Penafsiran
Resolusi MU-PBB 1752 Dan 2504 Terkait Papua Barat Sudah Atau Belum Final Di
Dalam NKRI
Oleh: Kristian Griapon, Februari 13, 2024
A.Tinjauan
Hukum Internasional
Bukan rahasia umum, Orang-orang Papua Barat dihadapkan
pada pernyataan yang sifatnya menteror mental untuk meredup semangat juang
mereka dengan pernyataan politik, “Papua Barat sudah final di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Resolusi MU-PBB 2504”.
Pernyataan yang sifatnya menteror mental itu pada umumnya
terucap melalui Pejabat Negara Republik Indonesia, para politisi dan akademisi,
baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam menghadapi setiap momen yang
berkaitan dengan situasi dan kondisi perkembangan politik di wilayah geografi Papua Barat, terutama menghadapi
tuntutan ‘Hak Penentuan Nasib Sendiri Penduduk asli Papua’
Untuk melihat masalah Papua Barat sudah final atau belum
final di dalam NKRI, terlebih dahulu penulis mengkaji prinsip-prinsip hukum
internasinal dan kaidahnya, yaitu ‘dasar kebenaran yang menjadi pokok berpikir,
bertindak, dsb, serta asas yang menjadi hukum, atau aturan (dalil) dalam Hukum
Internasional (HI).
Prinsip-prinsip dan kaidah hukum internasional yang lahir
dari organisasi-organisasi internasional, yang dituangkan dalam bentuk
keputusan-keputusan, dipandang memiliki derajat dan daya mengikat yang sama
dengan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional lainnya, yang
bersumber dari statuta mahkamah internasional pasal 38.
Prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang ditetapkan PBB
dituangkan dalam bentuk deklarasi: (1).Keputusan. (2).Rekomendasi, yang dikemas
dalam bentuk Resolusi, wajib dan harus dilaksanakan baik oleh para anggota PBB,
maupun badan-badan yang berada dibawah naungan PBB.
Dua keputusan PBB yang mempunyai kekuatan hukum
internasional mengikat, yaitu:
I. Resolusi
yang bersifat deklarasi. Oleh Majelis Umum PBB.
Resolusi ini akan
bertransformasi menjadi kebiasaan internasional, sehingga memiliki kekuatan hukum
dan mengikat layaknya sumber hukum internasional lainnya. Proses transformasi
disebut ‘Instan Customery Law’.
II. Keputusan
Dewan Keamanan PBB.
Keputusan
Dewan Keamanan PBB mempunyai kekuatan hukum mengikat (legal binding)
berdasarkan pasal 25 piagam dasar PBB. Keputusan-keputusan Dewan Keamanan PBB
mempunyai dampak terhadap suatu Negara yang terlibat konflik, atau sengketa
untuk mematuhi dan melaksanakannya, sehingga bagi Negara-negara yang melanggar
akan diberikan sanksi sebagaimana yang telah diatur dalam piagam dasar PBB.
Pengambilan keputusan di dalam system PBB pada umumnya
tidak dapat dipisahkan antara Resolusi, Keputusan, atau Deklarasi. Namun ada
kalanya dua keputusan dapat berdiri sendiri didalam hal yang menyangkut
prosedur kerja yang dilihat secara kasus perkasus, dan tidak diatur secara
khusus didalam aturan tata cara PBB.
Resolusi adalah suatu hasil keputusan dari suatu masalah
internasional yang telah disetujui baik melalui konsensus maupun pemungutan
suara menurut aturan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh organisasi
internasional, atau badan yang bersangkutan. Resolusi pada umumnya terdiri dari
dua bagian, yaitu: (1).Paragraph yang bersifat mukadimah (preambuler
paragraph). (2).Paragraph yang bersifat operasional (operative paragraph).
Mengenai diberlakukan secara hukum (legal validity)
sebuah resolusi PBB, tergantung dari penafsiran khusus. Dimana resolusi
dimaksud telah bertransformasi menjadi kebiasan internasional, sehingga
interpretasi hukumnya memiliki kekuatan hukum internasional yang mengikat,
Resolusi adalah ungkapan formal dari pendapat atau
kehendak organ PBB. Dan Keputusan adalah bentuk tindakan formal lain yang
diambil oleh badan-badan PBB. Keputusan pada umumnya menyangkut hal-hal prosedural,
diantaranya: pemilihan, penunjukan, waktu dan tempat sesi pertemuan. Selain
itu, juga digunakan untuk mencatat adopsi teks yang mewakili konsensus anggota
organ tertentu.Resolusi dan Keputusan Majelis Umum memiliki status hukum yang
sama.
Resolusi Majelis Umum mencerminkan pandangan
Negara-negara Anggota PBB, memberikan rekomendasi kebijakan, menetapkan mandat
kepada Sekretariat PBB dan badan-badan pembantu Majelis Umum, dan menjawab semua pertanyaan tentang anggaran PBB.
Dengan pengecualian keputusan mengenai pembayaran ke
anggaran reguler dan pemeliharaan perdamaian PBB, resolusi/keputusan Majelis
Umum tidak mengikat Negara-negara Anggota.
