Pernyataan PM Marape Menunjukkan Sikap, Negaranya Tidak Mau Didikte Dan Diintervensi
Ulasan Editorial-RNZ Pasifik, 8 September 2023 https://www.rnz.co.nz/international/pacific-news/497572/marape-png-no-right-to-comment-on-abuses-in-west-papua
By; Kristian Griapon, September 9, 2023.
Dilansir dari editorial peberitaan RNZ, 8 September 2023 yang memuat percakapan Presiden RI Joko Widodo dan PM PNG James Marape di sela-sela pertemuan KTT-Asean 2023 di Jakarta, teramati empat (4) poin penting yang harus dicermati oleh orang-orang Papua Barat yang pro-kemerdekaan, yaitu:
Pertama: Perdana Menteri Papua Nugini James Marape telah mengatakan kepada
presiden Indonesia Joko Widodo bahwa PNG tidak berhak mengkritik Jakarta atas
apa yang disebutnya dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat.
Kedua: Marape mengatakan kepada Widodo bahwa dia abstain dalam mendukung
upaya Papua Barat untuk bergabung dengan Melanesian Spearhead Group pada
pertemuan bulan lalu di Port Vila karena Gerakan Persatuan Pembebasan Papua
Barat (ULMWP) “tidak memenuhi persyaratan negara berdaulat penuh”.
Ketiga: Presiden Indonesia mengatakan Wakil Perdana Menteri PNG John Rosso
akan diundang untuk menilai perkembangan yang terjadi di Papua Barat.
Keempat: Widodo mengatakan Indonesia berkomitmen untuk membangun hubungan saling percaya dan kerja sama dengan semua negara Pasifik dan akan menyampaikan undangan kepada para pemimpin mereka untuk menghadiri Forum Negara-Negara Kepulauan (AIS) bulan depan di Indonesia.
Penulis melihat dari sudut pandang etika politik dalam diplomasi hubungan
internasional, Perdana Menteri PNG, Sir.James Marape berjiwa besar menghadapi situasi yang
sulit ketika menerima undangan Indonesia sebagai negara tuan rumah KTT Asean
2023, bertepatan dengan pernyataan yang dibuatnya berkaitan dengan hasil
KTT-MSG 2023, bahwa masalah Papua Barat di dorong ke Forum Kepulaan Pasifik
(PIF) dan Indonesia dikenakan moratorium satu tahun di MSG.
Secara psikologis dalam diplomasi politik luar negeri, nampak jelas Perdana Menteri PNG, James Marape tidak mau
negaranya didikte, atau diintervensi oleh Indonesia tentang masalah Papua
Barat. Hal itu dapat dilihat dari ketegasannya kepada Jokowi, bahwa PNG tidak
berhak mengkritik Jakarta atas apa yang disebutnya dugaan pelanggaran hak asasi
manusia di Papua Barat.dan dia abstain dalam mendukung upaya Papua Barat untuk
bergabung dengan Melanesian Spearhead Group pada pertemuan bulan lalu di Port
Vila, karena Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) “Tidak Memenuhi Persyaratan sebagai Negara Berdaulat Penuh”.
Dilihat dari standar etika diplomasi politik hubungan internasional, seorang
Perdana Menteri PNG, Sir.James Marape telah menegaskan, bahwa masalah dugaan pelanggaran HAM
Berat di Papua Barat secara etika normatif (berperilaku etis), PNG sebagai negara merdeka memiliki
moral dasar untuk tidak mengomentari masalah dugaan pelanggaran HAM di
Papua Barat, karena diluar juridiksi negara PNG, yang menjadi tanggunjawab
Indonesia.
Lalu yang menjadi pertanyaan: Dalam rangka apa Presiden Indonesia mengatakan
Wakil Perdana Menteri PNG John Rosso yang notabene dibawah Perdana Menteri James Marape akan diundang
untuk menilai perkembangan yang terjadi di Papua Barat. Dan berkomitmen untuk
membangun hubungan saling percaya dan kerja sama dengan semua negara Pasifik,
dan akan menyampaikan undangan kepada para pemimpin mereka untuk menghadiri
Forum Negara-Negara Kepulauan (AIS) bulan depan di Indonesia?
Pertanyaan Untuk Para Pemimpin ULMWP.
Apakah ULMWP sudah siap menghadapi perkembangan baru strategi diplomasi
politik luar negeri Indonesia di Pasifik? https://www.antaranews.com/berita/3711174/pm-kepulauan-cook-mou-asean-pif-tegaskan-pentingnya-kolaborasi
Perjuangan Bangsa Papua Barat akan menghadapi jalan buntut apabila
mengandalkan cara-cara klasik untuk menempuh tujuan perjuangannya, tidak mengikuti irama perkembangan masyarakat
global, wasalam.(Kgr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar