Kamis, 20 April 2023

Mencermati Pengumuman Panglima TNI tentang Status Papua Barat Menjadi Daerah Siaga Tempur

By: Kristian Griapon, April 19, 2023

Operasi senyap identik dengan operasi intelijen militer Indonesia terhadap kelompok perlawanan bersenjata pejuang kemerdekaan Papua Barat TPNPB-OPM di Papua Barat, bagian dari Strategi Pemerintah Republik Indonesia untuk menumpas  habis Ideologi Papua Merdeka yang dipandang sebagai penghalang integrasi politik wilayah geografi Papua Barat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Operasi senyap telah berlangsung sejak Indonesia menduduki wilayah geografi Papua Barat pada 1 Mei 1963, dan opersasi senyap telah berakibat korban penduduk sipil orang-orang asli Papua di daerah-daerah perkampungan mereka yang menjadi sasaran operasi senyap.

Operasi senyap telah terbongkar ke publik, setelan terjadi penyerangan militan TPNPB-OPM terhadap Tim Badak 1, Badak 3, Candraca 2, dan Candraca 11, Tim Gabungan Satgas Yonif R 321/GT dan Kopasus di Pos Mugi, diserang saat pembersihan di daerah  Mugi-Mam Kompleks, Nduga Papua Barat, pada Sabtu 15 April 2023, mengakibatkan sejumlah  tentara Indonesia tewas tertembak.

Menanggapi peristiwa itu, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Laksamana Yudo Margono mengumumkan di Landasan Udara Timika, Papua Barat, pada Selasa 18 April 2023 ke publik, tentang peningkatan status operasi militer di Papua Barat menjadi status siaga tempur.

Menaikkan status siaga tempur menunjukkan bahwa, Papua Barat sudah bukan lagi daerah penegakkan hukum (pendekatan metode kepolisian) terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang disebut oleh Indonesia terhadap pejuang kemerdekaan Papua Barat TPNPB-OPM. Menaikkan status siaga tempur artinya Papua Barat telah menjadi daerah perang, konflik bersenjata di dalam negeri Indonesia, berlakulah aturan perang pasal  (3) konvesi  Jenewa 1949, sehingga status pejuang kemerdekaan bangsa Papua Barat TPNPB-OPM adalah kombatan, sudah tidak bisa disembunyikan lagi dibawah isu kriminal (teroris).

Dapat dicermati bahwa, status siaga tempur disatu sisi untuk mempertegas peran militer Indonesia sebagai alat pertahanan dan keamanan negara dalam menjaga serta mempertahankan integrasi wilayah Papua Barat tetap berada di dalam NKRI, namun di sisi lain memperkuat pengakuan terhadap kelompok perlawanan bersenjata pejuang kemerdekaan Papua Barat TPNPB-OPM di Wilayah Geografi Papua Barat bukan kelompok kriminal/teroris, kelompok itu adalah pejuang kemerdekaan yang sifatnya politik.

Panglima TNI telah memberi pesan kepada publik di dalam negeri dan di luar negeri, bahwa keberadaan pejuang kemerdekaan Papua Barat TPNPB-OPM adalah murni masalah politik untuk mendirikan sebuah Negara Papua Barat Merdeka di luar NKRI. Tentu saja perlawanan bersenjata TPNPB-OPM sangat mengganggu eksistensi bangsa dan negara Indonesia di Papua Barat, sehingga menjadi kewenangan TNI di garda depan untuk menghadapi pejuang kemerdekaan TPNPB-OPM, tidak dibelakang Polisi lagi mengawal penegakkan hukum.

Perlu dicatat, bahwa pengambilan keputusan tergesa-gesa tanpa memikirkan dampaknya, akan memperburuk masalah Papua Barat dan membuka ruang intervensi pihak ketiga (masyarakat internasional). Alasannya penegakkan hukum nasional Indonesia sudah tidak bisa menjamin penyelesaian konflik Papua Barat dan Indonesia, karena Papua Barat dan Indonesia telah menjadi para pihak yang bermusuhan, tidak mungkin duduk bersama tanpa melibatkan pihak ke tiga menyelesaikan Konflik kedua bangsa (Papua dan Indonesia). Konsekuensinya hukum internasional akan diberlakukan untuk mencari jalan penyelesaai damai, model Timor-Timur, atau Aceh, wasalam.(Kgr)

Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.

