Rabu, 24 Februari 2021

 

referensi.elsam.or.id

Instrumen HAM Internasional – Referensi HAM


Final Declaration 6th World Congress Against the Death Penalty

The participants in the 6th World Congress Against the Death Penalty, organized in Oslo (Norway) from 21 to 23 June 2016 by the organization Ensemble Contre la Peine de Mort (ECPM) under the sponsorship of Norway, Australia and France, and in partnership with the World Coalition Against the Death Penalty, hereby Read More, klik Download

Read More →

Deklarasi Akhir Kongres Dunia ke-­6 Menentang Hukuman Mati

Deklarasi Akhir Kongres Dunia ke 6 Menentang Hukuman Mati ini diselenggarakan di Oslo (Norwegia) dari 21 sampai 23 Juni 2016 oleh organisasi Ensemble Contre la Peine de Mort (ECPM) dengan disponsori oleh Norwegia, Australia dan Prancis, dan bekerjasama dengan World Coalition Against the Death Penalty. Untuk membaca lebih lanjut, silakan klik unduh  

Read More →

Unsur-Unsur Kejahatan Pada Statuta Roma

Sebagaimana telah dinyatakan dalam pasal 30, kecuali kalau dinyatakan sebaliknya, seseorang harus dinyatakan bertanggung jawab atas kejahatan dan pantas untuk dihukum atas perbuatan kejahatan dalam jurisdiksi Mahkamah hanya jika unsur-unsur materialnya dilakukan dengan sengaja dan sadar. Jika tidak ada petunjuk ditentukan dalam Unsur-Unsur Kejahatan menyangkut unsur mental dalam tindakan atau perbuatan khusus, konsekuensi atau kondisi dan […]

Read More →

Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja PBB Tentang Perubahan Iklim

Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC atau FCCC), yang ditujukan untuk melawan pemanasan global. UNFCCC adalah perjanjian lingkungan hidup internasional dengan tujuan mencapai “stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang akan mencegah gangguan antropogenik yang berbahaya dengan sistem iklim.” Protokol awalnya diadopsi pada tanggal 11 […]

Read More →

Proklamasi Teheran

Proklamasi Teheran merupakan Konfrensi Internasional Tahun 1968 Tentang Hak Asasi Manusia yang dikuti oleh 100 Wakil Pemerintah/Negara

Read More →

Konvensi Internasional Mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Apartheid adalah suatu kejahatan terhadap kemanusiaan dan bahwa perbuatan-perbuatan tidak manusiawi yang diakibatkan dari kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek apartheid dan kebijakan-kebijakan serta praktek-praktek serupa mengenai pemisahan dan diskriminasi rasial, Apartheid  merupakan kejahatan-kejahatan yang melanggar asas-asas hukum internasional, Orang-orang yang dituduh melakukan perbuatan-perbuatan tersebut  dapat diadili oleh suatu tribunal yang berwenang dari Negara Peserta Konvensi mana pun, yang […]

Read More →

Protokol Pembentukan Komisi Konsiliasi dan Jasa Baik yang Bertanggung-jawab atas Penyelesaian Perselisihan Di antara Negara Pihak berkaitan dengan Konvensi menentang Diskriminasi di bidang Pendidikan

Protokol Pembentukan Komisi Konsiliasi dan Jasa Baik yang Bcrtanggung-jawab atas Penyelesaian Perselisihan Di antara Negara Pihak bcrkaitan dengan Konvensi menentang Diskriminasi di bidang Pendidikan Disctujui oleh Konferensi Umum Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Paris, 10 Desember 1962.dan Berlaku pada 24 Oktober  1968, berdasarkan  Pasal 24 Komisi ini terdiri dari sebelas orang anggota yang […]

Read More →

Hukum Acara dan Pembuktian pada Statuta Roma

Tulisan ini menjelaskan tentang hukum tata beracara dan pembuktian pada Statuta Roma, hukum acara ini terdiri dari 225 aturan.

Read More →

Prinsip-Prinsip Limburg Bagi Implementasi Perjanjian Internasional Mengenai Hak EKOSOB

Prinsip Limburg merupakan kesepakatan yang dibuat oleh para pakar hukum internasioanal yang berasal dari 29 Negara pada tahun 1986. Prinsip Limburg adalah kesepakatan yang mengatur implementasi Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Read More →

Deklarasi tentang Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Kepercayaan 1981

Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan pikiran, hati nurani atau agama. Dalam hak ini termasuk kebebasan untuk mempunyai suatu agama atau kepercayaan apapun yang dipilihnya, dan kebebasan menyatakan agama atau kepercayaan dengan mengajarkannya, melakukannya,beribadat dan menaatinya, baik sendiri atau bersama-sama dengan orang lain, didepan umum maupun sendiri. Oleh karna itu tidak seorangpun boleh menjadi sasaran pemaksaan yang akan menghalangi kebebasannya untuk mempunyai agama atau kepercayaan yang dipilihnya.Namun  Kebebasan untuk menyatakan agama atau […]

Read More →


Konvensi menentang Diskriminasi dalam Pendidikan

Konvensi ini memerintahkan negara para pihak  untuk mengahapus dan mencegah diskriminasi dalam dunia pendidikan. Negara para pihak mesti melakukan upaya mencabut setiap pengaturan statuta dan setiap instruksi administratif dan untuk tidak melanjutkan setiap praktek administratif yang melibatkan diskriminasi dalam bidang pendidikan, menjamin, dengan perundang-undangan apabila perlu, bahwa tidak ada diskriminasi dalam penerimaan  siswa pada  lembaga-lembaga […]

Read More →

Deklarasi tentang Ras dan Prasangka Rasial

Setiap pembedaan, pengabaian, pembatasan atau pengutamaan yang didasarkan pada ras, warna kulit, etnies, atau asal usul kebangsaan atau ketidakrukunan agama yang didorong oleh pertimbangan-pertimbangan bersifat rasial, yang merusak atau membahayakan persamaan kedaulatan negara dan hak bangsa bangsa atau penentuan nasib sendiri, atau dengan cara sewenang wenang atau bersifat diskriminasi membatasi hak setiap insan manusia . […]

Read More →

Konvensi Internasional menentang Perekrutan, Pengunaan, Pembiayaan, dan Pelatihan Tentara Bayaran (1989)

Tentara bayaran adalah orang yang secara khusus direkrut secara lokal atau dari luar negeri untuk bertempur dalam suatu konflik bersenjata, didorong untuk mengambil bagian dalam perselisihan permusuhan berdasarkan keinginan  atas  keuntungan  pribadi  dan,  bahkan  dijanjikan  oleh  atau  atas  nama suatu pihak yang berkonflik, kompensasi material yang lebih besar dari janji tersebut atau lebih besar dari […]

Read More →

Resolusi Majelis Umum 1803 Tentang Kedaulatan Permanen atas Sumber Daya Alam

Resolusi ini menegaskan bahwa Hak bangsa dan negara atas kedaulatan permanen pada kekayaan  dan sumber  daya alam mereka harus dilaksanakan demi kepentingan pembangunan nasional mcreka dan demi kesejahteraan  penduduk  negara  yang bersangkutan,Pembangunan dan pengaturan sumber daya dan juga impor modal asing yang dibutuhkan untuk tujuan-tujuan ini, harus sesuai dengan peraturan-peraturan dan syarat-syarat di mana bangsa-bangsa […]

Read More →

Konvensi Tentang Suaka Teritorial

Orang-orang yang memasuki wi!ayah suatu negara, karna di negaranya mana mereka dianiaya karena keyakinan, pendapat atau afiliasi politik mereka, atau karena perbuatan-perbuatan yang mungkin dianggap sebagai pelanggaran politik maka, jika sipencari suaka meminta masuk kewilayah negara lain, maka negara lain berhak untuk memperkenankan masuk ke dalam wilayahnya pada orang-orang yang dia anggap layak tanpa  mengakibatkan  timbulnya pengaduan […]

Read More →

Konvensi Tentang Suaka Diplomatik

Konvensi ini mengatur tentang hal-hal yang dibolehkan dan yang dilarang dalam pemberian suaka diplomatik.  Pemberian suaka kepada orang-orang yang  pada waktu mernintanya  berada di bawah hasutan atau sedang diadili karena pelanggaran-pelanggaran biasa atau telah dihukum oleh pengadilan tetap yang berwenang dan belum menjalani hukuman masing­ masing oleh negaranya maka pemberian suaka itu dianggap tidak sah.

Read More →

Pedoman Tentang Peranan Para Jaksa

Pedoman Tentang Peranan Para Jaksa ini dirumuskan untuk membantu Negara-negara Anggota dalam tugasnya menjamin dan memajukan keefektifan, ketidak-berpihakan dan kejujuran dari para jaksa dalam proses persidangan pidana, dan juga harus menjadi perhatian para jaksa, maupun orang-orang lain, seperti misalnya hakim, pengacara, anggota eksekutif dan badan pembuat undang-undang.

Read More →

Aturan Standar Minimum untuk Administrasi Keadilan bagi Anak (Aturan Beijing) (1985)

Komite Hak Anak (Committee on the Rights of the Child) menandaskan bahwa sistem peradilan pidana anak merupakan sistem peradilan pidana yang dipisahkan secara khusus bagi anak sehingga anak dapat menikmati perlindungan hukum (due process) dan hak asasi yang melekat padanya. Pemisahan ini menjadi conditio sine quanon karena mereka masih di bawah umur. Lebih jauh Komite mengintepretasikan […]

Read More →

Deklarasi Prinsip-Prinsip Tentang Toleransi

DEKLARASI PRINSIP-PRINSIP TENTANG TOLERANSI DIUMUMKAN DAN DITANDATANGANI OLEH NEGARA-NEGARA ANGGOTA UNESCO PADA 16 NOVEMBER 1995

Read More →

Peraturan Standar Minimum Untuk Tindakan Non Penahanan (Aturan Tokyo)

Peraturan Standar Minimum ini menetapkan seperakat prinsip dasar untuk memajukan penggunaan tindakan-tindakan non-penahanan, maupun pengamanan minimum bagi orang-orang yang dikenai tindakan alternatif terhadap pemanjaraan. Tujuannya dalah  memajukan ketertiban masyarakat yang lebih besar dalam mengelolah pengadilan pidana, khususnya perlakuan terhadap pelaku kejahatan, maupun untuk memajukan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat diantara pelaku kejahatan, namun peraturan itu […]

Read More →


Deklarasi Hak Orang Orang Yang Termasuk Bangsa Atau Suku Bangsa Agama Dan Bahasa Minoritas

Deklarasi Hak Orang Orang Yang Termasuk Bangsa Atau Suku Bangsa Agama Dan Bahasa Minoritas

Read More →

Aturan Minimum Standar Tentang Penanganan Tahanan

Aturan Minimum Standar ini tidak dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara rinci sebuah model sistem lembaga penjara. Aturan ini hanya bermaksud menguraikan, berdasarkan konsensus umum pemikiran kontemporer dan berdasarkan unsur-unsur esensial dari berbagai sistem yang paling memadai dewasa ini, hal-hal yang secara umum telah diterima sebagai prinsip dan praktik yang baik di bidang penanganan tahanan dan manajemen […]

Read More →

Statuta Mahkamah Internasional

Mahkamah Internasional adalah salah satu badan perlengkapan PBB yang berkedudukan di Den Hag (Belanda). Para anggotanya terdiri atas ahli hukum terkemuka, yakni 15 orang hakim yang dipilih dari 15 negara berdasrkan kecakapannya dalam hokum dan masa jabatan mereka 9 tahun. Mahkamah Agung Internasional atau biasa disebut Mahkamah Internasional, merupakan Mahkamah Pengadilan Tertinggi di seluruh dunia. […]

Read More →

Konvensi internasional Tentang perlindungan terhadap semua orang dari tindakan penghilangan secara paksa

Di berbagai belahan dunia, isu penghilangan paksa sudah sejak lama dipraktikkan rezim otoriter. Argentina telah mempraktikkan tindakan tersebut sejak kekuasaan junta militer periode 1976- 1983. Praktik ini terungkap setelah ibu dari para korban yang dihilangkan paksa—dikenal dengan sebutan madress plaza de mayo—melakukan aksi diam di depan Istana Presiden Argentina. Atas desakan tersebut, Pemerintah Argentina membentuk […]

Read More →

Konvensi Tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta

Konvensi ini berlaku untuk semua badan penyalurtenaga kerja swasta dan untuk semua kategori pekerja. Salah satu tujuan Konvensi ini adalah untuk memungkinkan bekerjanya badan penyalur tenaga kerja swasta serta perlindungan terhadap pekerja yang menggunakan jasa badan itu, sesuai dengan ketentuan

Read More →

Konvensi Tentang Tindak Pidana Telematika

Konvensi ini diperlukan untuk memberi efek jera bagi tindakan yang ditujukan untuk menentang kerahasiaan, integritas dan ketersediaan  sistem komputer, jaringan, dan data komputer, maupun penyelewengan penggunaan sistem, jaringan, dan data tersebut  dengan   mengkriminalisasi   tindakan-tindakan itu sebagaimana dijelaskan di dalam Konvensi ini, dan dengan mengadopsi kewenangan yang cukup untuk memerangi tindakan-tindakan pidana tersebut, melalui difasilitasinya pendeteksian, […]

Read More →

Deklarasi Montreal

Setiap manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai hak dan martabat yang sama’. Kalimat pertama yang terkenal dari Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia) ini, diadopsi hampir enam puluh tahun yang lalu oleh Sidang Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), mengandung di dalamnya agenda-agenda politik kami sebagai orang- orang lesbian, gay, biseksual, transgender, transeksual, transisi […]

Read More →

Aturan Perilaku Bagi Aparat Penegak Hukum

Aturan Perilaku Bagi Aparat Penegak Hukum  Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979. Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh hukum kepada mereka, yaitu dengan melayani masyarakat dan melindungi semua orang dari tindakan yang tidak sah, sesuai dengan rasa tanggung jawab yang tinggi sebagaimana diharuskan oleh […]

Read More →

Resolusi 1235 (XLII): Pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar, termasuk Kebijakan-kebijakan Diskriminasi Rasial dan Pemisahan Rasial dan Apartheid

Resolusi 1235 (XLII): Pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar, termasuk Kebijakan-kebijakan Diskriminasi Rasial dan Pemisahan Rasial dan Apartheid

Read More →

Deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Negara Kolonial dan Masyarakat

Semua orang memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri, berdasarkan hak mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan bebas mengejar ekonomi, pembangunan sosial dan budaya.Ketidakcukupan politik, kesiapan ekonomi, sosial atau pendidikan tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menunda kemerdekaan. Hal tersebut dijamin dalam Deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Negara Kolonial dan Masyarakat yang ditetapkan 14 Desember 1960

Read Mor


Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme

Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme ini ditetapkan  di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pada tanggal 10 Januari 2000

Read More →

Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman Oleh Teroris

Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman Oleh Teroris

Read More →

Resolusi 1503 (XLVIII):Prosedur Untuk Menangani Surat Pengaduan Tentang Pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia

Resolusi ini mengatur tentang Prosedur Untuk Menangani Surat Pengaduan Tentang Pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia.  Dewan Ekonomi dan Sosial PBB Menugaskan Sub-Komisi pada  Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kelompok Minoritas, sebagai tingkat pertama dalam pelaksanaan  harus memikirkan semua prosedur yang tepat untuk menangani masalah dapat diterimanya amanat/surat pengaduan yang diterima oleh Sekretaris Jenderal.

Read More →

Konvensi Tentang Perlindungan Wanita Hamil

Konvensi ini berlaku untuk wanita yang dipekerjakan di kegiatan industri dan kegiatan non-industri serta pekerjaan pertanian, termasuk wanita penerima upah yang bekerja di rumah. Konvensi ini memberi jaminan kepada wanita pekerja untuk mendapatkan hak-haknya yakni : Cuti Hamil, Jaminan Hamil, Fasilitas Untuk Perawatan Ibu Dan Anak, Perlindungan Hubungan Kerja, Perlindungan Atas Kesehatan Wanita Pekerja Selama Masa Kehamilan.

Read More →

Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hak-Hak Masyarakat Pribumi

Deklarasi ini mempertegaskan bahwa Individu pribumi berhak mendapatkan semua hak yang tercantum dalam hukum internasional tanpa diskriminasi, dan bahwa masyarakat pribumi memilik hak kolektif yang sangat diperlukan untuk keberadaan kebahagian mereka, dan pembangunan integral sebagai manusia. Deklarasi ini dibuat pada sidang Pleno ke 107 Majelis Umum PBB pada  13 September 2007.

Read More →

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia. (CAT)

Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment), yang selanjutnya disebut “CAT”,  yang diterima oleh Majelis Umum (MU) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1984, mulai berlaku pada 27 Juni 1987.   Pemantauan pelaksanaan CAT di Negara-negara Pihak […]Read More →

Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia

Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia juga sering disebut dengan Deklarasi Tentang Hak dan Tanggung Jawab Individu, Kelompok dan Organisasi Masyarakat untuk Mempromosikan Hak dan Kebebasan Fundamental Yang di Terima dan Dilindungi Secara Universal

Read More →

Deklarasi Hak Atas Pembangunan

Hak atas pembangunan adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dicabut berdasarkan atas setiap manusia dan semua orang memiliki hak untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam penikmatan terhadap pembangunan ekonomi, sosial, kultural dan politik, jika hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dapat sepenuhnya terwujud. Semua manusia punya tanggungjawab dalam pembangunan, individu dan kolektif, mempertimbangkan kebutuhan untuk […]

Read More →

Konvensi Tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Dimulai dengan sebuah proposal dari Raphael Lemkin yang diajukan pada Konperensi International Unification of Criminal Law kelima pada 1933 gagasan mengkriminalisasikan genosida mulai dirumuskan secara internasional. Dalam konperensi di Madrid – Spanyol itu, ia mengadvokasi agar penghancuran kolektivitas rasial, agama, atau sosial dinyatakan sebagai kejahatan internasional, karena biadab (barbatary) dan besarnya penghancuran yang dilakukan  (vandalism). […]

Read More →

Konvensi Hak Penyandang Disabilitas

Pada tanggal 13 Desember 2006 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan Resolusi Nomor A/61/106 mengenai Convention on the Rights of  ersons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Resolusi tersebut memuat hak – hak penyandang disabilitas dan menyatakan akan diambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi ini. Konvensi ini memastikan agar penyandang disabilitas mendapatkan penikmatan penuh atas […]

Read More →


Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa Bangsa

Lahirnya Deklarasi Milenium merupakan buah perjuangan panjang negara-negara berkembang dan sebagian negara maju. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia, yang belum pernah terjadi sebelumnya, untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi, dan kebebasan fundamental dalamsatu paket. Negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi MDGs. Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target berikut indikatornya. MDGs menempatkan […]

Read More →

Deklarasi PBB Tentang Hak-hak Masyarakat Adat

Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Penduduk Asli adalah sebuah deklarasi yang disahkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) dalam sesi ke-61-nya di Markas PBB di New York, 13 September 2007. Deklarasi ini menggariskan hak individual dan kolektif para penduduk asli (pribumi), dan juga hak mereka terhadap budaya, identitas,bahasa, pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan isu-isu lainnya. Deklarasi ini […]

Read More →

Statuta Roma

Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court- ICC) didirikanberdasarkan Statuta Roma tanggal 17 Juli 1998, ketika 120 negara yang berpartisipasi  dalam “ United Nations Diplomatic Conference on Plenipotentiaries on the Establishment of an International Criminal Court ” mengadopsi Statuta Roma tersebut. Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional mengatur kewenangan untukmengadili kejahatan paling serius yang mendapatkan perhatian internasional. Kejahatanyang dimaksud […]

Read More →

Komentar Umum 15 Hak Atas Air pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum 14 Hak Atas Standar Kesehatan Tertinggi Yang Dapat Dijangkau pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum 13 Hak untuk Menikmati Pendidikan pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum 12 Tentang Hak Atas Bahan Pangan Yang Layak Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum 11 (1999) Rencana Tindakan bagi Pendidikan Dasar (Pasal 14 Perjanjian Internasional atas Hak Ekosob) pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum 10 Tentang Peranan Lembaga-lembaga HAM Nasional dalam Perlindungan Hak Ekosob pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum 9 Tentang Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →


Komentar Umum Nomor 8 Tentang Kaitan Antara Sanksi Ekonomi dengan Penghormatan Hak Ekosob pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai suatu standar umum untuk keberhasilan bagi semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap oarng dan setiap badan di dalam masyarakat, dengan senantiasa mengingat Deklarasi ini, akan berusaha dengan cara mengajarkan dan memberikan pendidikan guna menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakn yang progresif […]

Read More →

Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik

Sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamirkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengakuan atas harkat dan martabat serta hak-hak yang sama dan tak terpisahkan dari seluruh anggota umat manusia merupakan landasan dari kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia.  Mengakui, bahwa hak-hak ini berasal dari harkat dan martabat yang melekat pada setiap manusia. Sesuai dengan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi […]

Read More →

Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengakuan tentang martabat hakiki dan tentang hak-hak yang sama dan tidak terbantah pada semua anggota umat manusia merupakan dasar kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia mengakui, bahwa hak-hak ini berasal dari martabat hakiki pada manusia. Mengakui, bahwa sesuai dengan Deklarasi Sedunia tentang Hak-hak-hak-hak Asasi Manusia, cita-cita manusia […]

Read More →

Protokol Opsional Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik

Protokol Opsional Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik ini untuk mengatur Suatu Negara Pihak dalam kovenan yang menjadi Pihak dalam Protokol ini, mengakui kewenangan Komite untuk menerima dan membahas komunikasi dari orang-orang yang tunduk pada wilayah hukumnya yang menyatakan dirinya sebagai korban pelanggaran terhadap hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Read More →

Protokol Optional Kedua pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang Ditujukan pada Penghapusan Hukuman Mati

Bahwa penghapusan hukuman mati akan mempengaruhi peningkatan martabat manusia dan pembangunan hak-hak asasi manusia yang progresif.Pasal 3 Dekalrasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang disetujui pada tanggal 10 Desember 1948 dan pasal 6 dari Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang disetujui pada tanggal 16 Desember 1966, bahwa pasal 6 dari Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil […]

Read More →

Komentar Umum Nomor 7 Tentang Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum Nomor 6 tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya Dari Orang Lanjut Usia pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum Nomor 5 tentang Orang-orang Penyandang Cacat Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum Nomor 4 Tentang Hak Atas Tempat Tinggal Yang Layak Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read Mor


Komentar Umum Nomor 3 Sifat-Sifat Kewajiban Negara Anggota pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

  Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan […]

Read More →

Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Komentar Umum Nomor 2 Bantuan Teknis Internasional pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

KOMITE HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA, komentar umum no. 2. Pedoman Bantuan Teknis Internasional (pasal 22 Kovenan) (Sidang Keempat, 1990), Kompilasi Komentar-Komentar Umum Dan Rekomendasi-Rekomendasi Umum yang Diadopsi oleh Badan Kerjasama Hak Asasi Manusia PBB, Dokumen PBB no. HRI/GEN/1/Rev. 1 at 45 (1994)*. Kovenan menyediakan mekanisme dimana Majelis Ekonomi dan Sosial dapat membawa segala masalah […]

Read More →

Komentar Umum Nomor 1 (Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya)

Kewajiban-kewajiban pelaporan yang tercantum  dalam  bagian  IV  Kovenan dirancang terutama untuk membantu setiap Negara dalam memenuhi kewajiban- kewajibannya berdasarkan Kovenan tersebut, selain itu, untuk memberikan suatu landasan dimana Dewan, dengan bantuan Komite, dapat melaksanakan tanggung- jawab pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban-kewajiban oleh Negara,dan tanggung-jawab untuk memfasillitasi pemenuhan hak-hak  ekonomi,  sosial,  dan budaya yang sejalan dengan kondisi-kondisi dalam Kovenan.Komite berpandangan […]