Pelaksanaan rekomendasi yang menjadi kebijakan, yang tertuang dalam resolusi, keputusannya menjadi tanggung jawab masing-masing
Negara Anggota. (Sumber: Buku Pegangan GA)
B. Penafsiran
(Interpretasi) Resolusi MU-PBB 1752 Dan Resolusi MU-PBB 2504
B.1.
Tinjauan Resolusi MU-PBB 1752
Resolusi Majelis Umum 1752 termasuk dalam bentuk Keputusan
tindakan formal lain yang diambil oleh badan-badan PBB. menyangkut hal-hal prosedural,
diantaranya: pemilihan, penunjukan, waktu dan tempat sesi pertemuan. Selain
itu, juga digunakan untuk mencatat adopsi teks yang mewakili konsensus anggota
organ tertentu.
Resolusi dan Keputusan Majelis Umum yang dibuat melalui
tindakan formal lain yang diambil oleh badan-badan PBB, status hukumnya sama
dalam hukum internasional.Sehingga resolusi 1752 memperkuat New York Agreement,
15 Agustus 1962 ke dalam hukum perjanjian internasional tentang pelaksanaan Act
of Free Choice 1969 di West New Guinea.
Jadi kesimpulannya, Keputusan Penyelesaian Sengketa
wilayah New Guinea Barat antara Indonesia dan Belanda yang ditangani langsung
oleh Sekjen PBB, kasusnya berdiri sendiri didalam hal yang menyangkut prosedur
kerja, dilihat secara kasus perkasus, dan tidak diatur secara khusus didalam
aturan tata cara PBB. Dalam arti West New Guinea termasuk salahsatu wilayah
sengketa antar Negara setelah perang dunia ke-2, berkenaan dengan piagam PBB pasal 76 (b), secara
prosedur harus berada dibawah Dewan Perwalian PBB, namun ditangani langsung
oleh Sekjen PBB.
Bentuk
Resolusi MU-PBB 1752
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Resolusi
Majelis Umum 1752, Persetujuan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda
tentang Nugini Barat (Irian Barat)
Majelis Umum,
Menimbang bahwa Pemerintah Indonesia dan Belanda telah menyelesaikan
perselisihannya mengenai West New Guinea (Irian Barat),
Mencatat dengan penghargaan
atas keberhasilan upaya Penjabat Sekretaris Jenderal untuk mewujudkan
penyelesaian damai ini,
Setelah mengetahui
Persetujuan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda tentang Nugini Barat
(Irian Barat), 9
1. Mencatat
Perjanjian;
2. Mengakui peran yang
diberikan kepada Sekretaris Jenderal dalam Persetujuan;
3. Memberi kuasa kepada
Sekretaris Jenderal untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya dalam
Persetujuan.
rapat
pleno ke-1127,
21 September 1962.
________________ 9 Catatan
Resmi Sidang Umum, Sesi Ketujuh Belas, mata acara 89, dokumen A/5170, lampiran.
B.2. Tinjauan Resolusi MU-PBB 2504
Terpisah
dari perdebatan kontroversial klausul New York Agreement, 15 Agustus 1962, pasal
XVIII (d) tentang hak pilih bebas semua orang ali Papua yang memiliki hak pilih
pada Act of Free Choice 1969, berkaitan
langsung dengan diadopsi resolusi majelis umum PBB 2504, maka penuliis memfokus
interpretasinya pada hasil keputusan sidang MU-PBB ke-24, 19 November 1969,
yang menghasilkan resolusi MU-PBB 2504, yang menjadi landasan hukum internasional
bagi Indonsia membangun orang asli Papua dan mengolah sumber daya ekonomi di
wilayah geografi New Guinea Barat.
I.
Preambule Resolusi MU-PBB 2504
menyatakan:
Mengingat
resolusi 1752 (XVII) dari 21 September 1962, dst…
Mengingat
juga keputusan dari 6 November 1963 dst…
Mengingat
lebih lanjut bahwa pengaturan untuk tindakan
pilihan bebas adalah tanggung jawab Indonesia dst...
Mengingat bahwa, sesuai dengan pasal XXI,
ayat 2, kedua belah pihak untuk Persetujuan telah diakui hasil ini dan mereka
mematuhi,
II.
Paragraph Operasional Resolusi
MU-PBB 2504 menyatakan:
Memperhatikan bahwa Pemerintah Indonesia, dalam
melaksanakan rencana pembangunan nasional, memberikan perhatian khusus terhadap
kemajuan Irian Barat,dst…
1.Membawa
catatan dari laporan
Sekretaris Jenderal dst…
2.Menghargai setiap bantuan yang diberikan
melalui Bank Pembangunan Asia dst…
Mencermati isi Resolusi MU-PBB 2504 yang tertuang
dalam preambule maupun paragraph operasionalnya, tidak terurai kalimat yang
menyatakan dengan tegas dan jelas, bahwa “New Guinea Barat terintegrasi dan, atau final di
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sehingga pernyataan New Guinea Barat (Papua
Barat) sudah final di dalam NKRI, adalah bentuk "Keterangan Palsu", artinya, penyampaian informasi ke publik bertentangan dan, atau tidak sesuai dengan isi Resolusi MU-PBB 2504 yang termuat dalam paragraph preambule dan paragraph operasionalnya.