Senin, 10 April 2023

Pejuang Kemerdekaan Papua Barat Harus Belajar Dari Perlawanan Rakyat Timor-Timur


By:Kristian Griapon, April 10, 2023

Dua Tokoh Penting Dalam Perjuangan Rakyat Timor-Timur, Ramos Horta Dan Xanana Gusmao

Perjuangan Bangsa Papua Barat  setidaknya harus belajar dari perlawanan rakyat Timor –Timur merebut kemerdekaannya dari Indonesia, dibawah payung perlawanan politik  Front Revolusi Independen Timor Leste atau yang memiliki nama resmi Frente Revolucionária de Timor Leste Independente (Fretilin) sebuah gerakan pertahanan yang berjuang untuk kemerdekaan Timor Timur, pertama dari Portugal dan kemudian dari Indonesia.

Perlawanan yang dimulai sejak tahun 1974 sampai dengan tahun 1998, yang pada akhirnya membawa rakyat Timor-Timur keluar dari penjajahan Indonesia melalui referendum pada, 30 Agustus 1999.

Pada awalnya, Fretilin bernama Associação Social Democrática Timorense (ASDT). Setelah Timor Timur mendapatkan kemerdekaan dari Indonesia, Fretilin menjadi salah satu partai politik yang berusaha mendapatkan kuasa dalam sistem multi-partai.

Pemimpin penting Fretilin adalah José Ramos Horta, yang pada Desember 1996 menerima Penghargaan Perdamaian Nobel bersama saudara senegaranya, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo






Fretelin didukung oleh sayap pemuda, yaitu Organisasi pemuda dan pelajar Timor-Timur di dalam negeri dan di luar negeri. Selain itu di dalam negeri Timor-Timur perlawanan rakyat Timor-Timur diperkuat oleh sayap paramiliter, yaitu Falintil yang terbentuk pada tahun 1975, satu tahun setelah  Fretelin terbentuk  pada tahun 1974. Dan pada tahun 2001 setelah Timor-Timur merdeka, Falintil dilebur menjadi angkatan bersenjata Timor Leste.

Komandan pertama FALINTIL adalah Nicolau dos Reis Lobato. Lobato tewas dalam pertempuran dengan pasukan bersenjata Indonesia pada tahun 1978 dan Xanana Gusmao terpilih sebagai penggantinya melalui konferensi nasional rahasia di Lacluta, Viqueque Timor Leste pada tahun 1981. (sumber:ensiklopedia bebas)


Mengapa Timor-Timur  yang tofografi wilayahnya tidak sebanding tofografi wilayah Papua Barat yang medannya menantang, namun rakyat Timor-Timur tetap kuat bertahan dalam perlawanan politiknya dari tahun 1974 setelah mengkudeta otoritas portugis yang berkuasa di Timor-Timur dan menghadapi invasi militer Indonesia yang menduduki wilayah itu sejak tahun 1975, dan berhasil mengusir keluar militer Indonesia dari negerinya melalui referendum pada, 30 Agustus 1999?

Rakyat Timor-Timur sendirilah yang bisa menjawab, bagaimana mereka menghadapi kekejaman pendudukan militer Indonesia diatas tanah air pusaka mereka dan mereka berhasil mengusirnya keluar melalui campur tangan masyarakat internasional. 

Rakyat Papua Barat mengalami kekejaman yang sama dihadapi dan dirasakan rakyat Timor-Timur. Jumlah korban jiwa  penduduk asli Papua sejak militer Indonesia menguasai wilayah Papua Barat pada, 1 Mei 1963 hingga saat ini, dalam angka perkiraan diatas setengah juta jiwa. Namun dalam kenyataannya dianggap biasa-biasa saja dan tidak menarik perhatian masyarakat internasional. Mengapa demikian?

Dari pengamatan penulis, terhadap perjuangan rakyat Timor-Timur, teramati tiga catatan penting penulis, sebagai berikut:

Pertama:

Ketokohan dalam kepemimpinan perlawanan rakyat Timor-Timur menjadi titik sentral dalam menjaga persatuan dan mengendalikan perjuangan rakyat Timor-Timur, artinya semua komponen perjuangan menyadari dan mengerti dimana arena perjuangan mereka dan dengan siapa mereka berhadapan, saling dukung mendukung dalam perjuangan merebut kemerdekaan, tidak mempetak-petakkan kelompok juang yang satu dengan lainnya dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Itu menjadi landasan utama yang memperkuat rakyat Timor-Timur berhasil terlepas dari genggaman penjajahan Indonesia.