Read More →

Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Sipil Politik (ICCPR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding). Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite […]

Read More →

Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial

Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa didasarkan kepada prinsip prinsip martabat dan kesederajatan yang melekat pada semua umat manusia dan bahwa Negara-negara Anggota telah berjanji untuk mengambil langkah-langkah secara bersamasama  maupun sendiri dengan bekerja bersama Perserikatan Bangsa Bangsa guna mencapai salah satu tujuan Perserikatan Bangsa Bangsa yakni memajukan dan mendorong penghormatan dan pematuhan hak-hak asasi manusia dan […]

Read More →

Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan di dalam Kovenan-kovenan Internasional mengenai Hak Asasi Manusia, telah memproklamasikan dan menyetujui bahwa setiap orang berhak atas seluruh hak dan kebebasan sebagaimana yang telah diatur di dalamnya, tanpa perbedaan dalam bentuk apa pun, Menegaskan kembali universalitas, ketidakterpisahkan, kesalingtergantungan, dan kesalingterkaitan dari semua hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental serta kebutuhan […]

Read More →

Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

Memperhatikan bahwa PiagamPerserikatanBangsa-Bangsa menguatkan lagi keyakinan atas hak-hakasasi manusia, atas martabat dan nilai pribadi manusia, dan atas persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Deklarasi Universal tentang Hak-Hak asasi Manusia menegaskan azas mengenai tidak dapat diterimanya diskriminasi dan menyatakanbahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, Serta  bahwa tiap orang berhak atas semua hak […]

Read More →

Konvensi Hak Anak

Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan bahwa anak-anak berhak atas pengasuhannya dan bantuan khusus, Meyakini bahwa keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan llingkungan alamiah bagi pertumbuhan dan kesejahteraan semua anggotanya dan terutama anak-anak, harus diberikan perlindungan dan bantuan yang diperlukan sedemikian rupa sehingga dapat dengan sepenuhnya memikul tanggung jawabnya di dalam masyarakat, […]

Read More →

Konvensi Jenewa Tahun 1949 Tentang Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang Yang Luka dan Sakit di Medan Pertempuran Darat

Konevensi ini diikuti oleh Wakil-wakil Kuasa Penuh dari Pemerintah-pemerintah yang hadir pada Konperensi Diplomatik yang diadakan di Jenewa dari tanggal 21 April 1949 sampai tanggal 21 Agustus 1949, dengan maksud meninjau kembali Konvensi Jenewa untuk pertolongan kepada yang Luka dan Sakit dalam Tentara di Medan Pertempuran Darat tanggal 27 Juli 1929, telah bermufakat sebagai berikut […]

Read More →


Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran Dan Anggota Keluarganya

Konvensi ini berlaku  pada semua buruh migran dan anggota keluarganya tanpa pembedaan apapun seperti jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, atau kepercayan, pendapat politik atau lainnya, kebangsaan, asal-usul etnis atau sosial, kewarganegaraan, usia, kedudukan ekonomi, kekayaan, status perkawinan, status kelahiran atau status lainnya. Indonesia meratifikasi Konvensi ini pada 31 Mei 2012

Read More →

Konvensi Ketenakerjaan Internasional Konvensi 182 Mengenai Pelarangan Dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak

Badan Pengurus Kantor Buruh Internasional dalam Sidang ke-87 pada tanggal 1 Juni 1999 di Jenewa telah mempertimbangkan kebutuhan menetapkan instrumen baru untuk pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk terburuk dari pekerja anak sebagai prioritas utama untuk tindakan nasional dan internasional, termasuk kerjasama dan bantuan internasional, melengkapi Konvensi dan Rekomendasi mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja 1973 yang […]

Read More →

Konvensi Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan Dan Jabatan

Konferensi Umum Organisasi Buruh Intemasional Badan Pengurus Kantor Buruh Intemasional dalam Sidang ke 42  pada tanggal 4 Juni 1958 di Jenewa telah memutuskan untuk menerima beberapa usulan tentang diskriminasi dalam pekerjaan clan Jabatan yang merupakan acara keempat dalam agenda sidang, dan telah menetapkan bahwa usulan-usulan ini harus berbentuk Konvensi internasional dengan mempertimbangkan bahwa Deklarasi Philadelphia menyatakan […]

Read More →

Konvensi Mengenai Kerja Paksa Atau Kerja Wajib

Badan Pengurus Kantor Buruh Internasional dalam Sidang ke Empat belas pada tanggal 10 Juni 1930 di Jenewa telah memutuskan untuk menerima beberapa usulan mengenai kerja paksa atau kerja wajib yang termasuk acara pertama dari agenda sidang.  Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional ini menetapkan pada tanggal 28 Juni 1930 sebuah  Konvensi  yang disebut sebagai Konvensi mengenai Kerja Wajib, 1930. 

Read More →

Konvensi Mengenai Penerapan Prinsip – Prinsip Hak Untuk Berorganisasi Dan Berunding Bersama

Badan Pengurus Kantor Buruh Intemasional dalam Sidang ke Tigapuluh dua pada tanggal 8 Juni 1949 di Jenewa telah memutuskan untuk menerima beberapa usulan mengenai penerapan prinsip-prinsip hak berorganisasi dan berunding bersama yang termasuk acara keempat dari agenda sidang. Pada Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional ini , para pihak Telah menetapkan bahwa usulan-usulan ini harus berbentuk Konvensi Internasional. […]

Read More →

Konvensi Mengenai Penghapusan Kerja Paksa

Pada Tanggal 5 Juni 1957  di Jenewa, Badan Pengurus Kantor Buruh Internasional dalam Sidang ke Empat puluh pada tanggal 5 Juni 1957 , telah mempertimbangkan masalah kerja paksa yang merupakan acara keempat dalam agenda sidang, dan telah memperhatikan ketentuan-ketentuan Konvensi Kerja Paksa 1930, Konvensi Perbudakan 1926 menyatakan bahwa semua tindakan yang perlu wajib untuk mencegah […]

Read More →

Deklarasi mengenai Prinsip-prinsip Keadilan Dasar bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (1985)

“Korban” berarti orang-orang yang, secara pribadi atau kolektif, telah menderita kerugian, termasuk luka fisik atau mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perusakan cukup besar atas hak-hak dasarnya, lewat tindakan atau penghapusan yang bertentangan dengan hukum pidana yang berlaku di Negara-negara Anggota, termasuk hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan yang bisa dikenai pidana. Seorang dapat dianggap korban, […]

Read More →

Konvensi Mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki Dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya

Pada Sidang ke 34 Badan Pengurus Kantor Buruh Internasional di Jenewa 6 Juni 1951, Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional telah menetapkan  Konvensi mengenai Konvensi Mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki Dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya  pada tanggal 29 Juni 1951.  Istilah “pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya” merujuk kepada nilai […]

Read More →

Konvensi Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja

Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional telah memutuskan untuk menerima beberapa usulan mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja. Dengan Memperhatikan syarat-syarat Konvensi Usia Minimum (Industri) 1919, Konvensi Usia Minimum (Laut) 1920, Konvensi Usia Minimum (Pertanian) 1921, Konvensi Usia Minimum (Penyeimbang dan Juru Api) 1921, Konvensi Usia Minimum (Pekerjaan Non Industri) 1932, Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Laut) […]

Read More →

Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment), yang selanjutnya disebut “CAT”, yang diterima oleh Majelis Umum (MU) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1984, mulai berlaku pada 27 Juni 1987. Pemantauan pelaksanaan CAT di Negara-negara Pihak […]

Read More →


Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Hak Anak Tentang Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Anak membutuhkan perlindungan khusus, dan memerlukan perkembangan situasi anak yang berkesinambungan dan tanpa perbedaan sebagaimana juga untuk pengembangan dan pendidikan mereka dalam kondisi yang damain dan aman.  Dikhawatirkan oleh dampak yang berbahaya dan menyebar luas dari konflik bersenjata trehadap anak dan konsekuensi jangka panjang terhadap perdamaian yang kekal, keamanan, dan perkembangan. Mengutuk kegiatan yang menjadikan anak […]

Read More →

Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Hak Tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak Dan Pornografi Anak

Konvensi tentang Hak-hak Anak memberikan perlindungan pula terhadap hak-hak anak terhadap eksploitasi ekonomi dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang sekiranya membahayakan atau mengganggu pendidikan, atau membahayakan kesehatan anak atau perkembanagn fisik, mental, spritual, moral, dan sosial anak. Semakin maraknya dan meningkatnya lalu lintas perpindahan anak untuk tujuan penjualan anak, prostitusi anak , pornografi anak, meluasnya dan berlanjutnya […]

Read More →

Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa menergaskan kembali keyakinan dalam hak asasi manusia mendasar, dalam maratabat dan harga diri manusia dan dalam persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sederajat dalam martabat dan hak dan bahwa tiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dimuat didalamnya, tanpa […]Read More →


MONTHLY ARCHIVES: SEPTEMBER 2014

Komentar Umum 15 Hak Atas Air pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum 15 Hak Atas Air pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum 15 Hak Atas Air pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-15-hak-atas-air-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum 14 Hak Atas Standar Kesehatan Tertinggi Yang Dapat Dijangkau pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum 14 Hak Atas Standar Kesehatan Tertinggi Yang Dapat Dijangkau pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum 14 Hak Atas Standar Kesehatan Tertinggi Yang Dapat Dijangkau pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-14-hak-atas-standar-kesehatan-tertinggi-yang-dapat-dijangkau-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum 13 Hak untuk Menikmati Pendidikan pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum 13 Hak untuk Menikmati Pendidikan pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum 13 Hak untuk Menikmati Pendidikan

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-13-hak-untuk-menikmati-pendidikan-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum 12 Tentang Hak Atas Bahan Pangan Yang Layak Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum 12 Tentang Hak Atas Bahan Pangan Yang Layak Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum 12 Tentang Hak Atas Bahan Pangan  Yang Layak Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-12-tentang-hak-atas-bahan-pangan-yang-layak-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum 11 (1999) Rencana Tindakan bagi Pendidikan Dasar (Pasal 14 Perjanjian Internasional atas Hak Ekosob) pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum 11 (1999) Rencana Tindakan bagi Pendidikan Dasar (Pasal 14 Perjanjian Internasional atas Hak Ekosob) pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum 11 (1999) Rencana Tindakan bagi Pendidikan Dasar (Pasal 14 Perjanjian Internasional atas Hak Ekosob) pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-11-1999-rencana-tindakan-bagi-pendidikan-dasar-pasal-14-perjanjian-internasional-atas-hak-ekosob-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum 10 Tentang Peranan Lembaga-lembaga HAM Nasional dalam Perlindungan Hak Ekosob pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum 10 Tentang Peranan Lembaga-lembaga HAM Nasional dalam Perlindungan Hak Ekosob pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum 10 Tentang Peranan Lembaga-lembaga HAM Nasional dalam Perlindungan Hak Ekosob pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-10-tentang-peranan-lembaga-lembaga-ham-nasional-dalam-perlindungan-hak-ekosob-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum 9 Tentang Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum 9 Tentang Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum 9 Tentang Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-9-tentang-pelaksanaan-kovenan-di-dalam-negeri-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum Nomor 8 Tentang Kaitan Antara Sanksi Ekonomi dengan Penghormatan Hak Ekosob pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Nomor 8 Tentang Kaitan Antara Sanksi Ekonomi dengan Penghormatan Hak Ekosob pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum Nomor 8 Tentang Kaitan Antara Sanksi Ekonomi dengan Penghormatan Hak Ekosob pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-nomor-8-tentang-kaitan-antara-sanksi-ekonomi-dengan-penghormatan-hak-ekosob-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Undang Undang  Nomor 26 Tahun 2000 adalah sebuah Undang-undang yang mengatur Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Secara historis UU Pengadilan HAM lahir karena amanat Bab IX Pasal 104 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999. Dengan lahirnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tersebut, maka penyelesaian kasus HAM berat dilakukan dilingkungan Peradilan Umum. Ini merupakan wujud dari kepedulian negara terhadap warga negaranya sendiri. Negara menyadari bahwa perlunya suatu lembaga yang menjamin akan hak pribadi seseorang. Jaminan inilah yang diharapkan nantinya setiap individu dapat mengetahui batas haknya dan menghargai hak orang lain. Sehingga tidak terjadi apa yang dinamakan pelanggaran HAM berat untuk kedepannya.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/uu-nomor-26-tahun-2000-tentang-pengadilan-hak-asasi-manusia/

RUU Perubahan atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /RUU Perubahan atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

DPR mengesahkan RUU Perubahan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada tanggal 24 September 2014. RUU yang diajukan oleh pemerintah ini diharapkan akan memperkuat pengaturan tentang perlindungan saksi dan korban serta memperkuat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. RUU ini mencakup sejumlah perubahan terkait dengan definisi istilah, penguatan hak-hak saksi dan korban termasuk prosedur pelaksanaannya, dan penguatan kelembagaan dari LPSK.

Dengan diundangkannya UU ini, setidaknya memberikan kesempatan untuk membuka kembali kasus pelanggaran HAM berat yang penah terjadi di Indonesia sebelum diundangkan UU Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 43-44 tentang Pengadilan HAM Ad Hoc. Dan Pasal 46 tentang tidak berlakunya ketentuan kadaluwarsa dalam pelanggaran HAM yang berat. Masuknya ketentuan tersebut dimaksudkan agar kasus-kasus yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diadili.

Dalam UU No. 26 Tahun 2000 hukum acara atas pelanggaran HAM berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang terdiri dari:

  1. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan.
  2. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penahanan.
  3. Komnas HAM sebagai penyelidik berwenang melakukan penyelidikan.
  4. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penyidikan.
  5. Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penuntutan.
  6. Pemeriksaan dilakukan dan diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/uu-perubahan-atas-uu-no-13-tahun-2006-tentang-perlindungan-saksi-dan-korban/

UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

Gagasan untuk menghadirkan undang-undang perlindungan saksi dan korban dimulai pada tahun 1999, di mana beberapa elemen masyarakat mulai mempersiapkan perancangan undang-undang perlindungan saksi. Hal ini kemudian disusul dengan adanya naskah akademis tentang undang-undang perlindungan saksi dalam proses peradilan pidana. Naskah akademis ini kemudian menghasilkan RUU perlindungan saksi.

Selanjutnya, tahun 2001 undang-undang perlindungan saksi diamanatkan untuk segera dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Juni 2002 Badan Legislasi DPR RI mengajukan RUU Perlindungan Saksi dan Korban yang ditandatangani oleh 40 anggota DPR dari berbagai fraksi sebagai RUU usul inisiatif DPR.

Indonesia meratifikasi UN Convention Against Corruption pada tahun 2003. Dalam pasal 32 dan 33 konvensi ini disebutkan bahwa kepada setiap negara peratifikasi wajib menyediakan perlindungan yang efektif terhadap saksi atau ahli dari pembalasan atau intimidasi termasuk keluarganya atau orang lain yang dekat dengan mereka. Awal 2005 Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) yang disusun oleh Bappenas menjadwalkan pembahasan RUU Perlindungan Saksi pada triwulan kedua 2005. Februari 2005 Rapat Paripurna ke 13 DPR RI Peridoe 2004-2009, telah menyetujui Program Legislasi Nasional. Salah satu RUU yang diprioritaskan untuk segera dibahas adalah RUU Perlindungan Saksi. Sepuluh fraksi di DPR RI memandang bahwa RUU Perlindungan Saksi memiliki peran strategis dalam upaya penegakan hukum dan memciptakan pemerintahan yang bebas dari korupsi.

Akhirnya Juni 2005 RUU Perlindungan Saksi dan Korban disampaikan dalam surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden. Lalu, tanggal 30 Agustus 2005 Presiden mengeluarkan surat penunjukan wakil untuk membahas RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menugaskan Menteri Hukum dan HAM mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut. Januari 2006 pemerintah yang diwakili Departemen Hukum dan HAM menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah, tentang RUU Perlindungan Saksi dan Korban kepada DPR RI. Awal Februari 2006 komisi III DPR RI membentuk Panitia Kerja yang terdiri dari 22 orang untuk membahas RUU Perlindungan Saksi dan Korban. Pada bulan Juli 2006, Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Perlindungan Saksi dan Korban menjadi UU Perlindungan Saksi dan Korban. Sepuluh fraksi di DPR RI mendukung keberadaan UU tersebut. 11 Agustus 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64). Salah satu amanat yang ada dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban ini adalah pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dibentuk paling lambat setahun setelah UU Perlindungan Saksi dan Korban disahkan. Dalam perkembangan selanjutnya, LPSK dibentuk pada tanggal 8 Agustus 2008. Di dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan bahwa LPSK adalah lembaga yang mandiri namun bertanggung jawab kepada Presiden. Disebutkan pula bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Ruang lingkup perlindungan ini adalah pada semua tahap proses peradilan pidana. Tujuan Undang-undang ini adalah untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/uu-nomor-13-tahun-2006-tentang-perlindungan-saksi-dan-korban/

UU Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi: “Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.”

Didalam Penjelasan Undang-undang tersebut dikatakan, pemberian Grasi dapat merubah, meringankan, mengurangi atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan. Hal ini tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukan merupakan rehabilitasi terhadap pidana

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/uu-nomor-22-tahun-2002-tentang-grasi/

UUNomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UUNomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita

Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).

Dengan ratifikasi Konvensi Wanita tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin (laki–laki – perempuan) harus dihapus. Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh wanita dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula dunia politik bukanlah milik pria maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan. Dengan demikian terjadi perbedaan penghargaan terhadap pria dan wanita, bukan karena jenis kelaminnya tetapi karena perbedaan pada prestasi. Kita harus menyadari bahwa pembangunan suatu negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian menghendaki partisipasi maksimal kaum wanita atas dasar persamaan dengan kaum pria. Kita tidak dapat menyangkal besarnya sumbangan wanita terhadap kesejahteraan keluarga dan membesarkan anak . Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian tanggung jawab antara pria dan wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan dasar diskriminasi.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/uunomor-7-tahun-1984-tentang-pengesahan-konvensi-mengenai-penghapusan-segala-bentuk-diskriminasi-terhadap-wanita/

Warga Negara

/Terminologi /Warga Negara

Status ini merupakan penegasan bahwa setiap individu memiliki  hak serta kewajiban sebagai bagian dari masyarakat. Status ini biasa didapatkan melalui kelahiran disatu wilayah tertentu, hubungan darah, atau secara natural dimana terdapat proses administratif oleh satu negara dengan memberikan ke warga-negaraan

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/warga-negara/

Xenophobia

/Terminologi /Xenophobia

Xenophobia adalah sebuah kebencian atau rasa benci yang tidak beralasan terhadap orang asing atau sesuatu yang berbau asing yang diakibatkan oleh rasa kebangsaan yang berlebihan. Xenophobia selain karena rasa kebangsaan yang berlebihan, juga bisa diakibatkan dari rasa kesukuan, kebangsaan, atau tempat asal yang sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan terciptanya diskriminasi terhadap orang lain. Dalam hal ini orang asing atau segala sesuatu yang berbau asing.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/xenophobia/

Totaliter/Totaliterisme

/Terminologi /Totaliter/Totaliterisme

Sistem politik di mana tidak ada ruang bagi tumbuhnya pandangan atau sikap politik yang berbeda dan pemerintah memegang kendali penuh atas banyak aspek dalam kehidupan warganya.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/totalitertotaliterisme/

Terorisme

/Terminologi /Terorisme

Tindakan untuk menyebarkan intimidasi, kepanikan dan kerusakan dalam masyarakat. Tindakan ini bisa dilakukan oleh individu atau kelompok, yang kemudian disebut teroris, yang menentang sebuah negara atau bertindak atas kepentingan sendiri. Kekerasan yang dilakukan sering tidak berimbang, acak dan bersifat simbolis; menyerang sasaran untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Umumnya teror bertujuan untuk mengembangkan atau membelokkan opini masyarakat kepada opini yang diinginkan teroris.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/terorisme/

Teroris

/Terminologi /Teroris

Individu atau sekelompok orang yang melakukan tindakan agresif yang bersifat intimidasi, membuat panik dan atau merusak/melukai terhadap orang lain, masyarakat atau lingkungan.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/teroris/

Tanggung Jawab Negara

/Terminologi /Tanggung Jawab Negara

Dalam hukum hak asasi manusia internasional, pengertian “tanggung jawab negara” berkaitan dengan kewajiban negara dalam pemenuhan, perlindungan dan penghornatan hak asasi manusia yang diakui secara internasional. Tanggung jawab negara timbul, sebagai akibat dari pelanggaran hukum internasional oleh negara yaitu :

  1. melakukan tindakan pelanggaran hak asasi manusia (action), dan melalaikan, tidak melakukan tindakan apapun, atau melakukan pembiaran (ommision) terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
  2. Melakukan tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/tanggung-jawab-negara/

Tanggung Jawab Komando

/Terminologi /Tanggung Jawab Komando

Dalam hukum humaniter internasional, seorang komandan memiliki tanggung jawab atas tindakan kejahatan (kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan) yang dilakukan oleh pasukan yang berada dalam kekuasaan/kendalinya.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/tanggung-jawab-komando/

Statuta Roma; Mahkamah Pidana Internasional

/Terminologi /Statuta Roma; Mahkamah Pidana Internasional

Tanggal 17 Juli 1998, dalam konfrensi Diplomatik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menghasilkan satu langkah penting dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu disetujuinya Statuta Roma. Statuta Roma, sebuah perjanjian untuk membentuk Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) untuk mengadili tindak kejahatan kemanusiaan dan memutus rantai kekebalan hukum (impunity). Dari 148 negara peserta konferensi; 120 mendukung, 7 menentang dan 21 Abstain.

