By: Kristian Griapon, April 19, 2023
Operasi senyap identik dengan operasi intelijen militer
Indonesia terhadap kelompok perlawanan bersenjata pejuang kemerdekaan Papua
Barat TPNPB-OPM di Papua Barat, bagian dari Strategi Pemerintah Republik
Indonesia untuk menumpas habis Ideologi
Papua Merdeka yang dipandang sebagai penghalang integrasi politik wilayah
geografi Papua Barat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Operasi senyap telah berlangsung sejak Indonesia
menduduki wilayah geografi Papua Barat pada 1 Mei 1963, dan opersasi senyap telah
berakibat korban penduduk sipil orang-orang asli Papua di daerah-daerah perkampungan
mereka yang menjadi sasaran operasi senyap.
Operasi senyap telah terbongkar ke publik, setelan terjadi penyerangan militan TPNPB-OPM
terhadap Tim Badak 1, Badak 3, Candraca 2, dan Candraca 11, Tim
Gabungan Satgas Yonif R 321/GT dan Kopasus di Pos Mugi, diserang saat pembersihan di daerah Mugi-Mam Kompleks, Nduga Papua Barat, pada
Sabtu 15 April 2023, mengakibatkan sejumlah
tentara Indonesia tewas tertembak.
Menanggapi
peristiwa itu, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Laksamana Yudo Margono
mengumumkan di Landasan Udara Timika, Papua Barat, pada Selasa 18
April 2023 ke publik,
tentang peningkatan status operasi militer di Papua Barat menjadi status siaga
tempur.
Menaikkan
status siaga tempur menunjukkan bahwa, Papua Barat sudah bukan lagi daerah
penegakkan hukum (pendekatan metode kepolisian) terhadap kelompok kriminal
bersenjata (KKB) yang disebut oleh Indonesia terhadap pejuang kemerdekaan
Papua Barat TPNPB-OPM. Menaikkan status siaga tempur artinya Papua Barat telah menjadi
daerah perang, konflik bersenjata di dalam negeri Indonesia, berlakulah aturan perang pasal (3) konvesi Jenewa 1949, sehingga status
pejuang kemerdekaan bangsa Papua Barat TPNPB-OPM adalah kombatan, sudah tidak bisa disembunyikan lagi
dibawah isu kriminal (teroris).
Dapat dicermati
bahwa, status siaga tempur disatu sisi untuk mempertegas peran militer
Indonesia sebagai alat pertahanan dan keamanan negara dalam menjaga serta
mempertahankan integrasi wilayah Papua Barat tetap berada di dalam NKRI, namun di sisi
lain memperkuat pengakuan terhadap kelompok perlawanan bersenjata pejuang
kemerdekaan Papua Barat TPNPB-OPM di Wilayah Geografi Papua Barat bukan
kelompok kriminal/teroris, kelompok itu adalah pejuang kemerdekaan yang sifatnya politik.
Panglima TNI
telah memberi pesan kepada publik di dalam negeri dan di luar negeri, bahwa
keberadaan pejuang kemerdekaan Papua Barat TPNPB-OPM adalah murni masalah politik untuk mendirikan sebuah Negara Papua Barat Merdeka di luar NKRI. Tentu saja perlawanan bersenjata TPNPB-OPM sangat mengganggu
eksistensi bangsa dan negara Indonesia di Papua Barat, sehingga menjadi kewenangan TNI di garda depan untuk menghadapi pejuang kemerdekaan TPNPB-OPM, tidak dibelakang Polisi lagi mengawal penegakkan hukum.
Perlu dicatat, bahwa pengambilan keputusan tergesa-gesa tanpa memikirkan dampaknya, akan memperburuk masalah Papua Barat dan membuka ruang intervensi pihak ketiga (masyarakat internasional). Alasannya penegakkan hukum nasional Indonesia sudah tidak bisa menjamin penyelesaian konflik Papua Barat dan Indonesia, karena Papua Barat dan Indonesia telah menjadi para pihak yang bermusuhan, tidak mungkin duduk bersama tanpa melibatkan pihak ke tiga menyelesaikan Konflik kedua bangsa (Papua dan Indonesia). Konsekuensinya hukum internasional akan diberlakukan untuk mencari jalan penyelesaai damai, model Timor-Timur, atau Aceh, wasalam.(Kgr)
Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.