Mengapa Orang-Orang Papua Barat Menuntut Kemerdekaannya dari Indonesia?
Orang-orang Papua Barat tidak terikat oleh Kontitusi Negara Republik Indonesia, karena mereka tidak pernah hadir duduk bersama (terlibat) dalam pembahasan hingga mendeklarasi kemerdekan Indonesia, baik itu yang dideklarasi Sukarno-Hatta, 17 Agustus 1945, maupun melalui KMB Den Haag-belanda, dalam bentuk Negara Federasi Republik Indonesia Serikat, 27 Desember 1949.
Tidak terikat itu menjadi Landasan Pengakuan Nasionalisme Papua pada, 1 Desember 1961 oleh Negara Berdaulat Kerajaan Belanda, negara koloni yang mempunyai hak, kewajiban dan tanggung jawab internasional atas dekolonisasi daerah-daerah koloninya bedasarkan piagam PBB, prinsip dasar hukum internasional, dan hukum kebiasaan internasional.
Indonesia mengklaim New Guinea Barat bagian dari deklarasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 bersifat sepihak tidak memenuhi landasan hukum. Hal itu bertentangan dengan piagam dasar PBB pasal 73, resolusi Mu-PBB 1514 dan 1541, tahun 1960, serta prinsip dasar hukum internasional erga omnes, status quo ante bellum dan uti possidetis iuris.
Dalam sengketa wilayah New Guinea Bagian Barat yang dipermasalahkan oleh pihak Indonesia terhadap Belanda dimulai sejak tahun 1940-an hingga tahun 1962, yang puncaknya ditandai perjanjian New York 1962, yang terjadi adalah ‘status quo ante bellum dan uti possidetis iuris’, artinya wilayah New Guinea Bagian Barat dikembalikan pada daerah koloni Hindia-Belanda sebelum perang dunia ke dua dan setelah perang dunia ke-2 dipisahkan dari kemerdekaan Indonesia atas dasar prinsip erga omnes, yaitu jaminan hak penentuan nasib sendiri orang-orang asli Papua (kelompok etnik) di Wilayah New Guinea Bagian Barat, yang sebagaimana dituangkan melaui Perjanjian New York, 15 Agustus 1962, diratifikasi Indonesia dan Belanda.
Jadi tidak ada kata menang atau kalah dalam sengketa wilayah New Guinea Bagian Barat antara Indonesia dan Belanda, yang terjadi Indonesia menerima tanggung jawab transfer kekuasaan dari United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) pada 1 Mei 1963, menjalankan administrator PBB di New Guinea Barat, mempersiapkan Act of Free Choice (referendum) bagi orang-orang asli Papua di New Guinea Bagian Barat pada Juli-Agustus 1969, berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB, 1752 yang diberlakukan mulai 21 September 1962.
Dari konteks diatas nampak jelas bahwa, Papua Barat tidak termasuk dalam proklamasi kemerdekaan daerah- daerah koloni Hindia-Belanda di Hindia Timur, yang diproklamasikan oleh Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945, maupun berdasarkan kemerdekaan Negara Federasi Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949, berdasarkan wilayah geografi, etnik, dan budaya.
Masalah Act of Free Choice telah dijelaskan Prof.Pieter Drooglever dalam studinya, yang telah melakukan wawancara dengan ratusan tokoh Papua Barat. Ia mencatat bahwa Rakyat Papua Barat sejak awal Menyangsikan Peralihan Papua Barat ke PBB (UNTEA) dan Rencana Act Of Free Choice tidak akan membawa harapan bagi orang Papua Barat. Mereka menyaksikan bahwa Kekuatan PBB secara Militer sangat lemah, apalagi penempatan Pasukan Perdamaian PBB asal Pakistan hanya bertahan setahun. Sementara itu pengiriman Pasukan Angkatan Darat, Laut, dan Udara dari Jakarta begitu banyak. Sulit dibayangkan bahwa Indonesia akan melepaskan Papua Barat menjadi Negara yang Berdaulat.(Kgr)
Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.