Ada empat jenis tindak pelanggaran serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu:

  1. Genocide (genosida)
  2. Crime Againts Humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan)
  3. War crimes (Kejahatan Perang)
  4. Aggression (kejahatan Agresi)

Dalam statuta ini juga menjelaskan beberapa hal tentang struktur mahkamah, jenis pelanggaran, penyelidikan dan penuntutan, persidangan dan hukuman serta beberapa hal penting lainnya. Beberapa mahkamah yang telah dibentuk untuk berbagai kasus pelanggaran berat HAM :

  1. International Criminal Tribunal for Yugoslavia (ICTY), dibentuk pada tahun 1993
  2. International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), dibentuk oleh Dewan Keamanan 1994.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/statuta-roma-mahkamah-pidana-internasional/

Special Rapporteur

/Terminologi /Special Rapporteur

Orang yang secara khusus telah dipilih berdasarkan keahliannya oleh badan HAM seperti Komisi HAM dan diberikan mandat spesifik untuk mempersiapkan laporan secara tematik (misalnya tema kekerasan terhadap perempuan) atau negara (situasi HAM secara umun di satu negara). Secara periodik, special rapportuer memberikan laporannya kepada badan yang mengutusnya. Laporan tersebut akan digunakan sebagai bahan pembahsan dan pembuatan kebijakan.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/special-rapporteur/ 

Sosialisme

/Terminologi /Sosialisme

Sistem ekonomi yang berusaha untuk menggantikan persaingan individual dalam sistem kapitalisme menjadi suatu bentuk kerjasama sosial, yang menempatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat keseluruhan di atas keuntungan golongan berpunya. Cara yang paling sering dipakai untuk mencapai sosialisme adalah menempatkan kendali kepemilikan alat-alat produksi kepada masyarakat sendiri.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/sosialisme/

Sekularisme

/Terminologi /Sekularisme

Pandangan bahwa masyarakat dan institusi sosial akan lebih baik jika ditangani dengan cara non agama atau non spiritual, melainkan bersandar pada komitmen antar anggota masyarakat dan institusi sosial itu sendiri.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/sekularisme/

Rezim

/Terminologi /Rezim

Rezim biasa digunakan untuk menyebutkan cara atau pola dari satu pemerintahan sebuah negara.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/rezim/

 

Restitusi

/Terminologi /Restitusi

Restitusi adalah keputusan peradilan yang mengharuskan pihak pelaku untuk sedapat mungkin menegakkan kembali situasi yang ada pada korban sebelum terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Restitusi mengharuskan untuk mengembalikan hak milik korban yang telah diambil paksa/dijarah atau dirusak oleh pelaku, pemulihan kebebasan, kewarganegaraan atau tempat tinggal, lapangan kerja dan atau pembayaran atas kerusakan, atau kerugian yang diderita korban, penggantian biaya-biaya yang timbul sebagai akibat jatuhnya korban atau penyediaan jasa oleh pelakunya sendiri. Penggantian ini harus sebanding dengan kondisi sebelum diambil atau dirusak.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/restitusi/

Rehabilitasi

/Terminologi /Rehabilitasi

Adalah kewajiban untuk menyediakan pelayanan hukum, psikologis, perawatan medis, dan pelayanan atau perawatan lainnya yang mencukupi, maupun tundakan untuk memulihkan martabat dan reputasi (nama baik) sang korban.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/rehabilitasi/

Reparasi

/Terminologi /Reparasi

Istilah ini sering digunakan merujuk pada pembayaran ganti rugi yang diberikan negara kepada korban pelanggaran HAM. Selain itu, bisa juga dalam bentuk lain seperti rehabilitasi, permintaan maaf publik dan restitusi hak milik yang sesuai dengan  kondisi awal sebelum terjadinya pelanggaran. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/reparasi/

Realisasi Progresif

/Terminologi /Realisasi Progresif

Sebuah prinsip terkait dengan “generasi kedua” hak asasi manusia (ekonomi, sosial dan budaya) dibawah Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang mensyaratkan adanya keberlanjutan, peningkatan dalam realisasi hak tersebut oleh negara secara nyata dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. Prinsip ini diambil dari Prinsip Limburg

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/realisasi-progresif/

Ratifikasi

/Terminologi /Ratifikasi

Kata ratifikasi biasanya digunakan untuk pengesahan awal yang dilakukan oleh sebuah negara yang termasuk dalam proses negosiasi dan adopsi perjanjian dari beberapa negara. Tetapi dalam konteks HAM, ratifikasi berarti sebuah proses dimana sebuah negera terikat secara legal oleh sebuah perjanjia/kesepakatan yang telah ditanda-tangani.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/ratifikasi/

Rasisme

/Terminologi /Rasisme

Sebuah kepercayaan yang melihat ras sebagai faktor yang mempengaruhi karakter dan kapasitas seseorang. Perbedaan rasial ini kemudian menghasilkan rasa superior atau lebih atas ras lainnya yang dianggap lebih rendah. Kepercayaan ini memnghasilkan tindakan intoleransi, diskriminasi dan permusuhan berdasarkan ras.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/rasisme/

Rapporteur

/Terminologi /Rapporteur

Berasal dari bahasa Perancis yang menunjukkan posisi dari seseorang yang diutus/ditunjuk oleh sebuah badan untuk membuat sebuah laporan resmi kegiatan sebuah forum. Rapportuer adalah orang yang melakukan pencatatan tertulis apa yang terjadi dan apa yang disampaikan dalam sebuah pertemuan atau forum. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/rapporteur/

Protokol Opsional

/Terminologi /Protokol Opsional

Sebuah instrumen perjanjian yang mengamandemen perjanjian sebelumnya dan memberikan negara pihak untuk terikat dengan syarat.Ini tidak diwajibkan kepada negara pihak, walaupun terikat pada perjanjian. Protokol opsional sebagai instrumen yang terkait dengan prosedur yang baru atau norma yang substantif. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/protokol-opsional/

Perbudakan

/Terminologi /Perbudakan

Status seseorang yang menjadi hak milik orang lainnya dan harus melakukan apapun yang diperintahkan oleh pemiliknya. Perbudakan adalah pelanggaran HAM dan kejahatan internasional.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/perbudakan/

 

Perang Sipil

/Terminologi /Perang Sipil

Sebuah konflik bersenjata antara pihak yang berlawanan, dimana tidak satu-pun pihak tersebut adalah negara atau antara negara dengan kelompok oposisi bersenjata dimana perang ini hanya berlangsung dalam wilayah satu negara. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/perang-sipil/

Perang

/Terminologi /Perang

Sebuah keputusan dari sebuah negara atau kondisi permusuhan bersenjata antara negara. Kondisi ini biasanya diiringi dengan dengan tindakan kekerasan bersenjata baik itu sebelum maupun dalam proses pemutusan kondisi perang. Perang merupakan status yang lega dan  tetap dapat terjadi tanpa terjadi permusuhan secara kekerasan (fisik). https://referensi.elsam.or.id/2014/09/perang/

Penduduk Sipil

/Terminologi /Penduduk Sipil

Penduduk dari sebuah wilayah atau negara yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata yang sedang berlangsung di negara/wilayah tersebut. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/penduduk-sipil/

Peradilan yang jujur dan terbuka

/Terminologi /Peradilan yang jujur dan terbuka

Hak substantif dan prosedural untuk proses pidana atau perdata yang sesuai dengan semua standar hak asasi manusia dalam proses seperti hak untuk menyediakan bukti dan saksi dan pengadilan yang imparsial dan independen sehingga hasil vonis dari pengadilan dapat sesuai dengan standar keadilan internasional. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/peradilan-yang-jujur-dan-terbuka/

Pengungsi Lintas Batas

/Terminologi /Pengungsi Lintas Batas

Seseorang yang karena rasa takut yang wajar akan dianiaya, berdasarkan ras, agama, kebangsaaan, pada suatu kelompok sosisal tertentu atau pandangan politik, berada diluar kebangsaannya, dan dan tak bisa atau, karena rasa takut itu tidak berkehendak berada dalan negeri tersebut. (Konvensi 1951, Status Pengungsi) https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pengungsi-lintas-batas/

Pengungsi Internal

/Terminologi /Pengungsi Internal

Orang-orang atau kelompok-kelompok orang yang dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat mereka dahulu biasa tinggal, terutama akibat dari, atau dalam rangka menghidar dari dampak konflik bersenjata, situasi rawan yang ditandai maraknya tindak kekerasan secara umum, pelanggaran HAM, bencana alam, atau bencana akibat ulah manusia, dan yang tidak melintasi perbatasan negara yang diakui secara internasional.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pengungsi-internal/

Penghilangan Paksa

/Terminologi /Penghilangan Paksa

Penahanan seseorang oleh atau dengan persetujuan pihak yang berwajib secara rahasia dan tidak dikomunikasikan serta menyangkal penahanan tersebut. Jika dilakukan oleh agen negara, maka tindakan ini dapat dikategorikan pelanggaran HAM. Tindakan ini biasanya dilakukan sebagai bentu represi penguasa terhadap oposisi atau pihak yang dianggap mengancam. Dalam statuta roma/ pengadilan kejahatan internasional, tindakan ini dikategorikan sebagai kejahatan internasional dalam kondisi tertentu. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/penghilangan-paksa/

Pencari Suaka

/Terminologi /Pencari Suaka

Seseorang yang melarikan diri dari negara asalnya atau tempat tinggal terakhir dan berusaha untuk masuk atau telah masuk ke negara lain untuk memperoleh perlindungan dari negara tersebut atau negara lain dikarenakan perlakuan telah atau akan menimpanya dengan alasan yang jelas. Pencari suaka biasanya mempunyai ketakutan akan terjadinya terhadap hak asasinya dan tidak berniat atau tidak mendapatkan perlindungan dari negaranya. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pencari-suaka/

Penangkapan

/Terminologi /Penangkapan

Suatu tindakan penahanan terhadap seseorang berdasarkan otoritas dari hukum atau tekanan dari pihak yang berwenang. Tindakan ini dapat dikatakan sah jika memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh masing-masing negara. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/penangkapan/

Penahanan Sewenang-wenang

/Terminologi /Penahanan Sewenang-wenang

Tindakan penahanan terhadap seseorang oleh aparat/otoritas negara tanpa persiapan atau dasar hukum yang jelas untuk melakukan penahanan tanpa melakukan tindakan yang legal atau prosedur yang di mana korban ditahan tanpa jangka waktu yang terbatas. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/penahanan-sewenang-wenang/

 

Pembela HAM

/Terminologi /Pembela HAM

Orang, sekelompok dan organisasi yang melakukan pencegahan atau pembelaan terhadap pelanggaran HAM dengan melakukan upaya pencarian fakta, pendampingan, advokasi legal dan kampaye serta  pemberian informasi tentang fakta atau potensi pelanggaran kepada publik maupun negara agar dapat ditindak lanjuti. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pembela-ham/

Patriarki

/Terminologi /Patriarki

Pola hubungan (kekeluargaan, sosial kemasyarakatan) di mana kekuasaan berada di tangan laki-laki, dan kekuasaan itu diserahkan kepada jalur keturunan yang laki-laki. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/patriarki/

 Negosiasi

/Terminologi /Negosiasi

sebuah proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak lain. Yang dimasud pihak di sini adalah kelompok atau organisasi.https://referensi.elsam.or.id/2014/09/negosiasi/

Negara

/Terminologi /Negara

Entitas abstrak yang terdiri dari institusi politik dan organisasi lainnya yang dibentuk guna menjalankan otoritas di dalam suatu wilayah yang telah ditentukan sebelumnya ( bisa termasuk administras publik, sekolah negeri dan lain-lain) https://referensi.elsam.or.id/2014/09/negara/

Mediasi

/Terminologi /Mediasi

suatu proses di mana para pihak bertikai dengan bantuan seseorang atau lebih, secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka https://referensi.elsam.or.id/2014/09/mediasi/

Matrilineal

/Terminologi /Matrilineal

Masyarakat dengan sistem pewarisan dari ibu dan bukannya bapak. Klan matrilinal ada sampai abad sembilan di Inggris. Berbagai suku bangsa di dunia memiliki budaya matrilineal https://referensi.elsam.or.id/2014/09/matrilineal/


Matriarkhi

/Terminologi /Matriarkhi

Suatu bentuk masyarakat dimana ibu adalah pemimpin dan bertindak sebagai garis keturunan perempuan. Secara ideologis matriakhi mengasumsikan bahwa kekuatan energi maternal dan cinta ibu merupakan kekuatan yang kohesif secara sosial. Evelyn Reed menyatakan bahwa matriakhi lebih dulu ada daripada patriarkhi. Dengan menggunakan karya Engel Origin of the Family (1884), Reed mendeskripsikan superioritas perempuan. Reed mengadopsi secara mendasar perspektif evolusionis yang mengasumsikan bahwa patriarkhi tidak hanya terjadi dalam perkembangan pertanian. Helen Diner, Merlyn Stone dan Elizabeth Fisher tidak menempatkan matriarkhi sebagai lawan dari patriarkhi namun sebagai sistem yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang sangat berbeda dari sistem yang didominasi oleh laki-laki. Matriarkhi adalah masyarakat di mana perempuan menentukan kondisi-kondisi keibuan dan lingkungan dari generasi erikutnya, pengasuhan anak menciptakan kepercayaan, semua hubungan didasarkan pada hubungan pengasuhan antara ibu dan anak. Para feminis telah menafsirkan ulang bukti-bukti arkeologis dan bukti lisan dalam mitos-mitos Yunani Kuno untuk membuktikan eksistensi dari matriarkhi. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/matriarkhi/

Kovenan

/Terminologi /Kovenan

Sebuah perjanjian mulitilateral yang mengikat pemerintahan suatu negara dengan hukum internasional untuk membuat satu aturan tentang satu hal/pemasalahan. Konvensi digunakan untuk perjanjian seperti Kovenan Hak Sipil dan Politik. Kovenan adalah perjanjian multilateral dan ditujukan untuk norma dan pelaksanaan HAM. Negara yang meratifikasi, menandatangani, atau menerima terikat secara hukum pada perjanjian ini https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kovenan/

 

Korban

/Terminologi /Korban

Seseorang atau kelompok yang mengalami pelanggaran yang dilakukan oleh negara terhadap norma hak asasi manusia. Meraka dapat menjadi korban secara langsung maupun tidak langsung https://referensi.elsam.or.id/2014/09/korban/

 Konvensi

/Terminologi /Konvensi

Sebuah perjanjian mulitilateral yang mengikat pemerintahan suatu negara dengan hukum internasional untuk membuat satu aturan tentang satu hal/pemasalahan. Konvensi digunakan untuk perjanjian secara spesifik seperti Konvensi Hak Anak. Secara kasar, konvensi mempunyai arti yang sama dengan perjanjian, kovenan, pakta atau kesepahaman yang kesemuanya merujuk pada instrumen hukum internasional https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi/

Kontrak Sosial

/Terminologi /Kontrak Sosial

Teori politik yang dipromosikan oleh Jhon Locke dan Rousseau yang menyatakan bahwa setiap manusia dilahirkan bebas, sejajar dan independen. Mereka dapat memilih masuk dalam kontreak sosial dengan yang lainnya dengan membuat sistem dan institus untuk mencapai kepentingan bersama. Teori ini merupakan basis filosofi pembentukan dan kekuasan pemerintah, pada akhirnya negara https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kontrak-sosial/


Konstitusi

/Terminologi /Konstitusi

Undang-undang dasar yang dibuat oleh satu negara atau organisasi. Konstitusi menjelaskan tentang alasan pendirian dari sebuah negera atau organisasi, tujuannya, badan konsituennya (legislatif, eksekutif, yudisial dan lain-lain) dan prinsip-prinsip dasar dari sebuah negara https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konstitusi/

Konflik Bersenjata

/Terminologi /Konflik Bersenjata

Kondisi permusuhan yang disertai dengan pertempuran militer antara dua negara atau lebih yang merupakan perang antara negara atau perang sipil yang mempunyai karakter bermusuhan antara negara dan pihak lawan (oposisi) atau dua pihak yang berseberangan. Konflik bersenjata ini dapat tergolong dalam kondisi Internasional, non-Internasional, Internal, campuran atau perang sipil https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konflik-bersenjata/

 Kolonialisme

/Terminologi /Kolonialisme

Sebuah kondisi dimana satu negara di kontrol oleh negara lain. Biasanya, jarak antara negara tersebut cukup jauh dan mempunyai perbedaan budaya yang cukup jelas. Pola negara yang melakukan kolonialisasi adalah menempatkan orang-orangnya dalam dunia politik dan ekonomi agar dapat mengontrol perkembangan negara koloninya https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kolonialisme/


Kejahatan terhadap Kemanusiaan

/Terminologi /Kejahatan terhadap Kemanusiaan

Sebuah termin yang digunakan untuk menjelaskan sekelompok kejahatan internasional. Komunitas internasional telah mengkriminalisasi tindakan seperti pembunuhan, pembantian, genosida, perbudakan, deportasi dan tindakan yang tidak berprikemanusiaan kepada masyarakat atau populasi sipil sebelum dan selama konflik bersenjata. Kejahatan ini telah dimasukkan ke dalam Statuta Roma sebagi kejahatan internasional yang menjadi jurisdiksi dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC, eng) https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kejahatan-terhadap-kemanusiaan/

Kejahatan Perang

/Terminologi /Kejahatan Perang

Tindakan-tindakan yang melawan atau melanggar hukum perang-Hukum Konflik Bersenjata- yang kemudian termasuk dalam hukum kebiasan internasional, dikenal dengan Humanitarian Law. Pelanggaran ini dapat dilakukan oleh individu, sipil atau militer dalam proses peperangan. Pertanggung jawabannya merupakan tanggung jawab individu dan tidak mengenal batas yurisdiksi. Saat ini, kejahatan perang merupakan salah satu kejahatan yang otomatis dalam yuridiksi dari Mahkamah Pidana Internasional https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kejahatan-perang/

Kejahatan Kebencian

/Terminologi /Kejahatan Kebencian

adalah kejahatan yang bersifat menyerang kelompok lain karena alasan ras, warna kulit, agama, kebangsaan, strata sosial, cacat, keturunan dan jender, berupa pernyataan lisan, ataupun penggunaan kekuatan yang dapat mengakibatkan penderitaan, intimidasi, panindasan atau kerusakan terhadap orang atau properti milik orang itu. Dalam konvensi Hak Sipil dan Politik Pasal 20 ayat 2, Propaganda Kebencian adalah suatu yang terlarang https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kejahatan-kebencian/

Impunitas

/Terminologi /Impunitas

Impunitas merupakan sebuah fakta yang secara sah memberikan pembebasan atau pengecualian dari tuntutan atau hukuman atau kerugian kepada seseorang yang telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Biasanya ini terjadi dari penolakan atau kegagalan sebuah pemerintah untuk mengambil atau melaksanakan tindakan hukum kepada pelaku. Impunitas dapat juga berupa pemberian pengampunan dari pejabat pemerintah. Tindakan seperti ini juga merupakan penghinaan dan tidak disetujui dalam hukum internasional hak asasi manusia https://referensi.elsam.or.id/2014/09/impunitas/

ICTY (International Criminal for the Former Yugoslavia)

/Terminologi /ICTY (International Criminal for the Former Yugoslavia)

Pengadilan Kejahatan Internasional Untuk eks Rezim Yoguslavia dibentuk pada tahun 1993 oleh Dewan Keamanan PBB. Pengadilan ini bertugas untuk mengusut atau memproses dan menghukum para tersangka yang diduga kuat ikut terlibat dan bertanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional dalam Perang Bosnia pada tahun 1991 – 1993. Pengadilan Ad hoc ini dibentuk berdasarkan resolusi 808 tahun 1993 dan berada dibawah kewenangan DK PBB https://referensi.elsam.or.id/2014/09/icty-international-criminal-for-the-former-yugoslavia/

ICTR (International Criminal Tribunal for Rwanda)

/Terminologi /ICTR (International Criminal Tribunal for Rwanda)

Pengadilan Kejahatan Internasional untuk Rwanda dibentuk pada tahun 1994 oleh Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Pengadilan ini bertujuan untuk mengusut/memproses dan menghukum beberapa tersangka yang diduga kuat telah terlibat melakukan Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada peristiwa Pembantaian Massal di Rwanda tahun 1993. Pengadilan ini dibentuk berdasarkan Resolusi 955 tahun 1994 dan berada dibawah kewenangan DK PBB https://referensi.elsam.or.id/2014/09/ictr-international-criminal-tribunal-for-rwanda/

 Hukuman Mati

/Terminologi /Hukuman Mati

Eksekusi mati terhadap mereka yang divonis hukuman mati setelah terbukti bersalah di persidangan. Eksekusi ini dilakukan dengan berbagai cara seperti; hukum gantung, kamar gas, kursi listrik, suntik mati, ditembak, dipenggal dan lain-lain. Saat ini, dunia internasional berusaha untuk menghapuskan sistem hukuman mati https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hukuman-mati/

Hak Ekonomi

/Terminologi /Hak Ekonomi

Sebuah kategori HAM yang bertujuan untuk menjamin setiap umat manusia mempunyai kemampuan untuk menyediakan dan menjaga standar hidup yang memadai secara konsisten dan bermartabat. Hak tersebut antara lain: hak atas pangan, pelayanan kesehatan, jaminan sosial, pekerjaan dan lain-lain. Hak ekonomi adalah hak progresif dan merupakan bagian dari bentuk “generasi kedua” dari HAM bersama hak asasi sosial dan budaya https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hak-ekonomi/

 

Hak Negatif

/Terminologi /Hak Negatif

Hak yang memberikan kebebasan untuk tidak melakukan atau dipaksakan oleh negara secara hukum apabila dia tidak mau melakukannya. Hak negatif memaksa negara untuk tidak melakukan paksaan atau membiarkan orang lainnya untuk memaksa individu untuk melakukan sesuatu. Secara sederhana dapat dipahami sebagai sebuah hak yang akan terpenuhi apabila peran negara yang terbatas https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hak-negatif/

Grasi

/Terminologi /Grasi

Praktis dikenal dalam seluiruh sistem hukum di seluruh dunia, diberikan oleh presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara, yang sebenarnya merupakan tindakan non- hukum yang didasarkan pada hak prerogatif seorang kepala negara. Grasi bersifat pengampunan berupa pengurangan pidana (stafverminderend) atau memperingan hukuman pidana bahkan juga penghapusan pelaksanaan pidana yang telah diputuskan lembaga hukum. Grasi bisa diajukan oleh terpidana kepada presiden, bukan melulu inisiatif dari presiden.