Bentuk
Resolusi MU-PBB 2504
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Resolusi
2504 (XXIV). Perjanjian
antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda mengenai Irian Barat (Irian
Barat)
Majelis Umum,
Mengingat resolusi 1752 (XVII) dari
21 September 1962, di mana ia mencatat Perjanjian dari 15 Agustus 1962 antara
Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda mengenai Irian Barat (Irian Barat), 4
mengakui peran peran yang diberikan pada Sekretaris Jenderal dalam Perjanjian
dan berwenang dia untuk melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya di
dalamnya,
Mengingat juga keputusan dari 6 November 1963 5
untuk mencatat laporan dari Sekretaris Jenderal 6 pada penyelesaian
United Nations Temporary Executive Authority di Irian Barat,
Mengingat lebih lanjut bahwa pengaturan untuk tindakan
pilihan bebas adalah tanggung jawab Indonesia dengan saran, bantuan dan
partisipasi dari perwakilan khusus Sekretaris Jenderal, sebagaimana diatur
dalam Perjanjian,
Setelah menerima laporan tentang pelaksanaan dan
hasil dari tindakan pilihan bebas 7 disampaikan oleh Sekretaris
Jenderal sesuai dengan pasal XXI, ayat 1, Perjanjian,
Mengingat bahwa, sesuai dengan pasal XXI,
ayat 2, kedua belah pihak untuk Persetujuan telah diakui hasil ini dan mematuhi
mereka,
Memperhatikan bahwa Pemerintah Indonesia, dalam
melaksanakan rencana pembangunan nasional, memberikan perhatian khusus terhadap
kemajuan Irian Barat, mengingat kondisi spesifik penduduknya, dan bahwa
Pemerintah Belanda, bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia, akan terus
memberikan bantuan keuangan untuk tujuan ini, khususnya melalui Bank
Pembangunan Asia dan lembaga-lembaga PBB,
1. Membawa catatan dari laporan Sekretaris Jenderal dan
mengakui dengan penghargaan pemenuhan oleh Sekretaris Jenderal dan wakilnya
tugas yang dipercayakan kepada mereka di bawah Perjanjian 15 Agustus 1962
antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda tentang West New Guinea (Irian
Barat);
2. Menghargai setiap bantuan yang diberikan melalui
Bank Pembangunan Asia, melalui lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa atau
melalui cara lain kepada Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk mempromosikan
pembangunan ekonomi dan sosial dari Irian Barat.
Pleno
1813th,
19 November 1969
Kesimpulan
Akhir
1,Sengketa wilayah New Guinea Bagian Barat (Papua Barat) antara
Indonesia dan Belanda belum selesai (final), sehubungan dengan Resolusi MU-PBB
1752 yang telah menempatkan wilayah geografi New Guinea Bagian Barat ke dalam hukum
perjanjian Internasional, dan walaupun New York Agreement, 15 Agustus 1962 diluar
produk hukum perjanjian internasional konvesi Wina 1969 sehubungan dengan pasal
4 Non-Retroaktivitas. Namun demikian, prinsip-prinsip perjanjian Internasional
universal tetap berlaku untuk New York Agreement, 15 Agustus 1962. Sehingga
pelanggaran Act of Free Choice yang tidak mematuhi standar kebiasaan
internasional dapat diselesaikan melalui mahkamah internasional (ICJ)
berdasarkan Negara melalui tata cara ipso facto.
Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional pasal 26 mencantumkan salah satu prinsip universal perjanjian internasional, yaitu " Pacta Sunt Servanda",.Artinya setiap perjanjian internasional yang berlaku mengikat para pihak kedalamnya, harus dilakukan perjanjian itu oleh mereka dengan itikad baik. Dan pasal 28-nya, menyatakan penerapan Non-Retroaktivitas perjanjian internasional berlaku untuk perjanjian yang tidak mengikat para pihak dan tindakan dan peristiwanya sudah tidak nampak lagi.
New York Agreement, 15 Agustus 1962 telah
memenuhi standar hukum perjanjian internasional prinsip "Pacta Sunt
Servanda". Sehingga asas Non-Retroaktivitas yang termuat dalam pasal 28
perjanjian internasional konvensi Wina 1969, tidak berlaku padanya (New York
Agreement, 15 Agustus 1962).
2.Resolusi MU-PBB 2504 telah menghadapi jalan buntut dalam proses
transformasi menjadi kebiaan internasional yang memiliki kekuatan hukum internasional,
beralasan pada:
a.Telah terjadi pelanggaran
Act of Free Choice pada tahun 1969’
b.Telah terjadi Kejahatan Kemanusiaan di
Papua Barat mengarah pada genosida, dan juga kejahatan ekosida
Poin
(b) sangat bertentangan dengan misi PBB yang diembankan kepada Indonesia
melalui Resolusi MU-PBB 2504, yaitu: mendorong kemajuan pembangunan ekonomi dan
sosial, serta penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di New Guinea Bagian Barat (Papua Barat).(Kgr)
Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.