Upaya Menghindari Tanggungjawab Terhadap Korban Rakyat Sipil di Papua Barat.
Oleh: Kristian Griapon
Inti dari surat telegram rahasia Panglima TNI yang di tujukan kepada Pangdam XVII Cenderawash-Papua dan Pangdam XVIII Kauari-Papua Barat, yang menyebar ke publik berkaitan dengan nomenklatur atau penyebutan resmi untuk para pejuang kemerdekaan bangsa Papua Barat, dapat dilihat sebagai bentuk kontra persepsi (beda pandangan) diantara lembaga penyelenggara Negara, baik itu Pemerintah Pusat maupun DPR-RI dalam menangani.konflik politik bersenjata di Papua Barat.
TNI sebagai institusi negara yang memikul tanggungjawab dalam mempertahankan eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kini telah berada dalam situasi dilematis berkaitan dengan berbagai kasus tindakan eksesif yang dilakukan oleh para prajurit yang ditugaskan di Papua Barat yang kini telah menjadi sorotan komunitas internasional terhadap kejahatan genosida di Papua Barat.
Situasi dilematis dimaksud sebagai berikut:
Sejak awal TNI telah menyatakan pemberontakan yang terjadi di Papua Barat pada tahun 1965, adalah perlawanan politik bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dalam perkembangannya setelah PEPERA tahun 1969, oleh Penguasa Negara di Indonesia menstigma perlawanan bangsa Papua Barat dengan sebutan Gerombolan Pengacau Liar (GPL), Gerombolan Pengacau Keamanan (GPK), Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan yang terakhir diumumkan oleh Pemerintah RI melalui Menkopolhukam RI, pada tahun 2021, bahwa perlawanan politik bersenjata Organisasi Papua Merdeka yang dibawah kendali TPNPB-OPM adalah "Kelompok Teroris Papua".
Berbagai stigma diatas, merupakan bagian dari isu yang sengaja dikembangkan ke publik guna menutupi fakta yang sebenarnya terjadi di Papua Barat setelah PEPERA tahun 1969, yang mengarah pada kejahatan genosida terhadap penduduk asli Papua di wilayah geografi Papua Barat.
Jika yang dihadapi di Papua Barat kelompok kriminal bersenjata, atau teroris, tentu saja itu adalah tugas kepolisian, lain halnya dengan perlawanan politik bersenjata untuk mendirikan sebuah negara terpisah dari negara induk, tentu saja itu menjadi ranah militer.
Masalahnya dari berbagai kasus eksesif terhadap manusia (kejadian luar biasa diluar batas kemanusiaan) yang menonjol dan terjadi di Papua Barat, aktornya adalah TNI, dan masalahnya telah menjadi komsumsi publik komunitas internasional, serta memberi pesan telah terjadi darurat militer di Papua Barat.(Kgr)
Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.