Dalam UUD Pasal 14 ayat 2 (yang telah diamandemen) dikatakan:

  1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan mempertimbangkan Mahkamah Agung.
  2. Presiden memberikan Amnesti dan abolisi dengan mempertimbangkan Dewan Perwakilan Rakyat. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/grasi/

Genosida

/Terminologi /Genosida

Suatu tindakan yang dilakukan secara sistematis dengan tujuan untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebahagian bangsa, etnis, ras atau kelompok kepercayaan, seperti :

  1. Pembunuhan terhadap anggota dari suatu kelompok
  2. Menyebabkan penderitaan yang serius baik secara fisik dan mental/psikis.
  3. menciptakan kondisi kehidupan suatu kelompok yang akan atau dapat mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/genosida/

Gender

/Terminologi /Gender

Relasi antara perempuan dan laki-laki berdasarkan peran sosial dan merupakan hasil konstruksi budaya. Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan anda laki-laki dan perempuan secara sosial, budaya dan politik. Yang jelas, bahwa konsep gender ini tidak mengacu pada perbedaan biologis dari perempuan dan laki-laki melainkan pada perbedaan psikologis, sosial dan budaya yang dikaitkan masyarakat antara laki-laki dan perempuan. https://referensi.elsam.or.id/2014/09/gender/

 Fundamentalisme

/Terminologi /Fundamentalisme

Pandangan bahwa ajaran dan prinsip agama telah ternoda atau dilencengkan di dalam masyarakat modern, dan cara hidup yang murni harus dibangun kembali dengan cara kembali ke dasar agama (dasar=fundamen) https://referensi.elsam.or.id/2014/09/fundamentalisme/


Feminisme

/Terminologi /Feminisme

Istilah untuk doktrin persamaan hak bagi perempuan dan ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan malalui persamaan sosial yang sederhana. Secara umum, feminisme adalah ideologi pembebasan perempuan karena dalam pendekatannya ia memiliki keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya https://referensi.elsam.or.id/2014/09/feminisme/

Etnis

/Terminologi /Etnis

Satu relasi dari kumpulan manusia yang diklasifikasikan menurut rasial, kebangsaan, keagamaan, bahasa atau asal kebudayaan. Definisi ini tidak diterima secara universal https://referensi.elsam.or.id/2014/09/etnis/

Domestikasi

/Terminologi /Domestikasi

Ideologi abad sembilan belas yang menempatkan lingkup pekerjaan rumah kepada perempuan sebagai tempat mereka yang alami dan tepat. Ahli sejarah feminis mendiskripsikan bagaimana perempuan domestik ideal harus beriman, jujur dan tunduk dan mencurahkan energinya untuk fungsi mengharmoniskan rumah tangga. Semakin lama, sebagaimana kemajuan diabad sembilan belas, gagasan ini menjadi mengenai apa sebenarnya dilakukan perempuan dan sebagai cara menstrukturkan ideologi maskulin mengenai kehidupan perempuan https://referensi.elsam.or.id/2014/09/domestikasi/

 

Doktrin

/Terminologi /Doktrin

Sebuah prinsip atau bagian dari sebuah asumsi  dalam bagian pengetahuan atau sistem kepercayaan; sebuah prinsip hukum yang dibangun berdasarkan pilihan masa lalu; sebuah program tindakan negara dalam berbagai wilayah relasi internasional tergantung pada tingkatannya https://referensi.elsam.or.id/2014/09/doktrin/

 Diskriminasi

/Terminologi /Diskriminasi

Diskriminasi – yang berasal dari kata Latin dis (=memilah atau memisah) + crimen (=diputusi berdasarkan suatu pertimbangan baik-buruk) – adalah sebuah istilah yang secara harafiah berarti ‘memilah untuk menegaskan perbedaan atas dasar suatu tolok nilai‘. UU No. 39/1998 tentang HAM menyebutkan pengertian diskriminasi adalah “setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya https://referensi.elsam.or.id/2014/09/diskriminasi/

Diktator

/Terminologi /Diktator

Satu pemerintahan yang dipimpin oleh satu orang, kelompok atau organisasi yang tidak terbuka, bertanggung-jawab kepada masyarakat atau para pemilihnya https://referensi.elsam.or.id/2014/09/diktator/

 

Deportasi

/Terminologi /Deportasi

Tindakan negara yang menolak dan mengirim seseorang warga asing kembali ke negaranya karena kedatangannya ilegal atau kehadirannya diduga dapat mengganggu  ketertiban umun atau keamanan nasional https://referensi.elsam.or.id/2014/09/deportasi/

Budaya

/Terminologi /Budaya

Secara umum, budaya didefinisikan sebagi kesatuan pola dari ilu pengetahuan, kepercayaan, dan tingkah laku yang bergantung pada kapasitas manusianya untuk belajar dan menyebarkan pengetahuan tersebut kepada generasi selanjutnya https://referensi.elsam.or.id/2014/09/budaya/

Arbitrase

/Terminologi /Arbitrase

Arbitrase adalah suatu proses penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa https://referensi.elsam.or.id/2014/09/arbitrase/

Apartheid

/Terminologi /Apartheid

Apartheid adalah sebuah sistem pemisahan berdasarkan ras, agama dan kepercayaan, diskriminasi etnis dan pemisahan kelas sosial, dimana kelompok mayoritas mendominasi kelompok minoritas. Karakteristik yang muncul adalah pemisahan secara fisik serta wilayah setiap ras, kemudian diskriminasi terhadap distribusi servis dan jasa publik. Apartheid memaksakan sebuah praktek yang mirip dengan perbudakan dalam berbagai bagian kehidupan berdasarkan karakteristik berbeda, seperti ras. Apartheid adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan merupakan kejahatan Internasional https://referensi.elsam.or.id/2014/09/apartheid/

Anti Semitisme

/Terminologi /Anti Semitisme

Istilah ini lebih sering digunakan untuk mengartikan sikap permusuhan, tidak toleransi, atau tindakan diskriminasi, atau pernyataan yang menyerang Yahudi sebagai ras atau kelompok kepercayaan. Namun, arti sebenarnya adalah sebuah tindakan atau pernyataan yang menyerang siapapun yang berasal dari semit, dimana termasuk Arab begitu juga dengan Yahudi https://referensi.elsam.or.id/2014/09/anti-semitisme/

Androsentrisme

/Terminologi /Androsentrisme

Keterpusatan pada laki-laki, yang merupakan rangkain nilai-nilai budaya dominan kita yang didasarkan pada norma laki-laki https://referensi.elsam.or.id/2014/09/androsentrisme/

 

 

Anarkisme

/Terminologi /Anarkisme

Kata ini berasal dari bahasa Yunani, anarchos terbagi dalam dua kata yaitu; a = tidak, tidak ada, tidak ingin, archos = kepala, pemerintah, pengatur, penanggung jawab. Jadi Anarchos bisa berarti tidak ada pemerintahan, tanpa pemerintahan.

Dalam konotasi positif, anarkisme merupakan ideologi sosial yang tidak mau menerima pemerintahan yang berkuasa secara otoriter. Anarkisme berpendapat bahwa individu-individu yang mengorganisasikan dirinya dengan caranya sendiri supaya memenuhi kebutuhan dan cita-citanya.

Dalam konotasi negatif, anarkisme merupakan keyakinan yang tidak mengakui sedikit pun hukum atau tatanan nilai, dan secara aktif terlibat dalam meningkatkan situasi chaos (kacau) dengan menghancurkan tatanan masyarakat https://referensi.elsam.or.id/2014/09/anarkisme/

Anak

/Terminologi /Anak

Pasal 1 Konvensi Hak Anak yang dideklarasikan PBB, mendefinisikan anak sebagai: “…setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal” https://referensi.elsam.or.id/2014/09/anak/

Amnesti

/Terminologi /Amnesti

Sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan yang berkuasa melalui keputusan eksekutif atau kebijakan parlemen dimana kebijakan tersebut memberikan pengampunan yang diberikan oleh negara terhadap orang/kelompok yang telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam konflik internal (dalam negeri) seperti revolusi atau pemberontakan. Dalam hasilnya adalah impunitas yang legal bagi sang pelaku https://referensi.elsam.or.id/2014/09/amnesti/

Aksesi

/Terminologi /Aksesi

Dalam konteks instrumen internasional HAM, aksesi adalah sebuah tindakan formal yang dilakukan oleh satu negara dalam tingkat internasional untuk menyatakan terikat atau menjadi pihak dalam satu penjanjian. Istilah aksesi ini tidak jauh berbeda dengan ratifikasi, persetujuan dan adhesi. Aksesi digunakan saat negara tersebut bukanlah bagian penandatangan dari perjanjian tersebut saat telah berlaku secara hokum https://referensi.elsam.or.id/2014/09/aksesi/

 Affirmative Action

/Terminologi /Affirmative Action

Tindakan yang diambil berkaitan dengan kebijakan, prinsip, peraturan administratif atau hukum oleh pemerintah untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi dalam dunia pendidikan, kerja, perempuan, beberapa ras, etnis, kepercayaan atau cacat dengan memberikan jaminan pilihan atau memberikan pertimbangan khusus terhadap individu/kelompok yang dimaksud untuk mnghilangkan/meminimalkan efek dari tindakan diskriminasi yang pernah terjadi https://referensi.elsam.or.id/2014/09/affirmative-action/

 Ad-Hoc

/Terminologi /Ad-Hoc

Secara umum, Ad-hoc berarti kegiatan yang mempunyai batasan pada tujuan atau dalam jangka waktu tertentu. Misalnya Kelompok Kerja Ad-hoc adalah sebuah badan yang dibentuk oleh sebuah organisasi/kelompok dengan tujuan menangani masalah yang spesifik https://referensi.elsam.or.id/2014/09/ad-hoc/

 

Adopsi

/Terminologi /Adopsi

Tindakan formal yang dilakukan oleh satu negara untuk menggambarkan tercapainya kesepakatan terhadap satu perjanjian, baik itu bentuk maupun isi dari perjanjian tersebut. Kesepakatan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam hukum nasional melalui proses yang sesuai dengan konstitusi https://referensi.elsam.or.id/2014/09/adopsi/

Abolisi

/Terminologi /Abolisi

Tindakan yang meniadakan atau menghapus bukan saja hal yang bertalian dengan pidana atau hukuman, tetapi juga yang menyangkut akibat- akibat hukum pidana yang ditiadakan seperti putusan hakim atau vonis. Abolisi berkaitan dengan semboyan romawi “Deletio, oblivio vel extinctio accusationis” yang berarti meniadakan, melupakan dan menghapuskan soal tuduhan, sehingga termasuk proses ante sententiam, pra keputusan pengadilan https://referensi.elsam.or.id/2014/09/abolisi/

Hak Ekosob: Penggunaan Perangkat-perangkat Internasional untuk Analisis Data

/Artikel /Hak Ekosob: Penggunaan Perangkat-perangkat Internasional untuk Analisis Data

  • 24/09/2014
  • Kitty Arambulo

Dr. Kitty Arambulo menulis sebuah artikel  berjudul Hak Ekosob: Penggunaan Perangkat-perangkat Internasional untuk Analisis Data. Artikel tersebut digunakan beliau sebagai  bahan Presentasi pada sebuah kegiatan yang diselenggarakan oleh Elsam. Pokok bahasan yang termuat dalam materi tersebut adalah Jenis-jenis analisis data, Kerangka kerja analisis dan Sarana internasional:

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hak-ekosob-penggunaan-perangkat-perangkat-internasional-untuk-analisis-data/

Hukum Acara Peradilan HAM

/Artikel /Hukum Acara Peradilan HAM

  • 24/09/2014
  • HM. Kabul Supriyadhie

HM. Kabul Supriyadhie dalam artikel berjudul Hukum Acara Peradilan HAM mengenalkan sistem Hukum beracara pada peradilan hak asasi manusia di Indonesia. Dalam materi ini beliau mencoba membahas mengenai Penyelidikan, Penyidikan, Penangkapan Dan Penahanan, serta Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hukum-acara-peradilan-ham/

Class Action Sebuah Pengantar

/Artikel /Class Action Sebuah Pengantar

  • 24/09/2014
  • Emerson Yuntho

Materi Class Action Sebuah Pengantar ini disampaikan oleh Emerson Yuntho, S.H. pada Kursus HAM untuk Pengacara XI yang dilaksanakan oleh Elsam pada tahun 2007. Pokok pembahasan dalam materi ini adalah Definisi Class Action, Unsur-Unsur Dan Persyaratan Class Action, Jenis-Jenis Class Action, Keuntungan Dan Kerugian Class Action, Class Action Dan Beberapa Gugatan Berdimensi Publik Lainnya, Perkembangan Class Action di beberapa Negara, Sejarah Class Action Di Indonesa, Class Action Dalam Aturan Hukum Di Indonesia, Praktek Di Indonesia, dan Prosedur Class Action.

 https://referensi.elsam.or.id/2014/09/class-action-sebuah-pengantar/

Strategi dan Teknik Beracara Dalam Peradilan Pidana

/Artikel /Strategi dan Teknik Beracara Dalam Peradilan Pidana

  • 24/09/2014
  • Luhut M.P. Pangaribuan

Dalam artikel yang ditulis oleh Dr.Luhut M.P. Pangaribuan,S.H.,LL.M. ini, beliau mengenalkan kepada kita berbagai pokok pembahasan seperti Pengertian Hukum Acara Pidana, Sistem Peradilan Pidana Perjalanan Orang Bebas Menjadi Terpidana, Sistem Peradilan Pidana: Proses Dilihat Dari Peristiwa Hukum, Konsep Dan Asas-Asas, Peradilan Ham, Proses Pendahuluan (Pra-Ajudikasi), Ajudikasi (Pengadilan): Judex Factie & Judex Jurist, Surat Resmi Advokat, Upaya Hukum Luar Biasa, Lembaga Pemasyarakatan. Beliau juga membahas bagaimana Teknik Beracara dalam peradilan Pidana. Dalam pembahasan tersebut, ia memberikan Pengertian Dan Ruang Lingkup beracara, Petemuan Awal Dan Persiapan Penanganan, Menemukan Substansi Kasus: Fakta-Fakta Dan Hukum, Legal Action, Pelaporan.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/strategi-dan-teknik-beracara-dalam-peradilan-pidana/

Judicial Review: Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi

/Artikel /Judicial Review: Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi

  • 24/09/2014
  • Tubagus Haryo Karbyanto

Judicial Review: Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi adalah bahan materi yang disampaikan oleh Tubagus Haryo Karbyanto, S.H. pada Kursus HAM untuk Pengacara XI yang dilaksanakan Elsam pada tahun 2007. Pokok pembahasan dalam materi ini adalah Pengertian Judicial Review, Perkembangan Judicial Review di Indonesia,  Obyek sengketa TUN dan obyek Judicial Review, Mekanisme beracara,Kasus-kasus Judicial Review.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/judicial-review-antara-trend-dan-keampuhan-bagi-strategi-advokasi/

Mekanisme Judicial Review

/Artikel /Mekanisme Judicial Review

  • 24/09/2014
  • Dian Rositawati

“Judicial Review” (hak uji materil) merupakan kewenangan lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum yang dihasilkan oleh ekesekutif legislatif maupun yudikatif di hadapan konstitusi yang berlaku. Pengujian oleh hakim terhadap produk cabang kekuasaan legislatif (legislative acts) dan cabang kekuasaan eksekutif (executive acts) adalah konsekensi dari dianutnya prinsip ‘checks and balances’ berdasarkan doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power). Karena itu kewenangan untuk melakukan ‘judicial review’ itu melekat pada fungsi hakim sebagai subjeknya, bukan pada pejabat lain. Jika pengujian tidak dilakukan oleh hakim, tetapi oleh lembaga parlemen, maka pengujian seperti itu tidak dapat disebut sebagai ‘judicial review’, melainkan ‘legislative review’.

Judicial Review di negara-negara penganut aliran hukum civil law biasanya bersifat tersentralisasi (centralized system). Negara penganut sistem ini biasanya memiliki kecenderungan untuk bersikap pasti terhadap doktrin supremasi hukum. Karena itu penganut sistem sentralisasi biasanya menolak untuk memberikan kewenangan ini kepada pengadilan biasa, karena hakim biasa dipandang sebagai pihak yang harus menegakkan hukum sebagaimana yang tercantum dalam suatu peraturan perundangan. Kewenangan ini kemudian dilakukan oleh suatu lembaga khusus yaitu seperti Mahkamah Konstitusi.

Mekanisme Judicial Review adalah bahan materi yang disampaikan oleh Dian Rositawati, S.H. pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007.  pokok pembahasan dalam materi ini adalah Mengenal Judicial Review, Perkembangan Judicial Review di Indonesia, Mekanisme Beracara dalam Judicial Review dan Praktek Judicial Review di Indonesia

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/mekanisme-judicial-review/

Hak Atas Informasi Kebebasan Pers dan Internet

/Artikel /Hak Atas Informasi Kebebasan Pers dan Internet

  • 24/09/2014
  • Yosep Adi Prasetyo

Materi presentasi Hak Atas Informasi, Kebebasan Pers dan Internet, yang menjelaskan hubungan antara  kebebasan pers, hak atas informasi serta kebebasan berinternet ini disampaikan oleh  Yosep Adi Prasetyo. Beliau juga menjelaskan mengenai instrumen-instrumen HAM yang melindungi kebebasan pers dan hubungannya dengan hak atas informasi dan kebebasan berinternet.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hak-atas-informasi-kebebasan-pers-dan-internet/

Amicus Brief untuk Delik Kesusilaan dan Kemerdekaan Pers dalam Perkara Majalah Playboy di Indonesia

/Artikel /Amicus Brief untuk Delik Kesusilaan dan Kemerdekaan Pers dalam Perkara Majalah Playboy di Indonesia

  • 24/09/2014
  • ELSAM

Materi ini adalah Amicus Brief (Komentar Tertulis) yang digunakan untuk bahan pertimbangan bagi Majelis Hakim Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung RI pada Kasus Erwin Arnada. Erwin Arnada terjerat kasus dalam perkara majalah Playboy di Indonesia. Amicus Brief ini diajukan oleh diajukan oleh Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/delik-kesusilaan-dan-kemerdekaan-pers-dalam-perkara-majalah-playboy-di-indonesia/

Prosedur Komplain Di Bawah Mekanisme Dan Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa

/Artikel /Prosedur Komplain Di Bawah Mekanisme Dan Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa

  • 23/09/2014
  • Patra M. Zein

Prosedur komunikasi dan komplain dalam mekanisme dan sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) digunakan sebagai aktivitas pencarian judicial remedies di level internasional, bagi para korban kejahatan hak asasi manusia (HAM). Tujuannya, antara lain : mendapatkan dorongan dan desakan komunitas di level global kepada Negara dalam pemenuhan hak asasi manusia (HAM). Walaupun aktivitas ini bersifat komplementer, penggunaan prosedur ini dalam skala tertentu dapat memicu perbaikan-perbaikan situasi di level domestik. Karena pengaruh tersebut, intensitas pembawaan dan kampanye persoalan-persoalan HAM ke PBB dilakukan ribuan orang setiap tahun melalui mekanisme yang ada. Tulisan ini akan memberikan gambaran prosedur-prosedur yang seringkali digunakan untuk meminta PBB berbuat sesuatu atas problem pemenuhan HAM yang terjadi.

Prosedur Komplain Di Bawah Mekanisme Dan Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sebuah artikel yang ditulis oleh Patra M. Zein, S.H., LL.M dan pernah disampaikan di Kursus HAM untuk Pengacara yang diselenggarakan Elsam pada Tahun 2007.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/prosedur-komplain-di-bawah-mekanisme-dan-sistem-perserikatan-bangsa-bangsa/

Peran Komnas Ham Dalam Pemajuan Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

/Artikel /Peran Komnas Ham Dalam Pemajuan Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

  • 23/09/2014
  • Sriyana

Artikel yang ditulis oleh Sriyana ini mengajak para pembaca untuk mengetahui Peran Komnas HAM Dalam Pemajuan Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/peran-komnas-ham-dalam-pemajuan-dan-perlindungan-hak-asasi-manusia-di-indonesia/

LEGAL STANDING (Hak Gugat Organisasi Lingkungan)

/Artikel /LEGAL STANDING (Hak Gugat Organisasi Lingkungan)

  • 23/09/2014
  • ELSAM

Standing Law adalah sebuah sebuah produk hukum yang memberi akses orang perorangan, kelompok/organisasi di pengadilan sebagai Pihak Penggugat. Adapun pengertian Standing kelompok masyarakat  yang  bertindak  untuk mewakili  kepentingan umum (publik) dan kepentingan  lingkungan.

Hak gugat organisasi lingkungan  merupakan  salah  satu  bagian  dari hukum standing (standing law) yang berkembang banyak dibelahan dunia

LEGAL STANDING (Hak Gugat Organisasi Lingkungan) ini adalah bahan materi yang disampaikan pada Kursus HAM untuk Pengacara yang di prakarsai oleh Elsam. Pokok pembahasan yang disampaikan dalam materi ini adalah : Gambaran Umum Legal Standing, Legal Standing di Indonesia, Prosudure Pengajuan dan beracara Legal Standing, Perbedaan antara Legal Standing, Class Action dan Citizen Lawsuit.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/legal-standing-hak-gugat-organisasi-lingkungan/

Praktik Kebebasan Berekspresi di Indonesia

/Artikel /Praktik Kebebasan Berekspresi di Indonesia

  • 23/09/2014
  • Wahyudi Djafar

Bahan Materi pembelajaran ini ditulis oleh Wahyudi Djafar. Dalam bahan materi ini beliau ingin memperlihatkan tentang Kondisi Terkini tentang kebebasan Berkespresi di Indonesia

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/praktik-kebebasan-berekspresi-di-indonesia/

Tentang “Pengadilan HAM” Internasional

/Artikel /Tentang “Pengadilan HAM” Internasional

  • 23/09/2014
  • Agung Yudha Wiranata

Statuta dan praktek pengadilan Tokyo, Nuremberg, ICTY, ICTR, dan Statuta Roma adalah sumber hukum internasional terpenting yang memberikan sumbangan definitif terhadap apa yang disebut sebagai “international crimes” saat ini.

Statuta Pengadilan Nuremberg dan Tokyo tahun 1945 lah yang pertama kali menguraikan kejahatan-kejahatan yang hingga saat ini dianggap sebagai tindak kejahatan internasional, yaitu kejahatan terhadap perdamaian (crimes against peace), kejahatan perang (war crimes), dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Selain itu, dalam pengadilan Nuremberg dan Tokyo inilah pertama kali dikenal konsep individual criminal responsibility.

Berawal dari preseden yang disumbangkan oleh kedua pengadilan internasional itulah, pada tanggal 21 November 1947, pasca perang dunia kedua, PBB membentuk Komisi Hukum Internasional (International Law Commission) melalui Resolusi Majelis Umum PBB no.174(II). Komisi ini bertugas untuk menyusun sebuah standar hukum internasional yang menjadi pegangan setiap negara anggota PBB. Pada sessi pertemuan yang ke 48, yang berlangsung bulan Mei sampai Juli 1996, Komisi Hukum Internasional ini berhasil menyepakati untuk mengadopsi serangkaian norma-norma atau prinsip-prinsip hukum internasional yang terangkum dalam 20 pasal “Draft Code of Crimes Against Peace and Security of Mankind”. Dalam draft kodifikasi tersebut dinyatakan bahwa yang termasuk di dalam tindak “kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia” adalah kejahatan agresi (pasal 16) –yang memberikan dasar bagi penjabaran lebih lanjut definisi command responsibility, kejahatan genosida (pasal 17), kejahatan terhadap kemanusiaan (pasal 18), kejahatan terhadap PBB dan personel-personelnya (pasal 19), serta kejahatan perang (pasal 20).

Pengadilan internasional berikutnya yang memberikan sumbangan sangat penting dalam proses pendefinisian tindak pidana yang termasuk “kejahatan internasional” adalah Pengadilan Pidana Internasional untuk Negara Bekas Yugoslavia (ICTY). Statuta ICTY memberikan sumbangan besar terhadap pengembangan konsep individual criminal responsibility dan command responsibility, dimana mereka yang dianggap bertanggung jawab pidana secara individu tidak hanya orang yang melakukan tapi juga yang memerintahkan melakukan tindak kejahatan ICTY pula yang memperkenalkan praktek penerapan command responsibility dalam pengadilan pidana.

Pengadilan internasional lainnya, yaitu Pengadilan Internasional untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda, ICTR) yang dibentuk melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB no. S/RES/955 tahun 1994, dalam statutanya menyatakan bahwa lingkup kewenangan pengadilan tersebut adalah mengadili mereka yang bertanggung tindak kejahatan internasional yang masuk dalam yurisdiksi ICTR ini adalah: genosida (pasal 2); kejahatan terhadap kemanusiaan (pasal 3); dan pelanggaran pasal 3 seluruh Konvensi-konvensi Geneva 1949 beserta Protokol tambahan II tahun 1977 (pasal 4).

Berikutnya pada tahun 1994, Draft Statute for an International Criminal Court, yang menjadi cikal bakal Statuta Roma, yang juga merupakan hasil kerja International Law Commission, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindak kejahatan internasional dan akan berada dalam yurisdiksi pengadilan pidana internasional adalah kejahatan Genosida, Kejahatan agresi, pelanggaran serius terhadap hukum dan kebiasaan yang berlaku saat pertikaian bersenjata, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan yang dilakukan berkaitan dengan perjanjian yang merupakan tindak kejahatan yang sangat serius yang bersifat internasional.

Ketika Statute for an International Criminal Court (Statuta Mahkamah Pidana Internasional) yang kemudian lebih dikenal sebagai Statuta Roma akhirnya disepakati dalam International Diplomatic Conference di Roma pada tanggal 17 Juli 1998 disebutkan tindak-tindak kejahatan internasional adalah “kejahatan paling serius yang menyangkut masyarakat internasional secara keseluruhan” yaitu: genocide, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.