Kedua:   

Rakyat Timor-Timur yang pro kemerdekaan memiliki motivasi juang yang tinggi, ditengah-tengah perlawanannya terhadap militer Indonesia dan juga menghadapi saudaranya yang pro Integrasi dengan Indonesia. Menunjukkan landasan mental dan spirit juang yang tinggi dalam menghadapi situasi dan kondisi darurat militer.

Ketiga:   

Perjuangan rakyat Timor-Timur dapat dimanage dengan baik, terutama perlawanan sipil dan para militer di dalam negeri, serta membangun kepercayaan komunitas internasional melalui kampanye politik, propaganda politik dan menyebar luas isu kejahatan kemanusiaan lewat International Non Goverment Organisation (INGO), serta lobi politik dukungan International Goverment Organisation's (IGO's di dunia internasional.

Masalah Ketokohan, Beda Pendapat Menjadi Dasar Perpecahan Dalam Tubuh OPM, Sehingga Mempersulit Dukunngan Politik Masyarakat Internasional.

Perbedaan pendapat kedua tokoh eksil politik Papua Barat Markus Wonggor.Kaisiepo dan Nicolaas.Youwe mengenai strategi yang harus ditempuh oleh OPM untuk mencapai tujuannya melalui diplomasi poltik di dunia internasional, sangat mempengaruhi faksi-faksi pejuang dalam negeri di Papua Barat, yaitu garis keras diibawah komando Markus Wonggor Kaisiepo dan yang berhaluhan moderat dibawah komando Nicolaas Youwe..

Markus Kaisiepo adalah presiden pertama dari pemerintah Papua Barat di pengasingan menganut garis keras, dimana ia berpendapat bahwa OPM harus menggunakan senjata untuk mencapai tujuannya, oleh karena itu Kaisiepo mendorong OPM untuk bekerja sama dengan sebuah yayasan di negeri Belanda yang selama ini membiayai pemeritahan RMS di pengasingan dibawah pimpinan Ir.Manusama. Dan sebaliknya Youwe berusaha menjauhkan OPM dari RMS dan menempuh jalan diplomasi di dunia Internasional.

Setelah dibentuk pemerintahan Sorong-Samarai di Port Moresby ibukota PNG pada tahun 1972, dibentuk juga “Komite Kemerdekaan Papua Barat” yang di ketuai oleh “Nicolaas Youwe” dan bersamaan dengan itu dibentuk “Front Nasional Papua Barat” yang diketuai oleh “Markus Kaisiepo”. Tujuan Youwe untuk mendirikan Negara Papua Barat dan tujuan Kaisiepo untuk mendirikan Negara Federasi Melanesia yang meliputi Papua Barat dan Maluku, kedua organisasi ini berkedudukan di Belanda. 

Benih perpecahan itu diturunkan kepada genersasi pejuang berikutnya, Kaisiepo menurunkan kepada Pimpinan TPN,Seth Jafeth Rumkorem. Dan Youwe menurunkan kepada pemimpin PEMKA Yacob Hendrik Prai, yang kemudian berkembang menjadi sentimen kesukuan yang dirawat hinga kini, walaupun ULMWP dibentuk untuk mengakomodir semua faksi kelompok pejuang kemerdekaan Papua Barat.

Sentimen kesukuan di Papua Barat adalah faktor dasar sosial-budaya, yang telah diamati oleh Badan Intelijen Negara Indonesia yang selama ini melakukan operasi intelijen di Papua Barat dan  diproses melalui pendekatan politik, diantaranya kebijakan pemekaran  wilayah Papua Barat, untuk tujuan utama menghancurkan "Stelsel/Ideologi Gerakan Kemerdekaan Papua Barat".(Kgr)

Kamis, 06 April 2023

Resolusi Keadilan Iklim, Mengusik Kepentingan Ekploitasi Sumber Daya Alam Negara Negara Industri


Deputi Perwakilan AS untuk Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC), Nicholas Hill


Pernyataan Deputi Perwakilan AS untuk Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC), Nicholas Hill,AS tidak setuju dengan resolusi yang dipimpin Vanuatu. 

Ulasan By: Kristian Griapon, April 6, 2023

Menurut Nicholas Hill pendekatan terbaik adalah diplomasi. Pernyataan itu memperlihatkan kegelisahan AS atas kepentingan imperialis di wilayah-wilayah dunia ketiga (kawasan masyarakat tradisional di batas atau di dalam kedaulatan sebuah negara) yang selama ini aman-aman saja. Namun akan terganggu setelah keputusan pendapat hukum internasional di ICJ diumumkan dan diapliksasi oleh majelis umum PBB menjadi kewajiban internasional yang mengikat semua negara.

