisi Gas Rumah Kaca (pemanasan global), yang berimbas pada perubahan iklim ekstrim secara global. Hal itu telah menjadi perhatian serius PBB terhadap ancaman kehidupan makhluk hiedup, diantaranya manusia dan tumbuh-tumuhan di bumi. 

Di era industri, tidak ada perangkat hukum internasional yang mengikat, mengatur kewajiban, dan tanggungjawab Internasional, serta sanksi hukum internasional terhadap semua negara di dunia tanpa pengecualian dibawah naungan PBB, sehubungan dengan pemanfaatan dan pengolaan  sumber daya alam yang bertanggungjawab dan konsekwensi hukum internasionalnya terhadap kejahatan lingkungan dan kejahatan kemanusiaan, dua mata rantai yang saling bersentuhan dan tidak bisa dipisahkan.

Resolusi tentang keadilan iklim, subtansinya  tertuju pada pemanfaatan dan pengolaan sumber daya alam secara bertanggungjawab dan sanksi hukum internasionalnya terhadap kejahatan lingkungan dan kejahatan kemanusiaan di wilayah dunia ke tiga, yaitu, kawasan penyangga ekosistem di dalam daerah masyarakat tradisional, di batas, atau di dalam kedaulatan sebuah negara.

Resolusi tentang keadilan iklim diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi kerusakan  kawasan lingkungan hidup dan eko sistemnya, serta tidak mengorbankan, akan tetapi menjamin keadilan hak-hak ekosob dan  kelangsungan hidup masyarakat tradisional, pemilik properti di sebuah kawasan, di batas, atau di dalam wilayah kedaulatan sebuah negara.

Resolusi tentang keadilan telah menjadi bagian dari komitmen negara-negara anggota PBB terhadap hak, kewajiban tanggungjawab, dan sanksi hukum internasional terhadap semua negara tidak terkecuali, untuk menjaga dan merawat lingkungan kehidupan di bumi demi kelangsungan kehidupan semua makhluk dan tumbuhan.

"Sejak Antonio Guterres diangkat menjadi Sekjen PBB, 1 Januari 2017, ia bertekad membawa perubahan dalam lembaga yang dipimpinnya" 

Dari keberhasilan dua negara kecil, Mauritius dan Vanuatu dalam usulan resolusi di Majelis Umum PBB, yang berhasil diadopsi menjadi resolusi majelis umum PBB melalui voting, memperlihatkan kedudukan semua negara dan bentuk kooperatf di PBB sama, tidak membedakan negara besar maupun kecil.

Kini mulai nampak bahwa penempatan  Diplomat AS di Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC), guna mengawal imperialis AS dalam kepentingan eksploitasi sumber daya alam di wilayah-wilayah dunia ketiga, di kawasan lingkungan masyarakat tradisional didalam kedaulatan sebuah negara. 

Contoh kasus AS mendukung Indonesia dalam mengeksploitasi pertambangan  tembaga di Timika Papua Barat, dibawah operasional perusahan AS Freeport McMoRan, hak-hak ekosob masyarakat tradisional Papua dibuntuti di Dewan Ekonomi dan Sosial.(Kgr)

Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...