Sumbangan penting lain dari Statuta Roma ini adalah pencantuman secara eksplisit bahwa kejahatan yang berupa serangan seksual sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Beberapa tindakan yang dapat dimasukkan dalam dua kategori ini adalah: perkosaan, perbudakan seksual, prostitusi yang dipaksakan, kehamilan yang dipaksakan, sterilisasi yang dipaksakan, atau bentuk lain dari kekerasan seksual yang memiliki bobot yang setara (equal gravity) (pasal 7 ayat 1.b)(pasal 8 ayat 2.b.xxii)(pasal 8 ayat 2.e.vi). Pencantuman secara detail dan eksplisit tindakan kejahatan seksual ini dalam yurisdiksi Mahkamah, merupakan sebuah penguatan yang kritis bahwa perkosaan dan bentuk serangan seksual lainnya dalam situasi tertentu merupakan tindak kejahatan paling serius yang menjadi perhatian internasional.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/tentang-pengadilan-ham-internasional/

Pengantar Konvensi Hak Anak

/Artikel /Pengantar Konvensi Hak Anak

  • 23/09/2014
  • Supriyadi W. Eddyono

Pengantar Konvensi Hak Anak adalah bahan materi yang disampaikan oleh Supriyadi W. Eddyono, S.H. pada Kursus HAM untuk Pengacara XI yang dilaksanakan oleh Elsam pada tahun 2007.  Pokok pembahasan dalam materi ini adalah latar belakang atau sejarah Konvensi Hak Anak, Isi Konvensi Hak Anak, Definisi Anak, Prinsip-Prinsip Umum, Lingkungan Keluarga dan Pengasuh Pengganti,Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar, Pendidikan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya, Langkah-Langkah Perlindungan Khusus, Pihak-Pihak Terkait dengan Konvensi Hak Anak, Langkah-Langkah Implementasi Umum dan Pelanggaran Hak Anak

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pengantar-konvensi-hak-anak/

Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia

/Instrumen HAM Regional /Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia

Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia diadopsi pada tahun 1969 dan mulai berlaku pada tahun 1978, Dalam konvensi ini banyak gagasan yang terkandung dalam Deklarasi Amerika tentang Hak dan Kewajiban Manusia. Konvensi ini mengikat hanya pada negara-negara yang telah menandatanganinya. Fokus utama  dari konvensi ini adalah hak sipil dan politik .

Konvensi ini  juga berisi “general klausul pembatasan” seperti yang terdapat pada deklarasi Amerika  yang menyatakan bahwa hak-hak setiap orang yang harus dibatasi oleh hak orang lain, demi keamanan semua, dan dengan hanya menuntut kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat demokratis.  Konvensi ini juga berisi alasan dibenarkan tambahan untuk membatasi hak-hak, termasuk: keamanan nasional, keselamatan publik, ketertiban umum, kesehatan atau moral umum, dan hak atau kebebasan orang lain. Selain itu, Pasal 27 memungkinkan suspensi dari beberapa hak selama keadaan darurat nasional. Dalam hal ini, pembatasan hak harus non-diskriminatif dan “sangat diperlukan oleh urgensi situasi.”

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-amerika-tentang-hak-asasi-manusia/

Hak Asasi Perempuan dan Konvensi CEDAW

/Artikel /Hak Asasi Perempuan dan Konvensi CEDAW

  • 23/09/2014
  • Sri Wiyanti Eddyono

CEDAW atau ICEDAW (International Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women) adalah sebuah Kesepakatan Hak Asasi Internasional yang secara khusus mengatur hak-hak perempuan . Konvensi ini mendefinisikan prinsip prinsip tentang hak hak manusia, norma-norma dan standar-standar kelakuan dan kewajiban dimana Negara-negara peserta konvensi sepakat untuk memenuhinya.

Konvensini ini juga bicara tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang memungkinkan setiap individu/kelompok yang tidak puas atas pelaksanaan CEDAW di negaranya dapat mengajukan langsung permasalahannya kepada pemerintah bahkan sampai PBB. Indonesia adalah salah satu negara yang ikut menandatanganinya.

Cedaw ditetapkan oleh sidang umum PBB tanggal 18 Desember 1979 dan berlaku pada 3 September 1981. Pada bulan Juni 2007 tercatat 185 negara telah menandatangani konvensi ini.

Hak Asasi Perempuan dan Konvensi CEDAW adalah bahan materi yang disampaikan oleh Sri Wiyanti Eddyono, S.H. pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007.  pokok pembahasan dalam materi ini adalah Hak Asasi Perempuan sebagai Hak Asasi Manusia, Sejarah Lahirnya CEDAW, Isi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Upaya-Upaya Pengefektifan CEDAW, Konvensi Penghapusan Dan Gerakan Perempuan Di Tingkat Internasional, dan Pelaksanaan Konvensi Perempuan Di Indonesia.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hak-asasi-perempuan-dan-konvensi-cedaw/

 

Gambaran Penyelidikan di Komnas HAM

/Artikel /Gambaran Penyelidikan di Komnas HAM

  • 22/09/2014
  • Fajrimei A. Gofar

Gambaran Penyelidikan di Komnas HAM adalah bahan materi yang disampaikan oleh Fajrimei A. Gofar pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanakan oleh Elsam pada tahun 2007.  Pokok pembahasan dalam materi ini adalah Penyelidikan Perkara Pelanggaran HAM Berat dan Pemeriksaan Permulaan Perkara Pelanggaran HAM yang Berat Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/gambaran-penyelidikan-di-komnas-ham/

Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional

/Artikel /Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional

  • 22/09/2014
  • Ifdhal Kasim

Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional  adalah sebuah bahan materi presentasi yang dibuat oleh Ifdhal Kasim. Dalam bahan presentasi ini beliau menyampaikan 15 pokok pembahasan, yakni: Pengertian dasar HAM Internasional, Apa itu hak?, Apa yang diklaim, Landasan teoritik hak, Bantahan terhadap teori kodrati, jawaban atas kritik, Kelahiran hukum ham internsional, Sumber hukum ham , Subyek dan Haknya, Apa kewajiban negara, Pengawasan dan penegakannya, Hukum Ham Internasional dan Hukum Ham Nasioanal, Ratifikasi Instrumen HAM, Jaminan Ham dalam konstitusi, Pembatasan dan pengurangan Hak.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hukum-hak-asasi-manusia-ham-internasional/

Deklarasi Amerika tentang Hak dan Tanggung jawab Manusia (1948)

/Instrumen HAM Regional /Deklarasi Amerika tentang Hak dan Tanggung jawab Manusia (1948)

Deklarasi Amerika tentang Hak dan Kewajiban Manusia ditandatangani pada April 1948. Deklarasi ini diadopsi oleh Konferensi Internasional Kesembilan Negara-negara Amerika di Bogotá, Kolombia. Semua anggota OAS terikat dengan kesepakatan ini, namun sejak di deklarasikan, negara-negara yang belum bergabung dengan Konvensi Amerika telah menerapkan aturan ini

Deklarasi Amerika tercantum beberapa hal mengenai Hak Asasi Manusia. Pada Pasal 1 sampai dengan 28 mencakup hak-hak sipil dan politik, ekonomi, dan sosial dan budaya, seperti properti, budaya, pekerjaan, waktu luang, dan jaminan sosial.

Pada bab kedua  dalam Pasal 29 sampai 38 membahas kewajiban kepada masyarakat, terhadap anak-anak dan orang tua, untuk menerima instruksi, untuk memilih, untuk mematuhi hukum, untuk melayani masyarakat dan bangsa. Selain itu dalam klausul umum  pembatasan menyatakan bahwa hak-hak setiap orang yang harus dibatasi oleh hak orang lain. 

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/deklarasi-amerika-tentang-hak-dan-tanggung-jawab-manusia-1948/

Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi dan Kebebasan Fundamental Manusia (1950)

/Instrumen HAM Regional /Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi dan Kebebasan Fundamental Manusia (1950)

Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (atau biasanya disingkat “European Convention on Human Rights” dan “ECHR”), diadopsi di bawah naungan Dewan Eropa pada1950 untuk melindungi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Semua anggota Dewan Eropa yang menyatakan pihak untuk Konvensi dan anggota baru diharapkan untuk meratifikasi konvensi yang pada kesempatan paling awal.

Konvensi memiliki beberapa protokol. Misalnya, Protokol 6 melarang hukuman mati kecuali dalam waktu perang.

Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi dan Kebebasan Fundamental Manusia (1950). Konvensi ini ditandatangani di Roma Italy pada 14 November 1950 dan berlaku pada 3 September 1958.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-eropa-untuk-perlindungan-hak-asasi-dan-kebebasan-fundamental-manusia-1950/

Mekanisme Domestik Untuk Mengadili Pelanggaran HAM Berat Melalui Sistem Pengadilan Atas Dasar UU No. 26 Tahun 2000

/Artikel /Mekanisme Domestik Untuk Mengadili Pelanggaran HAM Berat Melalui Sistem Pengadilan Atas Dasar UU No. 26 Tahun 2000

  • 22/09/2014
  • Ifdhal Kasim

Setiap negara memiliki kedaulatan di dalam wilayahnya dan berhak menentukan suatu sistem hukum nasional yang menentukan berlakunya hukum nasional atas dasar jurisdiksi substansi (ratione materiae), jurisdiksi temporal (ratione temporis), ratione territorial (ratione loci) dan jurisdiksi personal (ratione personae). Namun demikian terdapat perkembangan yang menarik berkaitan dengan proses pengadilan terhadap pelanggaran HAM berat (gross/serious violation of human rights) yang dianggap kejahatan yang sangat berat yang melanggar kepentingan yang dilindungi hukum internasional (delicta juris gentium) dan merupakan musuh semua umat manusia (hostis humani generis) serta merupakan kepentingan, tugas dan kewajiban seluruh negara untuk menegakkan hukum (responsibility to all state/erga omnes). Pelanggaran HAM berat telah mencederai nurani warga seluruh negara di dunia.

Atas dasar pemikiran di atas, proses pengadilan terhadap pelanggaran HAM berat seperti kejahatan perang (war crimes), genosida (genocide) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dalam sejarah mengalami perkembangan yang sangat bervariasi. Di samping pengadilan nasional (misalnya Indonesia atas dasar UU No. 26 Tahun 2000), berkembang pula pengadilan supranasional ( mis. IMT Nuremberg, IMTFE di Tokyo, ICTR, ICTY dan ICC) dan perpaduan antara pengadilan nasional dan internasional (Hybrid Model) seperti yang berkembang di Sierra Leonne, Kamboja dan Timor Timur.

Perkembangan lain yang menarik adalah praktek penerapan jurisdiksi universal (universal jurisdiction) oleh negara-negara tertentu di mana nasionalitas terdakwa atau para korban, atau tempat di mana kejahatan dilakukan tidak menentukan di mana dan kapan suatu peradilan dapat dilakukan., sehingga pengadilan setiap negara dapat mengadilinya.

Mekanisme Domestik Untuk Mengadili Pelanggaran Ham Berat Melalui Sistem Pengadilan Atas Dasar UU No. 26 Tahun 2000 adalah bahan materi yang disampaikan oleh Prof. Dr. Muladi, S.H. pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007.  pokok pembahasan dalam materi ini adalah Pengadilan Nasional Sebagai ‘ The Forum of First Resort ‘, Asas-asas Umum Sebagai Landasan Jurisdiksi, Pelbagai Variasi yang Terjadi, Relevansinya dengan Hukum Nasional, Pengalaman Beberapa Negara dan Proses Penuntutan oleh Pengadilan Nasional Negara Lain.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/mekanisme-domestik-untuk-mengadili-pelanggaran-ham-berat-melalui-sistem-pengadilan-atas-dasar-uu-no-26-tahun-2000/

Mahkamah Pidana Internasional, Keadilan Bagi Generasi Mendatang

/Artikel /Mahkamah Pidana Internasional, Keadilan Bagi Generasi Mendatang

  • 22/09/2014
  • Jerry Flower

Pada malam tanggal 17 Juli 1998, sebuah statuta untuk membentuk Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) akhirnya mencapai tahap penentuan di hadapan Konferensi Diplomatik PBB di Roma, yang telah berlangsung sejak 15 Juni 1998. Dengan hasil penghitungan suara dimana 120 diantaranya mendukung, 7 menentang, dan 21 abstain, para peserta menyetujui statuta yang akan membentuk sebuah pengadilan bagi tindak kejahatan paling serius yang menjadi perhatian internasional : genocide (pemusnahan etnis/suku bangsa), crime against humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan), dan war crime (kejahatan perang). Sesuatu yang bersejarah baru saja hadir.

Namun, bagi para aktivis hak asasi manusia di Amerika Serikat, kegembiraan yang hadir karena satu langkah maju bagi upaya meniadakan impunity ini, sedikit ternoda karena negara mereka — bersama-sama dengan China dan Irak — justru menentang disahkannya Statuta itu.

Statuta ini belum bisa diberlakukan sebelum 60 negara meratifikasinya, sebuah proses yang bisa memakan waktu bertahun-tahun. Bahkan, setelah mahkamah ini terbentuk, beberapa hambatan-hambatan yurisdiksional akan membatasi efektivitasnya pada tahun-tahun awal. Walaupun demikian, Mahkamah ini paling tidak memberikan harapan untuk memutus rantai impunity bagi tindak kekejaman terhadap hak asasi manusia dan meningkatkan daya cegah terhadap kejahatan yang menakutkan itu. Menjelang akhir abad yang menjadi saksi terjadinya holocaust, ditambah dengan bayangan pembersihan etnis di Bosnia dan Rwanda yang masih segar dalam ingatan, arti penting harapan ini bagi nilai-nilai kemanusiaan sangatlah

Mahkamah Pidana Internasional_Keadilan Bagi Generasi Mendatang adalah bahan materi yang disampaikan oleh Jerry Flower. pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007.  pokok pembahasan dalam materi ini adalah Struktur Mahkamah, Kejahatan yang Dapat Ditangani oleh Mahkamah, Yurisdiksi Mahkamah

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/mahkamah-pidana-internasional_keadilan-bagi-generasi-mendatang/

Tinjauan Umum Hukum Hak Asasi Manusia

/Artikel /Tinjauan Umum Hukum Hak Asasi Manusia

  • 22/09/2014
  • Richard Bilder

Gerakan hak asasi manusia internasional didasarkan pada konsep bahwa setiap negara mempunyai kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia warga negaranya, dan bahwa negara-negara lain dan masyarakat internasional mempunyai hak dan tanggung jawab untuk memprotes kalau kewajiban ini tidak dilaksanakan sesuai dengan harapan semula. Hukum hak asasi manusia internasional terdiri dari kumpulan aturan, prosedur, dan lembaga-lembaga internasional yang dikembangkan untuk melaksanakan konsep ini dan memajukan penghormatan terhadap hak asasi manusia di semua negara di seluruh dunia.

Sekalipun hak asasi manusia internasional memusatkan perhatian pada aturan, prosedur, dan lembaga, hukum itu secara khas juga mewajibkan sekurang-kurangnya sedikit pengetahuan dan kepekaan terhadap hukum dalam negeri yang terkait dari negara-negara dimana praktisi hukum mempunyai kepentingan – khususnya, hukum nasional mengenai pelaksanaan perjanjian dan kewajiban internasional lain, perilaku hubungan internasional dan perlindungan yang diberikan oleh hukum domestik kepada hak asasi manusia. Memang, karena hukum internasional pada umumnya hanya bisa diterapkan pada negara-negara dan biasanya tidak menciptakan hak-hak yang dapat diberlakukan secara langsung oleh para pribadi dalam pengadilan nasional, hukum hak asasi manusia internasional dalam praktek dapat dibuat efektif hanya kalau setiap negara membuat aturan-aturan ini menjadi bagian dari sistem hukum domestiknya sendiri. Banyak kegiatan hak asasi manusia internasional ditujukan untuk mendorong negara-negara agar memasukkan standar hak asasi manusia internasional ke dalam susunan hukum internalnya sendiri dengan cara ini. Jadi, pekerjaan para pengacara hak asasi manusia internasional dan para pengacara hak asasi manusia nasional (atau “hak-hak sipil”) berkaitan erat dan seringkali saling tumpang tindih. Pengacara hak asasi manusia internasional seringkali menjadi terlibat dalam hukum dan masalah hak asasi manusia domestik, dan para pengacara hak-hak sipil seringkali mendapati bahwa hukum hak asasi manusia internasional dapat merupakan suatu alat penting guna memajukan tujuan-tujuan domestik. Suatu tujuan utama dalam ajaran hukum hak asasi manusia internasional adalah untuk membuat praktisi hukum hak-hak sipil lebih menyadari mengenai relevansi hak asasi manusia internasional. Dalam praktek, perbedaan antara hak asasi manusia internasional dan hak sipil nasional seringkali terletak pada penekanan ketimbang substansinya. Perhatian terhadap hak asasi manusia jarang yang dimulai atau berakhir pada satu perbatasan negara saja, dan tindakan efektif untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dapat dilanjutkan dengan penggunaan imajinatif dari teknik-teknik nasional maupun internasional.

Tidaklah perlu menjadi seorang ahli dalam hukum hak asasi manusia internasional agar dapat memberikan sumbangan penting terhadap kemajuan hak asasi manusia. Tetapi, suatu pengetahuan mengenai kumpulan hukum ini dapat menyarankan cara-cara dimana usaha semacam itu dapat dilakukan secara lebih berdaya guna. Tujuan dari bab pendahuluan ini adalah untuk menyajikan suatu pandangan umum yang luas di bidang ini.

Tinjauan Umum Hukum Hak Asasi Manusia adalah bahan materi yang disampaikan oleh Richard Bilder pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007.  pokok pembahasan dalam materi ini adalah Catatan Sejarah Singkat Ham, Isi dari Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, Siapa saja yang terikat pada Hukum Hak Asasi Manusia Internasional,  Bagaimana kewajiban-kewajiban  Hak Asasi Manusia Internasional dapat diberlakukan, Persoalan dan Prospek Hukum Hak Asasi Manusia Internasional.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/tinjauan-umum-hukum-hak-asasi-manusia/

Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia

/Artikel /Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia

  • 22/09/2014
  • Wahyu Wagiman

Hukum perang atau yang sering disebut dengan Hukum Humaniter Internasional, atau hukum sengketa bersenjata memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia, atau sama tuanya dengan perang itu sendiri. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa adalah suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis, umat manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian. Naluri untuk mempertahankan diri kemudian membawa keinsyarafan bahwa cara berperang yang tidak mengenal batas itu sangat merugikan umat manusia, sehingga kemudian mulailah orang mengadakan pembatasan-pembatasan, menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur perang antara bangsa-bangsa. Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja juga mengatakan bahwa tidaklah mengherankan apabila perkembangan hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang berdiri sendiri dimulai dengan tulisan-tulisan mengenai hukum perang.

Dalam sejarahnya hukum humaniter internasional dapat ditemukan dalam aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia. Perkembangan modern dari hukum humaniter baru dimulai pada abad ke-19. Sejak itu, negara-negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis, yang berdasarkan pengalaman-pengalaman pahit atas peperangan modern. Hukum humaniter itu mewakili suatu keseimbangan antara kebutuhan kemanusiaan dan kebutuhan militer dari negara-negara. Seiring dengan berkembangnya komunitas internasional, sejumlah negara di seluruh dunia telah memberikan sumbangan atas perkembangan hukum humaniter internasional. Dewasa ini, hukum humaniter internasional diakui sebagai suatu sistem hukum yang benar-benar universal.

Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat dalam aturan tingkah laku, moral dan agama. Hukum untuk perlindungan bagi kelompok orang tertentu selama sengketa bersenjata dapat ditelusuri kembali melalui sejarah di hampir semua negara atau peradaban di dunia. Dalam peradaban bangsa Romawi dikenal konsep perang yang adil (just war). Kelompok orang tertentu itu meliputi penduduk sipil, anak-anak, perempuan, kombatan yang meletakkan senjata dan tawanan perang.

Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia adalah bahan materi yang disampaikan oleh Wahyu Wagiman, SH  pada Kursus HAM untuk Pengacara XI yang dilaksanakan oleh Elsam pada tahun 2007.  Pokok pembahasan dalam materi ini adalah Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter, Pengertian Hukum Humaniter, Tujuan Hukum Humaniter, Hubungan Hukum Humaniter dengan Hak Asasi Manusia, Asas-asas dan Prinsip-prinsip Hukum Humaniter, Perkembangan Hukum Humaniter, Penegakan Hukum Humaniter .

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hukum-humaniter-dan-hak-asasi-manusia/

 

Konvensi Anti Penyiksaan

/Artikel /Konvensi Anti Penyiksaan

  • 22/09/2014
  • Agung Yudha Wiranata

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dalam Resolusinya No. 39/46 tanggal 10 Desember 1984 dan mulai diberlakukan tanggal 26 Juni 1987. Sampai dengan Juni 1992, Konvensi tersebut telah diratifikasi untuk disetujui oleh 58 negara. Indonesia, juga telah meratifikasi konvensi tersebut pada tanggal 28 September 1998 melalui UU No. 5 tahun 1998 dan karenanya menjadi Negara Pihak (negara yang ikut dalam ketentuan) Konvensi.

Uraian sejarah dari Konvensi ini tak bisa dilepaskan dari diumumkannya Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa tahun 1948, sebagai bagian dari usaha untuk makin menghargai hak asasi dan martabat kemanusiaan. Menyusul dari deklarasi itu, Majelis Umum PBB menugaskan Komisi Hak Asasi Manusia (Komisi HAM) PBB untuk melengkapi DUHAM dengan perjanjian internasional yang lebih mengingkat (kovenan) dan perangkat untuk memenuhinya (protokol fakultatif).

Pada tahun 1952, Majelis Umum memutuskan agar Komisi HAM PBB menyusun dua kovenan secara terpisah, yaitu Kovenan Hak Sipil dan Politik (yang mengacu pada Pasal 1-21 dari DUHAM), dan satu lagi adalah Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (mengacu pada Pasal 22-28 DUHAM). Lewat berbagai perjuangan dari forum ke forum, baru pada tahun 1966 akhirnya Kovenan Sipil dan Politik ini ditetapkan oleh Majelis Umum PBB.

Dalam Kovenan Hak Sipil dan Politik inilah, maka hal tentang manusia bebas dari penyiksaan diatur di dalamnya. Pasal 7 dalam Kovenan ini mengatur dengan sangat jelas konsern tentang perlindungan manusia dari ancaman penyiksaan yang dilakukan pihak lain : “Tidak seorangpun boleh dikenai penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabatnya, khususnya tidak seorangpun, tanpa persetujuannya secara sukarela dapat dijadikan eksperimen medis atau ilmiah.”

Pasal inilah yang kemudian diperluas nantinya menjadi Konvensi khusus yang mengatur masalah anti penyiksaan. Jadi perhatian terhadap masalah anti penyiksaan adalah kelanjutan dari masalah dasar dalam hak-hak asasi manusia. Sejak 10 Desember 1984, isu tentang anti penyiksaan menjadi bagian dari isu Hak Asasi Manusia yang telah diatur dengan sangat spesifik dan mekanisme kontrol terhadap negara pihak di dalamnya.