Kalau menggunakan cara diplomasi yang dikehendaki AS, itu sifatnya politik tidak mengikat,hanya akan menguntungkan negara-negara industri dan negara-negara sedang berkembang yang menjadi mitra bisnis penyedia dan penyuplai sumber daya alam untuk kepentingan negara industri. Namun jika ada jaminan sebuah resolusi yang menjadi kekuatan hukum internasional yang mengikat semua negara, tanpa pengecualian, kenyataan itu akan menjamin keadilan bagi semua negara, terutama negara-negara kecil yang selama ini tersisi dalam menyuarakan tentang keadilan dan lingkungan.

Selama ini negara paman sam alias Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya merasa aman dalam kaitan pemanfaatan bahan bakar fosil (minyak bumi, gas dan batu bara) yang mengandung hidrokarbon, sumber energi yang menggerakkan pabrik-pabrik berskala besar yang menhasilkan Emisi Gas Rumah Kaca (pemanasan global), yang berimbas pada perubahan iklim ekstrim secara global. Hal itu telah menjadi perhatian serius PBB terhadap ancaman kehidupan makhluk hiedup, diantaranya manusia dan tumbuh-tumuhan di bumi. 

Di era industri, tidak ada perangkat hukum internasional yang mengikat, mengatur kewajiban, dan tanggungjawab Internasional, serta sanksi hukum internasional terhadap semua negara di dunia tanpa pengecualian dibawah naungan PBB, sehubungan dengan pemanfaatan dan pengolaan  sumber daya alam yang bertanggungjawab dan konsekwensi hukum internasionalnya terhadap kejahatan lingkungan dan kejahatan kemanusiaan, dua mata rantai yang saling bersentuhan dan tidak bisa dipisahkan.

Resolusi tentang keadilan iklim, subtansinya  tertuju pada pemanfaatan dan pengolaan sumber daya alam secara bertanggungjawab dan sanksi hukum internasionalnya terhadap kejahatan lingkungan dan kejahatan kemanusiaan di wilayah dunia ke tiga, yaitu, kawasan penyangga ekosistem di dalam daerah masyarakat tradisional, di batas, atau di dalam kedaulatan sebuah negara.

Resolusi tentang keadilan iklim diharapkan dapat memperbaiki dan mengatasi kerusakan  kawasan lingkungan hidup dan eko sistemnya, serta tidak mengorbankan, akan tetapi menjamin keadilan hak-hak ekosob dan  kelangsungan hidup masyarakat tradisional, pemilik properti di sebuah kawasan, di batas, atau di dalam wilayah kedaulatan sebuah negara.

Resolusi tentang keadilan telah menjadi bagian dari komitmen negara-negara anggota PBB terhadap hak, kewajiban tanggungjawab, dan sanksi hukum internasional terhadap semua negara tidak terkecuali, untuk menjaga dan merawat lingkungan kehidupan di bumi demi kelangsungan kehidupan semua makhluk dan tumbuhan.

"Sejak Antonio Guterres diangkat menjadi Sekjen PBB, 1 Januari 2017, ia bertekad membawa perubahan dalam lembaga yang dipimpinnya" 

Dari keberhasilan dua negara kecil, Mauritius dan Vanuatu dalam usulan resolusi di Majelis Umum PBB, yang berhasil diadopsi menjadi resolusi majelis umum PBB melalui voting, memperlihatkan kedudukan semua negara dan bentuk kooperatf di PBB sama, tidak membedakan negara besar maupun kecil.

Kini mulai nampak bahwa penempatan  Diplomat AS di Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC), guna mengawal imperialis AS dalam kepentingan eksploitasi sumber daya alam di wilayah-wilayah dunia ketiga, di kawasan lingkungan masyarakat tradisional didalam kedaulatan sebuah negara. 

Contoh kasus AS mendukung Indonesia dalam mengeksploitasi pertambangan  tembaga di Timika Papua Barat, dibawah operasional perusahan AS Freeport McMoRan, hak-hak ekosob masyarakat tradisional Papua dibuntuti di Dewan Ekonomi dan Sosial.(Kgr)

Entri yang Diunggulkan

    MELIHAT DASAR   KONFLIK WILAYAH PAPUA BARAT   Oleh: Kristian Griapon, September 6, 2024. Pengantar: Era teknolgi digital memba...