Konvensi Anti Penyiksaan adalah bahan materi yang disampaikan oleh Agung Yudha Wiranata, S.H., LL.M  pada Kursus HAM untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007.  Pokok pembahasan dalam materi ini adalah Sejarah Munculnya Konvensi, Mekanisme Perlindungan Menurut Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT), dan Penerapan Konvensi Menentang Penyiksaan Di Indonesia.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-anti-penyiksaan/

Pokok-Pokok Hukum Asasi Manusia Internasional

/Artikel /Pokok-Pokok Hukum Asasi Manusia Internasional

  • 22/09/2014
  • Rudi M. Rizki

Pokok-Pokok Hukum Asasi Manusia Internasional adalah bahan materi yang disampaikan oleh Rudi. M Rizki, SH, LLM  pada Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XI yang dilaksanakan oleh Elsam pada tahun 2007.  Pokok pembahasan dalam materi ini adalah Hukum Asasi Manusia Internasional Masa Sebelum Perang Dunia ke-II, HAM dan Hukum Internasional Tradisional, Intervensi Humaniter, Perjanjian Internasional tentang HAM Sebelum Perang Dunia ke-II, Liga Bangsa-Bangsa (LBB), Sistem Mandat LBB, Standar Perburuhan Internasional, Sistem Minoritas, Pertanggungjawaban Negara atas Kerugian Orang Asing, Hukum Humaniter, Hukum HAM Tradisional dan Modern.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pokok-pokok-hukum-asasi-manusia-internasional/

Hak Asasi Manusia : Konsep Dasar dan Perkembangan Pengertiannya dari Masa ke Masa

/Artikel /Hak Asasi Manusia : Konsep Dasar dan Perkembangan Pengertiannya dari Masa ke Masa

  • 22/09/2014
  • Soetandyo Wignjosoebroto

Hak Asasi Manusia : Konsep Dasar dan Perkembangan Pengertiannya dari Masa ke Masa adalah bahan materi yang disampaikan oleh Prof. Soetandyo Wignjosoebroto pada Kursus HAM untuk Pengacara XI yang dilaksanakan oleh Elsam pada tahun 2007.  Materi ini mengenalkan kita pada isu hak asasi manusia baik dalam aspek historis maupun Sosiologis

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hak-asasi-manusia-konsep-dasar-dan-perkembangan-pengertiannya-dari-masa-ke-masa/

 

Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk

/Instrumen HAM Regional /Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penduduk

Piagam Organisasi Persatuan Afrika adalah sebuah kesepakatan yang menyatakan bahwa kebebasan, persamaan hak, keadilan dan kehormatan adalah merupakan tujuan-tujuan esensial bagi tercapainya aspirasi yang sah bangsa-bangsa Afrika. Secara garis besar, piagam ini menyatakan untuk menghapuskan semua bentuk penjajahan dari Afrika, mengkoordinir dan mengintensifkan kerja sama dan semua usaha mereka untuk mencapai kehidupan  yang lebih baik bagi bangsa-bangsa Afrika dan meningkatkan dengan semestinya Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Piagam ini disepakati di Nairobi, Kenya,  1982 dan kemudian berlaku pada 21 Oktober 1986.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/piagam-afrika-tentang-hak-asasi-manusia-dan-hak-penduduk/

Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia : Regulasi, Penerapan dan Perkembangannya

/Artikel /Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia : Regulasi, Penerapan dan Perkembangannya

  • 22/09/2014
  • Zainal Abidin

Dalam artikelnya, Zainal Abidin memaparkan mengenai gambaran Pengadilan HAM yang dibentuk di Indonesia, serta regulasi yang memayungi pembentukan Pengadilan HAM tersebut.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pengadilan-hak-asasi-manusia-di-indonesia-regulasi-penerapan-dan-perkembangannya/

Peradilan yang Adil dan Imparsial

/Artikel /Peradilan yang Adil dan Imparsial

  • 22/09/2014
  • Ifdhal Kasim

Peradilan yang Adil dan Imparsial  adalah sebuah bahan materi presentasi yang disampaikan oleh Ifdhal Kasim dalam Pelatihan Monitoring Peradilan KBB tahun 2013 di Jakarta. Dalam bahan presentasi ini beliau menyampaikan 5 pokok pembahasan, yakni:

Landasan Normatif Peradilan, Pra Sidang, Sidang, Paska Sidang serta Hak atas grasi dan amnesti.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/peradilan-yang-adil-dan-imparsial/

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai salah satu Agenda Hak Asasi Manusia di Aceh

/Artikel /Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai salah satu Agenda Hak Asasi Manusia di Aceh

  • 22/09/2014
  • ELSAM

Dalam Kertas kerja yang dibuat pada tahun 2013 ini, Elsam menyampaikan beberapa rekomendasi terkait penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua. Penyelesaian ini sesuai dengan nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 15 Agustus 2005 lalu

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komisi-kebenaran-dan-rekonsiliasi-kkr-sebagai-salah-satu-agenda-hak-asasi-manusia-di-aceh/

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

/Artikel /Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

  • 22/09/2014
  • Hasril Hertanto

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia  adalah sebuah bahan materi presentasi yang disampaikan oleh Hasril Hertanto, SH. MH dalam Pelatihan Monitoring Peradilan KBB tahun 2013 di Jakarta. Dalam bahan presentasi ini beliau menyampaikan 20 pokok pembahasan, yakni:

Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, Hukum Acara PTUN, PTUN,Peradilan Umum, Hukum Acara Pidana, Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, Pra Peradilan, Pemeriksaan Persidangan, Pembuktian, Upaya Hukum, Pelaksanaan Putusan Pengadilan/Eksekusi, Hukum Acara Perdata, Proses Persidangan

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/mengenal-sistem-peradilan-di-indonesia/

Relasi HAM dalam Administration of Justice

/Artikel /Relasi HAM dalam Administration of Justice

  • 22/09/2014
  • Abdul Haris Semendawai

Relasi HAM dalam Administration of Justice  adalah sebuah bahan materi presentasi yang disampaikan oleh Abdul Haris Semendawai, SH, LLM dalam Kursus HAM untuk Pengacara angkatan ke XIV  tanggal 28 Oktober 2010. Dalam bahan presentasi ini beliau menyampaikan 7 bahan pembahasan, yakni:

1.Apa itu the Administration of Justice?

2. Apa pentingnya bagi Penegakan HAM?

3. The Administration of Justice seperti apa yang dapat mendukung penghormatan thp HAM dan mampu mendeliver keadilan?

4. Apakah ada Prinsip‐prinsip dan Standar yang mendukung the administration of Justice?

5. Apa isinya?

6. Apakah ada Prinsip dan Standar khusus untuk proses Peradilan Pidana?

7. Apakah ada Prinsip dan Standar khusus proses Peradilan Perdata?

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/relasi-ham-dalam-administration-of-justice/

Hak Atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Dalam Perspektif HAM : Teori Dan Praktek

/Artikel /Hak Atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Dalam Perspektif HAM : Teori Dan Praktek

  • 22/09/2014
  • Uli Parulian Sihombing

Dalam tulisan ini Uli Parulian Sihombing membahas tentang teori Hak Atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Dalam perspektif HAM serta kenyataan dalam prakteknya di Indonesia. Uli memaparkan materi ini pada Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII pada tahun 2013

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hak-atas-kebebasan-beragamaberkeyakinan-di-dalam-perspektif-ham-teori-dan-praktek/

Konvensi Menentang Penyiksaan-CAT

/Artikel /Konvensi Menentang Penyiksaan-CAT

  • 19/09/2014
  • Philip Alston

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat membahas satu hak tunggal yang tercantum dalam DUHAM dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Instrumen tersendiri lainnya membahas dasar diskriminasi (seperti gender,ras) atau kelompok rentan yang didefinisikan secara khusus (anak, pekerja migran dan lain-lain). Indonesia telah mengesahkan Konvensi tersebut walaupun tidak mengesahkan Protokol Opsionalnya.

Konvensi menetapkan lingkup perlakuan yang dicakup oleh Konvensi yaitu “Untuk maksud Konvensi ini, istilah “penyiksaan” berarti tindak apapun yang dengan tindakan itu rasa sa kit atau penderitaan yang berat, fisik ataupun mental, secara sengaja dilakukan terhadap seseorang untuk maksud seperti mendapatkan dari orang tersebut atau orang ketiga, informasi atau pengakuan, menghukumnya atas tindak yang dilakukan atau disangka dilakukan olehnya atau untuk mengintimidasi atau memaksanya atau orang ketiga, atau karena alasan apapun yang didasarkan pada diskriminasi apa pun ketika, apabila rasa sakit atau penderitaan demikian dilakukan oleh atau atas hasutan atau atas persetujuan atau persetujuan diam-diam pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi. Penyiksaan tidak mencakup rasa saklt at au pendentaan yang semata-mata timbul dari, inheren dalam atau yang terjadi sebagai akibat sanksi hukum.

Artikel ini ditulis oleh Philip Alston sebagai bahan bacaan pada Kursus Hak Asasi Manusia untuk Pengacara

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-menentang-penyiksaan-cat/

Kebebasan Berekspresi di Internet

/Artikel /Kebebasan Berekspresi di Internet

  • 19/09/2014
  • Wahyudi Djafar

Wahyudi Djafar  menulis sebuah artikel berjudul Kebebasan Berekspresi di Internet. Dalam tulisan ini penulis memberi pandangan terkait kondisi kebebasan berekspresi dalam dunia maya di Indonesia.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kebebasan-berekspresi-di-internet/

Hukum Pidana Internasional

/Artikel /Hukum Pidana Internasional

  • 19/09/2014
  • Patrcik Burgess

Hukum pidana internasional adalah sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh subyek-subyek hukumnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.  Istilah ini menunjukkan bahwa kaidah-kaidah dan asas-asas hukum tersebut benar-benar internasional, jadi bukan nasional ataupun domestik. Kaidah-kaidah dan asas-asas hukum pidana yang benar-benar internasional adalah kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian-perjanjian internasional yang substansinya (baik langsung ataupun tidak langsung) mengatur tentang kejahatan internasional. Sebagai contohnya, Konvensi tentang Genosida (Genocide Convention) 1948, Konvensi tentang Apartheid 1973, konvensi-konvensi tentang terorisme, seperti Konvensi Eropa tentang Pemberantasan Terorisme 1977, dan lain-lain. Sedangkan istilah kejahatan internasional menunjukkan adanya suatu peristiwa kejahatan yang sifatnya internasional, atau yang lintas batas Negara, atau yang menyangkut kepentingan dari dua atau lebih Negara. Kejahatan-kejahatan yang dapat digolongkan sebagai kejahatan internasional adalah kejahatan-kejahatan yang diatur di dalam konvensi-konvensi seperti genosida, apartheid, terorisme, dan lain-lain.

Ada beberapa kasus kejahatan internasional yang jika dilihat dari segi tempat terjadinya adalah di dalam wilayah suatu Negara, semua pelakunya maupun korbannya adalah warga Negara dari Negara yang bersangkutan. Demikian juga korban berupa harta benda seluruhnya milik dari Negara atau warga Negara tersebut, jadi secara fisik dan kasat mata sama sekali tidak ada dimensi internasionalnya. Akan tetapi karena peristiwanya sedemikian rupa sifatnya, misalnya para korban yang jumlahnya demikian banyaknya dan adalah orang-orang yang tidak berdosa dan tidak tahu menahu masalahnya, serta sama sekali tidak ada hubungannya dengan motif, maksud, maupun tujuan dari si pelakunya, masyarakat internasional baik Negara-negara maupun orang perorangan dari pelbagai Negara tanpa memandang perbedaan-perbedaan agama atau kepercayaan, etnis, paham politik, bahasa, dan perbedaan-perbedaan lainnya, secara spontan memberikan reaksi keras atas peristiwa tersebut, dengan mengecam dan mengutuknya sebagai tindakan biadab, tidak berperikemanusiaan.

Pada hakikatnya semua itu menunjukkan bahwa masyarakat internasional tidak dapat membenarkan perbuatan seperti itu, apapun motif, maksud, ataupun tujuannya, sebab bertentangan dengan hak-hak asasi manusia, nilai-nilai kemanusiaan universal, kesadaran hukum, dan rasa keadilan umat manusia.

Bahan materi yang disampaikan oleh P. Burgess. pada Kursus HAM untuk Pengacara XI yang dilaksanakan oleh Elsam pada tahun 2007.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hukum-pidana-internasional/

Pemeriksaan Permulaan Perkara Pelanggaran HAM yang Berat Berdasarkan UU No 26 Tahun 2000

/Artikel /Pemeriksaan Permulaan Perkara Pelanggaran HAM yang Berat Berdasarkan UU No 26 Tahun 2000

  • 18/09/2014
  • ELSAM

Pemeriksaan Permulaan Perkara Pelanggaran HAM yang Berat Berdasarkan UU No 26 Tahun 2000 adalah bahan materi yang disampaikan pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007. Pokok pembahasan dalam materi ini adalah Latar Belakang Pengadilan HAM, Penunjukan Komnas HAM sebagai Penyelidik, Penyidikan Pelanggaran HAM yang berat oleh Jaksa Agung, Hubungan antara penyelidik dan penyidik dalam penyelesaian Perkara Pelanggaran HAM yang berat.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pemeriksaan-permulaan-perkara-pelanggaran-ham-yang-berat-berdasarkan-uu-no-26-tahun-2000/

Pengadilan HAM di Indonesia

/Artikel /Pengadilan HAM di Indonesia

  • 18/09/2014
  • Zainal Abidin

Penegakan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mencapai kemajuan ketika pada tanggal 6 November 2000 disahkannya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan kemudian diundangkan tanggal 23 November 2000. Undang-undang ini merupakan undang-undang yang secara tegas menyatakan sebagai undang-undang yang mendasari adanya pengadilan HAM di Indonesia yang akan berwenang untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat. Undang-undang ini juga mengatur tentang adanya pengadilan HAM ad hoc yang akan berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.

Pengadilan HAM ini merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk mengadili kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili perkara-perkara tertentu. Istilah pengadilan HAM sering dipertentangkan dengan istilah peradilan pidana karena memang pada hakekatnya kejahatan yang merupakan kewenangan pengadilan HAM juga merupakan perbuatan pidana. UU No. 26 Tahun 2000 yang menjadi landasan berdirinya pengadilan HAM ini mengatur tentang beberapa kekhususan atau pengaturan yang berbeda dengan pengaturan dalam hukum acara pidana. Pengaturan yang berbeda atau khusus ini mulai sejak tahap penyelidikan dimana yang berwenang adalah Komnas HAM sampai pengaturan tentang majelis hakim dimana komposisinya berbeda denga pengadilan pidana biasa. Dalam pengadilan HAM ini komposisi hakim adalah lima orang yang mewajibkan tiga orang diantaranya adalah hakim ad hoc.

Pengaturan yang sifatnya khusus ini didasarkan atas kerakteristik kejahatan yang sifatnya extraordinary sehingga memerlukan pengaturan dan mekanisme yang seharusnya juga sifatnya khusus. Harapan atas adanya pengaturan yang sifatnya khusus ini adalah dapat berjalannya proses peradilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat secara kompeten dan fair. Efek yang lebih jauh adalah putusnya rantai impunity atas pelaku pelanggaran HAM yang berat dan bagi korban, adanya pengadilan HAM akan mengupayakan adanya keadilan bagi mereka.

UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM telah dijalankan dengan dibentuknya pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di Timor-timur. Dalam prakteknya, pengadilan HAM ad hoc ini mengalami banyak kendala terutama berkaitan dengan lemahnya atau kurang memadainya instumen hukum. UU No. 26 Tahun 2000 ternyata belum memberikan aturan yang jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang diatur dan tidak adanya mekanisme hukum acara secara khusus. Dari kondisi ini, pemahaman atau penerapan tentang UU No. 26 Tahun 2000 lebih banyak didasarkan atas penafsiran hakim ketika melakukan pemeriksaan di pengadilan.

Pengadilan HAM di Indonesia adalah bahan materi yang disampaikan oleh Zainal Abidin pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007.  pokok pembahasan dalam materi ini adalah Latar Belakang Pembentukan Pengadilan HAM, Landasan Yuridis Terbentuknya Undang-undang Pengadilan HAM, Kedudukan dan Tempat Kedudukan, Lingkup Kewenangan Pengadilan HAM, Pengadilan HAM Adhoc.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pengadilan-ham-di-indonesia/

Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia

/Artikel /Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia

  • 16/09/2014
  • Zainal Abidin

Artikel ini ditulis oleh Zainal Abidin yang berisikan tentang  Teori Dasar Hak Asasi Manusia dan Kondisi Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/perlindungan-hak-asasi-manusia-di-indonesia/


Setelah Otoritarianisme Berlalu

/Artikel /Setelah Otoritarianisme Berlalu

  • 16/09/2014
  • Priscilla B. Hayner

Dalam Essay nya Priscilla B. Hayner ingin menyampaikan pesan dalam menyelesaikan masa lalu yang  diliputi kabut hitam, tentunya pencarian kebenaran adalah hal mutlak. kebenaran yang dimaksudkan tentunya adalah kebenaran yang meliputi tiga aspek, yaitu kebenaran faktual, normatif, dan kebenaran yang menjadi kebenaran jika dinyatakan dengan cara yang benar pula. Di sinilah ide tentang komisi kebenaran menemukan urgensitasnya sekaligus signifikansinya, sebuah komisi yang diserahi tanggung jawab dan kekuasaan khusus untuk melakukan berbagai upaya entah dengan investigasi, riset, wawancara, maupun public hearing, dsb., demi mendapatkan kebenaran tentang berbagai peristiwa dan kejadian masa lampau yang sebelumnya ditutup-tutupi dengan tirai hitam rezim otoritarian. yang kedua  Komisi kebenaran adalah sebuah jalan keluar alternatif, bukan satu-satunya. Harus kita akui itu. Sebagai salah satu tawaran, ia tidak luput dari kekurangan potensial.

“Memperjuangkan Keadilan dan Rekonsiliasi, Sumbangan Komisi Kebenaran” kembali menegaskan misi utama pembentukan komisi ini yaitu demi tegaknya keadilan. Keadilan berdasarkan kebenaran. Selain itu, penggalian kebenaran itu sendiri diupayakan dalam semangat demi terciptanya rekonsiliasi. Kebenaran menjadi landasan berdirinya keadilan, dan keadilan menjadi roh bagi rekonsiliasi yang sejati. Inilah tugas berat komisi kebenaran yang efektif, yang mengantar pada perubahan dan pencerahan.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/setelah-otoritarianisme-berlalu/

Mempertanggungjawabkan Kekejaman-Kekejaman di Indonesia

/Artikel /Mempertanggungjawabkan Kekejaman-Kekejaman di Indonesia

  • 16/09/2014
  • Suzannah Linton

Suzannah Linton menulis sebuah kertas kerja yang berjudul Mempertanggungjawabkan Kekejaman-kekejaman di Indonesia pada tahun  2010. Tulisan ini mencoba membuka tabir-tabir kegelapan  kekejaman kekejaman di Indonesia serta perjuangan-perjuangan panjang untuk menuntut pertanggungjawaban hukum di Indonesia

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/mempertanggungjawabkan-kekejaman-kekejaman-di-indonesia/

Mendorong pembentukan kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

/Artikel /Mendorong pembentukan kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

  • 15/09/2014
  • ELSAM

Policy Brief yang diterbitkan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (The Institute for Policy Research and Advocacy)/ELSAM, berisi tentang pandangan ELSAM terkait upaya untuk membentuk  kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/mendorong-pembentukan-kembali-uu-komisi-kebenaran-dan-rekonsiliasi/

Penundaan Pembentukan KKR: Pengingkaran atas Platform Nasional dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM di Masa Lalu

/Artikel /Penundaan Pembentukan KKR: Pengingkaran atas Platform Nasional dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM di Masa Lalu

  • 15/09/2014
  • ELSAM

Tulisan ini memuat pandangan ELSAM atas Pembentukan KKR yang terlambat selama 2 Tahun. ELSAM memandang bahwa penundaan pembentukan KKR merupakan pengingkaran atas platform nasional terkait dengan agenda Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/penundaan-pembentukan-kkr-pengingkaran-atas-platform-nasional-dalam-penyelesaian-pelanggaran-ham-di-masa-lalu/

Menjadikan Hak Asasi Manusia sebagai Hak Konstitusional

/Artikel /Menjadikan Hak Asasi Manusia sebagai Hak Konstitusional

  • 15/09/2014
  • ELSAM

Menjadikan Hak Asasi  Manusia sebagai Hak Konstitusional adalah sebuah kertas kerja yang berisikan Pandangan Kritis atas Putusan Mahkamah Konstitusi  (MK) terhadap Judicial Review UU KKR dan Implikasinya bagi Penyelesaian Pelanggaran HAM di Masa Lalu. Diterbitkan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (The Institute for Policy Research and Advocacy)/ELSAM, yang disusun oleh Indriaswati D. Saptaningrum, Wahyu Wagiman, Supriyadi Widodo Eddyono dan  Zainal Abidin.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/menjadikan-hak-asasi-manusia-sebagai-hak-konstitusional/

Menghadapi Masa Lalu: Mengapa Amnesti ?

/Artikel /Menghadapi Masa Lalu: Mengapa Amnesti ?

  • 15/09/2014
  • Ifdhal Kasim

Dalam artikel ini penulis mencoba mendiskusikan pada pembaca tentang kontroversi-kontroversi disekitar kebijakan pemberian amnesti pada masa transisi politik, kompatibilitasnya dengan hukum internasional, dan melihat praktiknya di Afrika Selatan. Artikel ini ditulis oleh Ifdhal Kasim pada tanggal 1 Agustus 2000 dan  kemudian diterbitkan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (The Institute for Policy Research and Advocacy) disingkat ELSAM.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/menghadapi-masa-lalu-mengapa-amnesti/

Mengapa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Diperlukan?

/Artikel /Mengapa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Diperlukan?

  • 15/09/2014
  • Ifdhal Kasim

Ifdhal Kasim pada tahun 2000 menulis sebuah artikel yang  mengajak kita untuk mengetahui betapa pentingnya pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Indonesia untuk penegakan Ham serta  contoh-contoh  Komisi Kebenaran dari berbagai negara. Artikel Beliau kemudian diterbitkan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (The Institute for Policy Research and Advocacy) disingkat ELSAM.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/mengapa-komisi-kebenaran-dan-rekonsiliasi-diperlukan/

Apakah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi itu ?

/Artikel /Apakah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi itu ?

  • 15/09/2014
  • Ifdhal Kasim

Ifdhal Kasim pada tanggal 1 Juli 2000 menulis sebuah artikel yang  mengajak kita untuk mengenal apa itu Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi serta berbagai contoh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Artikel Beliau kemudian diterbitkan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (The Institute for Policy Research and Advocacy) disingkat ELSAM.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/apakah-komisi-kebenaran-dan-rekonsiliasi-itu/

Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia

/Instrumen HAM Internasional /Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai suatu standar umum untuk keberhasilan bagi semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap oarng dan setiap badan di dalam masyarakat, dengan senantiasa mengingat Deklarasi ini, akan berusaha dengan cara mengajarkan dan memberikan pendidikan guna menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakn yang progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannnya yang universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari Negara-negara Anggota sendiri maupun oleh bangsa-bangsa dari wilayah-wilayah yang ada di bawah kekuasaan hukum mereka.  Deklarasi ini ditetapkan pada 10 Desember 1948

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/deklarasi-umum-hak-asasi-manusia/

Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik

/Instrumen HAM Internasional /Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik

Sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamirkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengakuan atas harkat dan martabat serta hak-hak yang sama dan tak terpisahkan dari seluruh anggota umat manusia merupakan landasan dari kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia.  Mengakui, bahwa hak-hak ini berasal dari harkat dan martabat yang melekat pada setiap manusia. Sesuai dengan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, cita-cita manusia yang bebas untuk menikmati kebebasan sipil dan politik dan kebebasan dari ketakutan dan kemiskinan, hanya dapat dicapai apabila diciptakan kondisi dimana setiap orang dapat menikmati hak-hak sipil dan politik dan juga hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa Negara-negara wajib untuk memajukan penghormatan universal dan pentaatan atas hak asasi dan kebebasan manusia. Negara Para Pihak sepakat menetapkan sebuah kovenan yang disebut dengan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik yang ditetapkan pada 16 Desember 1966

Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik pada tanggal 23 Februari 2006

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kovenan-internasional-hak-hak-sipil-dan-politik/

Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

/Instrumen HAM Internasional /Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengakuan tentang martabat hakiki dan tentang hak-hak yang sama dan tidak terbantah pada semua anggota umat manusia merupakan dasar kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia mengakui, bahwa hak-hak ini berasal dari martabat hakiki pada manusia.

Mengakui, bahwa sesuai dengan Deklarasi Sedunia tentang Hak-hak-hak-hak Asasi Manusia, cita-cita manusia bebas agar dapat menikmati kebebasan dari ketakutan dan kekurangan, hanya dapat dicapai jika tercipta kondisi tempat setiap orang dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya maupun hak-hak sipil dan politiknya,

Kewajiban Negara-negara berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk meningkatkan penghormatan dan ketaatan terhadap hak-hak dan kebebasan manusia, menyadari, bahwa setiap manusia mempunyai kewajiban terhadap manusia lain dan terhadap masyarakat lingkungannya, hendaknya bertanggung jawab agar berusaha meningkatkan dan menaati hak-hak yang diakui di dalam Perjanjian ini. Dengan Pertimbangan tersebut Negara para pihak sepakat menetapkan sebuah kovenanan yang disebut dengan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Indonesia meratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya pada 26 Februari 2006

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya/

Protokol Opsional Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik

/Instrumen HAM Internasional /Protokol Opsional Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik

Protokol Opsional Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik ini untuk mengatur Suatu Negara Pihak dalam kovenan yang menjadi Pihak dalam Protokol ini, mengakui kewenangan Komite untuk menerima dan membahas komunikasi dari orang-orang yang tunduk pada wilayah hukumnya yang menyatakan dirinya sebagai korban pelanggaran terhadap hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/protokol-opsional-kovenan-internasional-tentang-hak-hak-sipil-dan-politik/

Protokol Optional Kedua pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang Ditujukan pada Penghapusan Hukuman Mati

/Instrumen HAM Internasional /Protokol Optional Kedua pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang Ditujukan pada Penghapusan Hukuman Mati

Bahwa penghapusan hukuman mati akan mempengaruhi peningkatan martabat manusia dan pembangunan hak-hak asasi manusia yang progresif.Pasal 3 Dekalrasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang disetujui pada tanggal 10 Desember 1948 dan pasal 6 dari Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang disetujui pada tanggal 16 Desember 1966, bahwa pasal 6 dari Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.  Semua upaya penghapusan hukuman mati akan dianggap sebagai kemajuan dalam menikmati hak atas penghidupan. Para Negara Peserta pada Protokol ini telah setuju untuk menetapkan Protokol Optional Kedua pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang Ditujukan pada Penghapusan Hukuman Mati https://referensi.elsam.or.id/2014/09/protokol-optional-kedua-pada-kovenan-internasional-tentang-hak-hak-sipil-dan-politik-yang-ditujukan-pada-penghapusan-hukuman-mati/

Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN

/Instrumen HAM Regional /Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN

Kepala Negara/Pemerintahan Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa AsiaTenggara(ASEAN),pada kesempatan   Konferensi Tingkat  Tinggike-21ASEAN di PhnomPenh,Kamboja. Menegaskan kembali komitmenASEAN terhadap pemajuan dan pelindunganhak asasi manusia dan kebebasan dasar serta tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Piagam ASEAN, termasuk prinsip-prinsip demokrasi, aturan hukum, dan tata kelola yangbaik. Para Anggota Asean mengakui pentingnya Komisi Antar pemerintah ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (AICHR), sebagai institusi penanggung jawab utama bagi pemajuan dan pelindungan  hak asasi manusia di ASEAN, yang berkontribusi bagi terbentuknya Komunitas ASEAN yang berorientasi kepada masyarakat dan sebagai sarana untuk pembangunan sosial dan keadilan yang progresif, pemenuhan martabat manusia dan pencapaian kualitas kehidupan yang lebih baik untuk masyarakat ASEAN. Untuk itu Negara Anggota ASEAN menetapkan sebuah deklarasi yang dinamai dengan Deklarasi  Hak Asasi Manusia ASEAN yang ditetapkan pada 18 November 2012

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/deklarasi-hak-asasi-manusia-asean/

Komentar Umum Nomor 7 Tentang Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Nomor 7 Tentang Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan. Komentar Umum N0 7 adalah komentar umum yang mengatur tentang Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-nomor-6-tentang-hak-atas-tempat-tinggal-yang-layak-pengusiran-paksa-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum Nomor 6 tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya Dari Orang Lanjut Usia pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Nomor 6 tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya Dari Orang Lanjut Usia pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan. Komentar Umum N0 6 adalah komentar umum yang mengatur tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya Dari Orang Lanjut Usia

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-nomor-6-tentang-hak-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-dari-orang-lanjut-usia-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr-2/

 

Komentar Umum Nomor 5 tentang Orang-orang Penyandang Cacat Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Nomor 5 tentang Orang-orang Penyandang Cacat Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan. Komentar Umum N0 5 ini mengatur tentang Orang-orang Penyandang Cacat 

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-nomor-5-tentang-orang-orang-penyandang-cacat-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum Nomor 4 Tentang Hak Atas Tempat Tinggal Yang Layak Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Nomor 4 Tentang Hak Atas Tempat Tinggal Yang Layak Pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan. Komentar Umum N0 4 ini mengatur tentang Hak atas Tempat Tinggal yang Layak (Pasal 11  [1]Perjanjian Internasional atas Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-nomor-4-tentang-hak-atas-tempat-tinggal-yang-layak-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum Nomor 3 Sifat-Sifat Kewajiban Negara Anggota pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Nomor 3 Sifat-Sifat Kewajiban Negara Anggota pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

 

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan. Komentar Umum No 3 ini Mengatur Sifat-Sifat Kewajiban Negara Anggota Komite Persatuan Bangsa-bangsa untuk Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-nomor-3-sifat-sifat-kewajiban-negara-anggota-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum dirancang untuk membantu setiap Negara dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya berdasarkan Kovenan tersebut, selain itu, untuk memberikan suatu landasan dimana Dewan, dengan bantuan Komite, dapat melaksanakan tanggung-jawab pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban-kewajiban oleh Negara, dan tanggung-jawab untuk memfasillitasi pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang sejalan dengan kondisi-kondisi dalam Kovenan. Komite berpandangan bahwa pelaporan bukanlah sekadar sebuah masalah prosedural yang dirancang hanya untuk memuaskan kewajiban formal setiap Negara ,sebaliknya proses-proses persiapan dan penyerahan laporan oleh Negara dapat, dan harus benar-benar, membantu pencapaian berbagai sasaran.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum Nomor 2 Bantuan Teknis Internasional pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Nomor 2 Bantuan Teknis Internasional pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR)

KOMITE HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA, komentar umum no. 2. Pedoman Bantuan Teknis Internasional (pasal 22 Kovenan) (Sidang Keempat, 1990), Kompilasi Komentar-Komentar Umum Dan Rekomendasi-Rekomendasi Umum yang Diadopsi oleh Badan Kerjasama Hak Asasi Manusia PBB, Dokumen PBB no. HRI/GEN/1/Rev. 1 at 45 (1994)*.

Kovenan menyediakan mekanisme dimana Majelis Ekonomi dan Sosial dapat membawa segala masalah yang timbul dari laporan-laporan yang ada berdasarkan Kovenan kepada badan-badan PBB yang relevan, “dimana dapat membantu badan-badan tersebut dalam memutuskan, sesuai bidang kompetensinya, sebagai sarana dari ukuran-ukuran internasional untuk membantu pelaksanaan yang progresif dari Kovenan”.  Meskipun tanggungjawab umum berdasarkan pasal 22 ada pada Majelis Ekonomi dan Sosial, sangat wajar jika Komite Sosial, Ekonomi, dan Budaya untuk memainkan peranan aktif dalam memberikan saran dan bantuan kepada Majelis Ekonomi dan Sosial.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-nomor-2-bantuan-teknis-internasional-pada-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya-icescr/

Komentar Umum Nomor 1 (Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Nomor 1 (Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya)

Kewajiban-kewajiban pelaporan yang tercantum  dalam  bagian  IV  Kovenan dirancang terutama untuk membantu setiap Negara dalam memenuhi kewajiban- kewajibannya berdasarkan Kovenan tersebut, selain itu, untuk memberikan suatu landasan dimana Dewan, dengan bantuan Komite, dapat melaksanakan tanggung- jawab pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban-kewajiban oleh Negara,dan tanggung-jawab untuk memfasillitasi pemenuhan hak-hak  ekonomi,  sosial,  dan budaya yang sejalan dengan kondisi-kondisi dalam Kovenan.Komite berpandangan bahwa pelaporan bukanlah sekadar  sebuah  masalah  prosedural  yang  dirancang hanya untuk memuaskan kewajiban formal setiap Negara. Sebaliknya proses- proses persiapan dan penyerahan laporan oleh Negara dapat, dan harus benar- benar membantu pencapaian berbagai sasaran.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-nomor-1-komentar-umum-kovenan-internasional-hak-ekonomi-sosial-dan-budaya/

Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Sipil Politik (ICCPR)

/Instrumen HAM Internasional /Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Sipil Politik (ICCPR)

Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum dirancang untuk membantu setiap Negara dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya berdasarkan Kovenan tersebut, selain itu, untuk memberikan suatu landasan dimana Dewan, dengan bantuan Komite, dapat melaksanakan tanggung-jawab pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban-kewajiban oleh Negara, dan tanggung-jawab untuk memfasillitasi pemenuhan hak-hak sipil dan politik yang sejalan dengan kondisi-kondisi dalamKovenan. Komite berpandangan bahwa pelaporan bukanlah sekadar sebuah masalah prosedural yang dirancang hanya untuk memuaskan kewajiban formal setiap Negara ,sebaliknya proses-proses persiapan dan penyerahan laporan oleh Negara dapat, dan harus benar-benar, membantu pencapaian berbagai sasaran.

Isi:

KOMENTAR UMUM no. 01 Kewajiban Pelaporan
KOMENTAR UMUM no. 02 Panduan Pelaporan
KOMENTAR UMUM no. 03 Pasal 2 Pelaksanaan di Tingkat Nasional
KOMENTAR UMUM no. 04 Pasal 3
KOMENTAR UMUM no. 05 Pasal 4
KOMENTAR UMUM no. 06 Pasal 6
KOMENTAR UMUM no. 07 Pasal 7
KOMENTAR UMUM no. 08 Pasal 9
KOMENTAR UMUM no. 09 Pasal 10
KOMENTAR UMUM no. 10 Pasal 19
KOMENTAR UMUM no. 11 Pasal 20
KOMENTAR UMUM no. 12 Pasal 1
KOMENTAR UMUM no. 13 Pasal 14
KOMENTAR UMUM no. 14 Pasal 6
KOMENTAR UMUM no. 15 Posisi Non-Warga Negara (Aliens) berdasarkan Kovenan
KOMENTAR UMUM no. 16
KOMENTAR UMUM no. 17 Pasal 24
KOMENTAR UMUM no. 18 Nondiskriminasi
KOMENTAR UMUM no. 19 Pasal 23
KOMENTAR UMUM no. 20 Pasal 7
KOMENTAR UMUM no. 21 Pasal 10
KOMENTAR UMUM no. 22 Pasal 18
KOMENTAR UMUM no. 23 Pasal 27
KOMENTAR UMUM no. 24 (52) KOMENTAR UMUM tentang Persoalan-persoalan Berkaitan dengan Pembatasan yang Dilakukan Setelah Ratifikasi atau Aksesi terhadap Kovenan atau Protokol Opsionalnya, atau yang Berhubungan dengan Deklarasi Berdasarkan Pasal 41 Kovenan
KOMENTAR UMUM no. 26 (61) KOMENTAR UMUM Berdasarkan Pasal 40 Ayat 4 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
KOMENTAR UMUM no. 27 Kebebasan untuk Bergerak (Pasal 12)
KOMENTAR UMUM no. 30 Kewajiban Pelaporan Negara-negara Pihak Berdasarkan Pasal 40 dari Kovenan
KOMENTAR UMUM no. 31 Sifat Kewajiban Hukum Umum Negara-negara Pihak pada Kovenan

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/komentar-umum-kovenan-internasional-hak-sipil-politik-iccpr/

Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan dan Kesatuan Nasional

/Instrumen HAM Nasional /Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan dan Kesatuan Nasional

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai ciri khas, yaitu kebinekaan suku, kebudayaan, dan agama yang menghuni dan tersebar di belasan ribu pulau dalam wilayah Nusantara yang sangat luas, terbentang dari Sabang sampai Merauke, dan disatukan oleh tekad: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan, yaitu Indonesia, serta dilandaskan pada Pancasila sebagai dasar negara;

Kebinekaan tersebut di atas menjadi faktor yang sangat menentukan dalam perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa depan.Perjalanan bangsa Indonesia telah mengalami berbagai konflik, baik konflik vertikal maupun horizontal, sebagai akibat dari ketidakadilan, pelanggaran hak asasi manusia, lemahnya penegakan hukum, serta praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bahwa globalisasi yang digerakkan oleh perdagangan dan kemajuan teknologi telah melancarkan arus pergerakan orang, barang, jasa, uang, dan informasi, serta telah memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, tetapi jika tidak diwaspadai dapat menjadi potensi yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Untuk itu perlu ada kesadaran dan komitmen seluruh bangsa untuk menghormati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya untuk mempersatukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Menuju masa depan yang lebih baik. Sehubungan dengan itu Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang membuat sebuah ketetapan yang disebut dengan Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan dan Kesatuan Nasioanal yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 2000

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/ketetapan-mpr-nomor-vmpr2000-tentang-pemantapan-dan-kesatuan-nasioanal/

Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial

Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa didasarkan kepada prinsip prinsip martabat dan kesederajatan yang melekat pada semua umat manusia dan bahwa Negara-negara Anggota telah berjanji untuk mengambil langkah-langkah secara bersamasama  maupun sendiri dengan bekerja bersama Perserikatan Bangsa Bangsa guna mencapai salah satu tujuan Perserikatan Bangsa Bangsa yakni memajukan dan mendorong penghormatan dan pematuhan hak-hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.

Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia memproklamasikan bahwa semua umat manusia dilahirkan dengan kebebasan dan kesederajatan dalam martabat dan hak-haknya serta bahwa semua orang berhak akan semua hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi tersebut tanpa perbedaan apapun juga, Khususnya ras, warna kulit atau pun asal usul kebangsaan. Dengan menimbang bahwa semua umat manusia adalah sederajat di hadapan hokum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama terhadap segala bentuk diskriminasi dan segala bentuk hasutan yang menimbulkan diskriminasi.

 Yakin bahwa keberadaan hambatan-hambatan ras merupakan suatu hal yang mengotori peri kehidupan ideal masyarakat manusia. Khawatir dengan berbagai manifestasi diskriminasi rasial yang nyata-nyata masih ada di beberapa kawasan dunia serta adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang berdasarkan kepada supremasi rasial atau kebencian, seperti apartheid, pengucilan atau pemisahan.

Memutuskan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna penghapusan dengan segera diskriminasi rasial adalah segala bentuk dan manifestasinya, serta mencegah dan memerangi doktrin-doktrin dan praktek-praktek rasis guna memajukan saling pengertian antar ras serta membangun masyarakat internasional yang bebas dari segala bentuk pengucilan rasial dan diskriminasi rasial. Negara para pihak sepakat menetapkan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 4 Januari 1949

Indonesia meratifikasi Konvensi ini pada tanggal 25 Juni 1999

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-internasional-penghapusan-segala-bentuk-diskriminasi-rasial/

Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan di dalam Kovenan-kovenan Internasional mengenai Hak Asasi Manusia, telah memproklamasikan dan menyetujui bahwa setiap orang berhak atas seluruh hak dan kebebasan sebagaimana yang telah diatur di dalamnya, tanpa perbedaan dalam bentuk apa pun, Menegaskan kembali universalitas, ketidakterpisahkan, kesalingtergantungan, dan kesalingterkaitan dari semua hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental serta kebutuhan bagi penyandang disabilitas untuk dijamin pemenuhan Hak – Haknya tanpa diskriminasi.

Mengakui bahwa disabilitas merupakan suatu konsep yang terus berkembang dan disabilitas merupakan hasil dari interaksi antara orang-orang dengan keterbatasan kemampuan dan sikap serta lingkungan yang menghambat partisipasi penuh dan efektif mereka di dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya, Mengakui pentingnya pedoman prinsip dan kebijakan yang termuat dalam Program Aksi Dunia mengenai Penyandang Disabilitas dan dalam Peraturan -Peraturan Standar mengenai Persamaan Kesempatan bagi Penyandang Disabilitas dalam mempengaruhi promosi, perumusan dan evaluasi atas kebijakan, rencana, program dan aksi pada tingkat nasional, regional dan internasional untuk lebih menyamakan kesempatan bagi penyandang disabilitas, Menekankan pentingnya pengarusutamaan isu-isu disabilitas sebagai bagian integral dari strategi yang relevan bagi pembangunan yang berkesinambungan, Mengakui juga bahwa diskriminasi atas setiap orang berdasarkan disabilitas merupakan pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang melekat pada setiap orang, Mengakui pula keragaman penyandang disabilitas.

Untuk itu negara para pihak menetapkan sebuah Konvensi yang disebut Konvensi Penyandang Hak-hak Dissabilitas 

Indonesia meratifikasi Konvensi ini pada 30 November 2011

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-penyandang-hak-hak-dissabilitas/

 

Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

Memperhatikan bahwa PiagamPerserikatanBangsa-Bangsa menguatkan lagi keyakinan atas hak-hakasasi manusia, atas martabat dan nilai pribadi manusia, dan atas persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Deklarasi Universal tentang Hak-Hak asasi Manusia menegaskan azas mengenai tidak dapat diterimanya diskriminasi dan menyatakanbahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, Serta  bahwa tiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dimuat didalamnya, tanpa perbedaan apapun, termasuk perbedaan berdasarkan jenis kelamin.

Memperhatikan bahwa Negara-negara peserta pada perjanjian-perjanjian Internasional mengenai Hak-hak asasi Manusia berkewajiban untuk menjamin hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak ekonomi,sosial,budaya,sipil dan politik.

Mengingat,bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah melanggar azas persamaan hak dan rasa hormat terhadap martabat manusia,merupakan halangan bagi partisipasi perempuan,atas dasar persamaan dengan kaum laki-laki dalam kehidupan politik, sosial,ekonomi dan budaya negara-negara mereka.

Bertekad untuk melaksanakan azas-azas yang tercantumdalamDeklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, dan untuk itu membuat peraturan yang diperlukan untuk menghapus diskriminasiseperti itu dalamsegala bentuk dan perwujudannya. Untuk itulah Negara para pihak sepakat menetapkan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

Indonesia meratifikasi Konvensi ini pada 13 September 1984

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-mengenai-penghapusan-segala-bentuk-diskriminasi-terhadap-perempuan/

Konvensi Hak Anak

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Hak Anak

Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan bahwa anak-anak berhak atas pengasuhannya dan bantuan khusus, Meyakini bahwa keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan llingkungan alamiah bagi pertumbuhan dan kesejahteraan semua anggotanya dan terutama anak-anak, harus diberikan perlindungan dan bantuan yang diperlukan sedemikian rupa sehingga dapat dengan sepenuhnya memikul tanggung jawabnya di dalam masyarakat, Mengaku bahwa anak, untuk perkembangan kepribadiannya sepenuhnya yang penuh dan serasi, harus tumbuh berkembang dalam lingkungan keluarganya dalam suasana kebahagiaan, cinta dan pengertian,

Aanak harus dipersiapkan seutuhnmya untuk hidup dalam suatu kehidupan individu dan masyarakat, dan dibesarkan semangat cita-cita yang dinyatakan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan terutama dalam semangat perdamaian, kehormatan, tenggang rasa, kebebasan, persamaan dan solidaritas. Oleh Karna itu negara para pihak sepakat menetapkan Konvensi Hak Anak yang ditetapkan pada 20 Nopember 1989

Indonesia meratifikasi Konvensi ini pada 5 September 1990

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-hak-anak/

Konvensi Jenewa Tahun 1949 Tentang Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang Yang Luka dan Sakit di Medan Pertempuran Darat

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Jenewa Tahun 1949 Tentang Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang Yang Luka dan Sakit di Medan Pertempuran Darat

Konevensi ini diikuti oleh Wakil-wakil Kuasa Penuh dari Pemerintah-pemerintah yang hadir pada Konperensi Diplomatik yang diadakan di Jenewa dari tanggal 21 April 1949 sampai tanggal 21 Agustus 1949, dengan maksud meninjau kembali Konvensi Jenewa untuk pertolongan kepada yang Luka dan Sakit dalam Tentara di Medan Pertempuran Darat tanggal 27 Juli 1929, telah bermufakat sebagai berikut :

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-jenewa-tahun-1949-tentang-perbaikan-keadaan-anggota-angkatan-perang-yang-luka-dan-sakit-dimedan-pertempuran-darat/

Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran Dan Anggota Keluarganya

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran Dan Anggota Keluarganya

Konvensi ini berlaku  pada semua buruh migran dan anggota keluarganya tanpa pembedaan apapun seperti jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, atau kepercayan, pendapat politik atau lainnya, kebangsaan, asal-usul etnis atau sosial, kewarganegaraan, usia, kedudukan ekonomi, kekayaan, status perkawinan, status kelahiran atau status lainnya.

Indonesia meratifikasi Konvensi ini pada 31 Mei 2012

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-internasional-tentang-perlindungan-hak-semua-buruh-migran-dan-anggota-keluarganya/

Konvensi Ketenakerjaan Internasional Konvensi 182 Mengenai Pelarangan Dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Ketenakerjaan Internasional Konvensi 182 Mengenai Pelarangan Dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak

Badan Pengurus Kantor Buruh Internasional dalam Sidang ke-87 pada tanggal 1 Juni 1999 di Jenewa telah mempertimbangkan kebutuhan menetapkan instrumen baru untuk pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk terburuk dari pekerja anak sebagai prioritas utama untuk tindakan nasional dan internasional, termasuk kerjasama dan bantuan internasional, melengkapi Konvensi dan Rekomendasi mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja 1973 yang masih merupakan instrumen dasar untuk pekerja anak, dan mempertimbangkan bahwa penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerja anak yang efektif memerlukan tindakan segera dan komprehensif, memperhitungkan pentingnya pendidikan dasar gratis dan kebutuhan meniadakan semua pekerjaan terhadap anak dan memberikan mereka rehabilitasi dan integrasi sosial ketika berhadapan dengan keinginan dari keluarga mereka.

Mengingat resolusi mengenai penghapusan pekerja anak yang, ditetapkan oleh Konferensi Buruh Internasional pada Sidang ke-83 di tahun 1996, dan Mengakui bahwa pekerja anak adalah masalah terbesar dikarenakan oleh kelaparan dan bahwa solusi jangka panjang yang menetapkan pada kelajutan pertumbuhan ekonomi mengarah pada kemajuan sosial, khususnya pemberantasan kelaparan clan pendidikan universal, serta mengingat Konvensi tentang Hak Anak yang ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 Para Pihak telah memutuskan penerimaan beberapa usulan mengenai pekerja anak yang merupakan bagian keempat dalam agenda Sidang, dan telah menetapkan pada 17 Juni 1999 bahwa usulan-usulan ini dalam bentuk  Konvensi Internasional yang disebut Konvensi Ketenakerjaan Internasional Konvensi 182 Mengenai Pelarangan Dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-ketenakerjaan-internasional-konvensi-182-mengenai-pelarangan-dan-tindakan-segera-penghapusan-bentuk-bentuk-pekerjaan-terburuk-untuk-anak/

Konvensi Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan Dan Jabatan

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan Dan Jabatan

Konferensi Umum Organisasi Buruh Intemasional

Badan Pengurus Kantor Buruh Intemasional dalam Sidang ke 42  pada tanggal 4 Juni 1958 di Jenewa telah memutuskan untuk menerima beberapa usulan tentang diskriminasi dalam pekerjaan clan Jabatan yang merupakan acara keempat dalam agenda sidang, dan telah menetapkan bahwa usulan-usulan ini harus berbentuk Konvensi internasional dengan mempertimbangkan bahwa Deklarasi Philadelphia menyatakan bahwa semua manusia tanpa memandang ras, kepercayaan, atau jenis kelamin berhak mengejar baik kesejahteraan material maupun kemajuan spiritual dalam suasana bebas dan bermartabat kesejahteraan ekonomi dan persamaan kesempatan, serta mempertimbangkan lebih lanjut bahwa diskriminasi merupakan pelanggaran hak asasi yang dinyatakan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, menetapkan pada tanggal 25 Juni 1958 , Konvensi dibawah ini yang dapat disebut sebagai Konvensi mengenai Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan) 1958:

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-mengenai-diskriminasi-dalam-pekerjaan-dan-jabatan/

Konvensi Mengenai Kerja Paksa Atau Kerja Wajib

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Mengenai Kerja Paksa Atau Kerja Wajib

Badan Pengurus Kantor Buruh Internasional dalam Sidang ke Empat belas pada tanggal 10 Juni 1930 di Jenewa telah memutuskan untuk menerima beberapa usulan mengenai kerja paksa atau kerja wajib yang termasuk acara pertama dari agenda sidang.  Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional ini menetapkan pada tanggal 28 Juni 1930 sebuah  Konvensi  yang disebut sebagai Konvensi mengenai Kerja Wajib, 1930. 

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-mengenai-kerja-paksa-atau-kerja-wajib/

Konvensi Mengenai Penerapan Prinsip – Prinsip Hak Untuk Berorganisasi Dan Berunding Bersama

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Mengenai Penerapan Prinsip – Prinsip Hak Untuk Berorganisasi Dan Berunding Bersama

Badan Pengurus Kantor Buruh Intemasional dalam Sidang ke Tigapuluh dua pada tanggal 8 Juni 1949 di Jenewa telah memutuskan untuk menerima beberapa usulan mengenai penerapan prinsip-prinsip hak berorganisasi dan berunding bersama yang termasuk acara keempat dari agenda sidang. Pada Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional ini , para pihak Telah menetapkan bahwa usulan-usulan ini harus berbentuk Konvensi Internasional. Maka pada tanggal 01 Juli 1949 Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional menetapkan sebuah Konvensi yang dinamakan Konvensi mengenai Kebebasan Hak utnuk Berorganisasi dan Berunding Bersama

GDE Error: Requested URL is invalid

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-mengenai-penerapan-prinsip-prinsip-hak-untuk-berorganisasi-dan-berunding-bersama/

 

Konvensi Mengenai Penghapusan Kerja Paksa

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Mengenai Penghapusan Kerja Paksa

Pada Tanggal 5 Juni 1957  di Jenewa, Badan Pengurus Kantor Buruh Internasional dalam Sidang ke Empat puluh pada tanggal 5 Juni 1957 , telah mempertimbangkan masalah kerja paksa yang merupakan acara keempat dalam agenda sidang, dan telah memperhatikan ketentuan-ketentuan Konvensi Kerja Paksa 1930, Konvensi Perbudakan 1926 menyatakan bahwa semua tindakan yang perlu wajib untuk mencegah kerja wajib dan kerja paksa berkembang menjadi kondisi yang sama dengan perbudakan dan Konvensi Perlindungan Upah 1949 menytakan bahwa upah wajib dibayarkan secara teratur dan melarang cara-cara pembayaran yang meniadakan kemungkinan bagi pekerja untuk menghentikan hubungan kerjanya.

Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional pada tanggal 25  Juni 1957 telah menetapkan sebuah Konvensi yang diberi nama dengan nama Konvensi Penghapusan Kerja Paksa

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-mengenai-penghapusan-kerja-paksa/

Deklarasi mengenai Prinsip-prinsip Keadilan Dasar bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (1985)

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Deklarasi mengenai Prinsip-prinsip Keadilan Dasar bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (1985)

“Korban” berarti orang-orang yang, secara pribadi atau kolektif, telah menderita kerugian, termasuk luka fisik atau mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perusakan cukup besar atas hak-hak dasarnya, lewat tindakan atau penghapusan yang bertentangan dengan hukum pidana yang berlaku di Negara-negara Anggota, termasuk hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan yang bisa dikenai pidana. Seorang dapat dianggap korban, berdasarkan Deklarasi ini, tanpa menghiraukan apakah pelaku kejahatannya dikenali, ditahan, diajukan ke pengadilan atau dihukum dan tanpa menghiraukan hubungan kekeluargaan antara pelaku kejahatan dan korban. Istilah “korban” juga termasuk, di mana tepat, keluarga dekat atau tanggungan korban langsung orang-orang yang telah menderita kerugian karena campur tangan untuk membantu korban yang dalam keadaan kesukaran atau mencegah jatuhnya korban. Negara-negara harus mempertimbangkan untuk memasukan ke dalam hukum nasional norma-norma yang melarang penyalahgunaan kekuasaan tersebut. Secara khusus, perbaikan tersebut harus mencakup restitusi dan/atau kompensasi tersebut (Kompensasi), serta bantuan dan dukungan material, medis, psikologis dan sosial yang perlu. Hal ini tercantum dalam  Deklarasi mengenai Prinsip-prinsip Keadilan Dasar Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (1985), yang disahkan oleh Resolusi Majelis Umum 40/34, 29 Nopember 1985.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/prinsip-prinsip-ini-mengatur-dasar-keadilan-bagi-korban-kejahatan-dan-penyalahgunaan-kekuasaan-1985/

Konvensi Mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki Dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki Dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya

Pada Sidang ke 34 Badan Pengurus Kantor Buruh Internasional di Jenewa 6 Juni 1951, Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional telah menetapkan  Konvensi mengenai Konvensi Mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki Dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya  pada tanggal 29 Juni 1951.  Istilah “pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya” merujuk kepada nilai pengupahan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-mengenai-pengupahan-bagi-laki-laki-dan-wanita-untuk-pekerjaan-yang-sama-nilainya/

Konvensi Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Konvensi Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja

Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional telah memutuskan untuk menerima beberapa usulan mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja. Dengan Memperhatikan syarat-syarat Konvensi Usia Minimum (Industri) 1919, Konvensi Usia Minimum (Laut) 1920, Konvensi Usia Minimum (Pertanian) 1921, Konvensi Usia Minimum (Penyeimbang dan Juru Api) 1921, Konvensi Usia Minimum (Pekerjaan Non Industri) 1932, Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Laut) 1936, Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Industri) 1937, Konvensi (Revisi) Usia Minimum (Pekerjaan Non Industri) 1937, Konvensi Usia Minimum (Nelayan) 1959, Konvensi Usia Minimum (Pekerjaan Bawah Tanah) 1965.

Mempertimbangkan bahwa telah tiba waktunya untuk menetapkan suatu instrumen umum mengenai hal itu yang secara berangsur-angsur akan menggantikan instrumen-instrumen yang berlaku pada sektor ekonomi yang terbatas dengan tujuan untuk mencapai penghapusan kerja anak secara menyeluruh. Negara para Pihak akhirnya menetapkan Konvensi mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja pada tanggal 26 Juni 1973

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-mengenai-usia-minimum-untuk-diperbolehkan-bekerja/

Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment), yang selanjutnya disebut “CAT”, yang diterima oleh Majelis Umum (MU) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1984, mulai berlaku pada 27 Juni 1987. Pemantauan pelaksanaan CAT di Negara-negara Pihak dilakukan oleh Komite menentang Penyiksaan (Committee against Torture), yang dibentuk berdasarkan CAT dan yang beranggotakan sepuluh pakar independen.

Konferensi Sedunia tentang HAM menegaskan lagi bahwa upaya untuk menghapuskan penyiksaan hendaknya, pertama dan terutama, dikon-sentrasikan pada pencegahan dan, oleh karena itu, menyerukan diterimanya dengan segera sebuah protokol opsional pada Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat, yang dimaksudkan untuk membentuk sistem preventif kunjungan reguler ke tempat-tempat penahanan.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/pokok-pokok-isi-protokol-opsional-pada-konvensi-menentang-penyiksaan/

Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Hak Anak Tentang Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Hak Anak Tentang Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Anak membutuhkan perlindungan khusus, dan memerlukan perkembangan situasi anak yang berkesinambungan dan tanpa perbedaan sebagaimana juga untuk pengembangan dan pendidikan mereka dalam kondisi yang damain dan aman.  Dikhawatirkan oleh dampak yang berbahaya dan menyebar luas dari konflik bersenjata trehadap anak dan konsekuensi jangka panjang terhadap perdamaian yang kekal, keamanan, dan perkembangan. Mengutuk kegiatan yang menjadikan anak sebagai sasaran dalam situasi konflik bersenjata dan serangan langsung terhadap objek-objek yang dilindungi oleh hukum internasional, termasuk juga tempat-tempat yang dibutuhkan anak-anak, seperti sekolah dan rumah sakit, mengingat penetapan Statuta Mahkamah Pidana Internasional, khususnya penerapan wajib militer atau perekrutan anak-anak di bawah umur 15 tahun untuk berpartisipasi secara aktif dalam peperangan baik dalam konflik bersenjata internasional maupun non internasional sebagai kejahatan perang,Untuk memperkuat pelaksanaan hak-hak yang diakui dalam Konvensi tentang Hak Anak, ada kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan anak untuk tidak dilibatkan dalam konflik bersenjata. Negara-negara Pihak pada Protokol ini setuju untuk menetapkan Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Hak Anak Tentang Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Indonesia meratifikasi Protokol Opsional ini pada 24 September 2012

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/protokol-opsional-pada-konvensi-tentang-hak-anak-tentang-keterlibatan-anak-dalam-konflik-bersenjata/

Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Hak Tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak Dan Pornografi Anak

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Hak Tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak Dan Pornografi Anak

Konvensi tentang Hak-hak Anak memberikan perlindungan pula terhadap hak-hak anak terhadap eksploitasi ekonomi dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang sekiranya membahayakan atau mengganggu pendidikan, atau membahayakan kesehatan anak atau perkembanagn fisik, mental, spritual, moral, dan sosial anak.

Semakin maraknya dan meningkatnya lalu lintas perpindahan anak untuk tujuan penjualan anak, prostitusi anak , pornografi anak, meluasnya dan berlanjutnya praktik wisata seks, yang mana anak-anak sangat rentan terhadapnya, karena praktik ini secara langsung mendukung terjadinya penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, Menyadari bahwa jumlah kelompok khusus yang rentan termasuk anak perempuan, menghadapi resiko yang lebih tingggi terhadap eksploitasi seksual, dan ia tidak diwakili secara proporsional di antara mereka yang secara seksual dieksploitasi, Negara para pihak sepakat untuk menetapkan Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Hak Tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak Dan Pornografi Anak.

Indonesia meratifikasi Protokol Opsional ini pada 24 September 2012

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/protokol-opsional-pada-konvensi-tentang-hak-tentang-penjualan-anak-prostitusi-anak-dan-pornografi-anak/

Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

/Instrumen HAM Internasional /Tematik HAM /Protokol Opsional Pada Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa menergaskan kembali keyakinan dalam hak asasi manusia mendasar, dalam maratabat dan harga diri manusia dan dalam persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sederajat dalam martabat dan hak dan bahwa tiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dimuat didalamnya, tanpa perbedaan apapun, termasuk pembedaan berdasarkan jenis kelamin,

Untuk memastikan agar permpuan secara penuh dan sederajat dapat menikmati semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar, serta mengambil tindakan yang efektif untuk mencegah pelanggaran atas hak dan kebebasan-kebebasan ini,  Negara-negara Pihak pada Protokol ini Telah menyetujui  penetapan Protokol Opsional Pada Konvensi  Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/protokol-opsional-pada-konvensi-tentang-penghapusan-segala-bentuk-diskriminasi-terhadap-perempuan/

UU Nomor 18 tahun 1956 Tentang Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 18 tahun 1956 Tentang Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama

Undang-undang memberi jaminan atas hak-hak dasar untuk  menjamin kebebasan buruh untuk masuk atau tidak masuk Serikat Buruh, melindungi buruh terhadap campur tangan majikan dalam soal ini, melindungi Serikat Buruh terhadap campur tangan majikan dalam mendirikan, cara bekerja serta cara mengurus organisasinya, khususnya mendirikan organisasi di bawah pengaruh majikan atau yang disokong dengan uang atau cara lain oleh majikan,  menjamin penghargaan hak berorganisasi, menjamin perkembangan serta penggunaan badan perundingan sukarela untuk mengatur syarat-syarat dan keadaan-keadaan kerja dengan perjanjian perburuhan.

GDE Error: Error retrieving file – if necessary turn off error checking (404:Not Found)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/uu-nomor-18-tahun-1956-tentang-hak-untuk-berorganisasi-dan-berunding-bersama/

UU Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang undang Dasar 1945 adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, sehingga segala bentuk diskriminasi rasial harus dicegah dan dilarang. Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa. Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa dalam sidangnya pada tanggal 21 Desember 1965 telah menerima secara baik International Convention On The Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination (Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial)

konvensi tersebut pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia serta selaras dengan keinginan bangsa Indonesia untuk secara terusmenerus menegakan dan memajukan pelaksanaan hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka Indonesia menetapkan Undang-undang republik indonesia nomor 29 tahun 1999 tentang pengesahan international convention on the elimination of all forms of racial discrimination 1965 (konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial 1965)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/uu-indonesia-nomor-29-tahun-1999-tentang-pengesahan-konvensi-internasional-tentang-penghapusan-segala-bentuk-diskriminasi-rasial-1965/

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi Ilo Nomor 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi Ilo Nomor 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja

Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pencasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan  martabat manusia sehingga anak sebagai generasi penerus bangsa wajib memperoleh jaminan perlindungan agar dapat tumbuh dan berkembang secara  sehat dan wajar, baik jasmani dan rohani, maupun sosial dan intelektual. Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Tahun 1948,  Deklarasi Philadelphia Tahun 1944, Konstitusi Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO), dan Konvensi Hak-hak Anak Tahun 1989. Konferensi Ketenagakerjan Internasional yang kelima puluh delapan tanggal  26 Juni 1973, telah menyetujui ILO Convention No. 138 concerning Minimum Age  for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja).

Konvensi tersebut selaras dengan keinginan bangsa Indonesia untuk secara  terus meneruss menegakkan dan meningkatkan pelaksanaan hak-hak dasar anak  dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berdasarkan petimbangan tersebut Pemerintah Indonesia Menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi Ilo Nomor 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja

GDE Error: Error retrieving file – if necessary turn off error checking (404:Not Found)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/undang-undang-republik-indonesia-nomor-20-tahun-1999-tentang-usia-minimum-untuk-diperbolehkan-bekerja/

UU Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi ILO Mengenai Penghapusan Kerja Paksa

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi ILO Mengenai Penghapusan Kerja Paksa

Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat martabat manusia serta menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, sehingga segala bentuk kerja paksa harus dihapuskan. Bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menghormati, menghargai, dan menjunjung  tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia  Tahun 1948, Deklarasi Philadelphia Tahun 1944, dan Konstitusi Organisasi Ketenagakerjaan Internasional  (lLO).

 Konferensi Ketenagakerjaan Internasional keempat puluh tanggal 25 Juni 1957 di Jenewa, Swiss, telah menyetujui ILO Convention No. 105 concerning  the Abolition of Forced Labour (Konvensi ILO mengenai  Penghapusan Kerja Paksa). Ketentuan Konvensi tersebut selaras dengan keinginan bangsa Indonesia untuk secara terus menerus  menegakkan dan memajukan pelaksanaan hak-hak dasar pekerja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan Pertimbangan itu Indonesia menetapkan UU Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi Ilo Nomor 105 Concerning The Abolltion Of Forced Labour (Konvensi Ilo Mengenai Penghapusan Kerja Paksa)

GDE Error: Error retrieving file – if necessary turn off error checking (404:Not Found)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/137/

UU Nomor 21 Tahun 1999 Tentang Pengesahan ILO Convention No. 111 Concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation (Konvensi ILO mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan)

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 21 Tahun 1999 Tentang Pengesahan ILO Convention No. 111 Concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation (Konvensi ILO mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan)

Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila  dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum yang  menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin  semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum,  sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap pekerja  berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan  politik, kebangsaan atau asal usul keturunan harus dihapuskan

Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi  prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta  Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Tahun 1948, Deklarasi Philadelphia Tahun 1944, Konstitusi Organisasi  Ketenagakerjaan Internasional (ILO),  bahwa Konferensi Ketenagakerjaan Internasional dalam  sidangnya yang keempat puluh dua tanggal 25 Juni 1958, telah  menyetujui ILO Convention No. 111 concerning Discrimination  in Respect of Employment and Occupation (Konvensi ILO  mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan). Ketentuan itu  selaras dengan keinginan bangsa Indonesiauntuk secara terus menerus menegakkan dan meningkatkan pelaksanaan hak-hak dasar pekerja dalam  kehidupan berbangsa, dan bernegara.

Berdasarkan Pertimbangan di atas Pemerintah Indonesia menetapkan Undang-undang tentang Pengesahan ILO Convention No. 111 Concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation (Konvensi ILO mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan).

GDE Error: Error retrieving file – if necessary turn off error checking (404:Not Found)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/uu-nomor-21-tahun-1999-tentang-diskriminasi-dalam-pekerjaan-dan-jabatan/

UU Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi Ilo Nomor 182 Mengenai Pelarangan Dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi Ilo Nomor 182 Mengenai Pelarangan Dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak

Bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik  dewasa maupun anak-anak dilindungi dari upaya-upaya mempekerjakannya pada pekerjaan-pekerjaan yang  merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang tidak manusiawi.

Indonesia memutuskan untuk menetapkan Undang-undang tentang pengesahan ilo convention no. 182 conceming the prohibition and immediate action for the elimination of the worst forms of child  labour (konvensi ilo no.182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak)

GDE Error: Error retrieving file – if necessary turn off error checking (404:Not Found)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/undang-undang-nomor-1-tahun-2000-tentang-pelarangan-dan-tindakan-segera-penghapusan-bentuk-bentuk-pekerjaan-terburuk-untuk-anak/

UU No 80 Tahun 1957 Tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No 100 Mengenai Pengupahan Yang Sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU No 80 Tahun 1957 Tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No 100 Mengenai Pengupahan Yang Sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya

Bahwa Indonesia semenjak 12 Juli 1950 adalah anggota dari Organisasi Perburuhan Internasional, bahwa Konpensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 100 tentang pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya, yang telah diterima oleh wakil-wakil anggota-anggota Organisasi Perburuhan Internasional dalam sidangnya Organisasi Perburuhan Internasional dalam sidangnya ketigapuluh empat di Jenewa (1951) dapat disetujui. Berdasarkan Pasal 19 Anggaran Dasar Organisasi Perburuhan Internasional, Pasal-pasal 89 dan 120 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Indonesia memutuskan untuk menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERSETUJUAN KONVENSI ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL NO. 100 MENGENAI PENGUPAHAN YANG SAMA BAGI BURUH LAKI-LAKI DAN WANITA UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA.

GDE Error: Error retrieving file – if necessary turn off error checking (404:Not Found)

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/uu-no-80-tahun-1957-tentang-persetujuan-konvensi-organisasi-perburuhan-internasional-no-100-mengenai-pengupahan-yang-sama-bagi-buruh-laki-laki-dan-wanita-untuk-pekerjaan-yang-sama-nilainya/

UU Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh

Undang – undang ini dibuat untuk Pemerintah Aceh sebagai pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang di sahkan untuk menindak lanjuti hasil dari perjanjian damai antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka. UU Pemerintahan Aceh ini juga memandatkan Pembentukan Pengadilan HAM Aceh dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh.

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/undang-undang-republik-indonesia-nomor-11-tahun-2006-tentang-pemerintahan-aceh/

 

Peraturan Mahkamah Konstitusi No 11 Tahun 2006 ini mengatur Tentang Administrasi Yustisial

/Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /Peraturan Mahkamah Konstitusi No 11 Tahun 2006 ini mengatur Tentang Administrasi Yustisial

Peraturan Mahkamah Konstitusi No 11 Tahun 2006 ini mengatur  Tentang Administrasi Yustisial di Indonesia

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/peraturan-mahkamah-konstitusi-no-11-tahun-2006-ini-mengatur-tentang-administrasi-yustisial/

Arbi Sanit - Personal Name

Proses demokrasi dan pembangunan ekonomi yang berjalan selama 10 tahun reformasi di Indonesia ternyata belum dapat memberikan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Pemilihan umum langsung, otonomi daerah dan pilkada, ternyata tidak dapat memberikan solusi atas krisis ekonomi yang dialami rakyat paska krisis moneter 1998. Dalam berbagai diskusi tentang problem ekonomi politik Indonesia muncul analisis yang melihat pengaruh globalisasi sebagai faktor yang turut menghancurkan gerak ekonomi Indonesia. Kemiskinan, kelaparan dan pengangguran dari hari ke hari berkembang kian menguat di tengah masyarakat seiring dengan merosotnya nilai riil pendapatan mereka di bawah aura deprivasi nilai-nilai kehidupan. Sementara itu, seluruh perangkat politik dan perangkat pemerintahan mengalami kelumpuhan di dalam menghadapi akibat dari globalisasi.

Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR) – Referensi HAM

PBB


Komentar Umum (general comment) merupakan interpretasi otoritatif yang berlaku seperti panduan, berisi cakupan, karakteristik dan cara membaca isi konvensi. Dikeluarkan oleh badan atau komite PBB yang membidangi hak-hak terkait. Posisi Komentar Umum  adalah soft laws yang tidak mengikat secara hukum (legally binding).

Panduan ini dirancang untuk menjamin bahwa laporan-laporan diberikan dalam bentuk yang seragam sehingga memampukan Komite dan Negara-negara Pihak untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai situasi di setiap Negara berkaitan dengan implementasi hak-hak yang diatur dalam Kovenan.

Komentar Umum dirancang untuk membantu setiap Negara dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya berdasarkan Kovenan tersebut, selain itu, untuk memberikan suatu landasan dimana Dewan, dengan bantuan Komite, dapat melaksanakan tanggung-jawab pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban-kewajiban oleh Negara, dan tanggung-jawab untuk memfasillitasi pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang sejalan dengan kondisi-kondisi dalam Kovenan. Komite berpandangan bahwa pelaporan bukanlah sekadar sebuah masalah prosedural yang dirancang hanya untuk memuaskan kewajiban formal setiap Negara ,sebaliknya proses-proses persiapan dan penyerahan laporan oleh Negara dapat, dan harus benar-benar, membantu pencapaian berbagai sasaran.

Unsur-Unsur Kejahatan Pada Statuta Roma

/Instrumen HAM Internasional /Unsur-Unsur Kejahatan Pada Statuta Roma

Sebagaimana telah dinyatakan dalam pasal 30, kecuali kalau dinyatakan sebaliknya, seseorang harus dinyatakan bertanggung jawab atas kejahatan dan pantas untuk dihukum atas perbuatan kejahatan dalam jurisdiksi Mahkamah hanya jika unsur-unsur materialnya dilakukan dengan sengaja dan sadar. Jika tidak ada petunjuk ditentukan dalam Unsur-Unsur Kejahatan menyangkut unsur mental dalam tindakan atau perbuatan khusus, konsekuensi atau kondisi dan keadaan yang termasuk dalam daftar, maka dapat dipahami bahwa unsur mental yang relevan, yaitu, niat (kesengajaan), pengetahuan (kesadaran).

 


Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...